Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam mengingatkan agar skema penyertaan modal negara (PMN) dan talangan modal kerja yang bakal diberikan pemerintah ke BUMN, seperti dalam Peraturan Pemerintah 23/2020, harus melalui pembahasan serta persetujuan Komisi VI DPR sebagai mitra kerja Kementerian BUMN.
"Pembahasan bersama diperlukan karena sampai sekarang Komisi VI belum mengetahui skema secara lebih detil tentang penggunaan PMN dan dana talangan tersebut,” ujar Mufti saat dihubungi, Kamis (14/5/2020).
Advertisement
Mufti mengatakan, Komisi VI belum mendapat penjelasan detil tentang penggunaan dana triliunan rupiah tersebut.
"Dana itu tak bisa dicairkan oleh Kementerian Keuangan tanpa pembahasan dengan Komisi VI. Ini penting agar seluruh upaya pemulihan ekonomi nasional, termasuk melalui BUMN, tetap terjaga governance-nya, salah satunya melalui mekanisme di DPR,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.
Dia menjelaskan, sesuai PP 23/2020, disebutkan bahwa kucuran dana ke BUMN harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Sehingga jelas bahwa terkait kucuran ke BUMN, yang di luar konteks utang pemerintah ke BUMN atau pembayaran kompensasi penugasan ke BUMN, mesti dibahas melalui Komisi VI, perlu raker dengan Menteri BUMN,” jelas politisi muda yang terpilih dari daerah pemilihan Pasuruan-Probolinggo, Jawa Timur, tersebut.
Seperti diketahui, pemerintah berencana mengucurkan PMN ke sejumlah BUMN dengan nilai sekitar Rp25,27 triliun; serta talangan modal kerja Rp32,65 triliun. Selain itu, pemerintah akan melakukan percepatan pembayaran kompensasi dan penugasan BUMN sebesar Rp94,23 triliun.
Sejumlah BUMN yang disebut mendapat PMN adalah PLN Rp5 triliun, Hutama Karya Rp11 triliun, BPUI Rp6,27 triliun, PNM Rp2,5 triliun, dan ITDC Rp500 miliar. Adapun talangan modal kerja ditujukan ke Garuda Indonesia sebesar Rp8,5 triliun, PTPN Rp4 triliun, Krakatau Steel Rp3 triliun, PT KAI Rp3,5 triliun, Bulog Rp13 triliun, dan Perumnas Rp650 miliar.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Perlu Evaluasi
Mufti kembali mengingatkan efektivitas penggunaan PMN dan talangan modal kerja. Jangan sampai, karena minimnya evaluasi atas perjalanan PMN sebelum ini serta ketiadaan indikator kinerja yang jelas, dana triliunan rupiah itu tidak mewujud pada peningkatan kinerja BUMN.
"Kita tidak bicara korupsi ya, karena itu prasangka buruk, dan kita tidak mau berprasangka buruk. Yang kita perlu tekankan adalah skema detil penggunaan dana agar publik bisa mengontrol, agar dana itu nantinya tecermin ke peningkatan kinerja BUMN," ujar dia.
"Hal ini karena di beberapa case BUMN sebelumnya, PMN tidak mewujud ke peningkatan kinerja. Kalau enggak ada peningkatan kinerja kan artinya produktivitas BUMN-nya stagnan, ujung-ujungnya minim penyerapan tenaga kerja, dividen ke negara enggak naik, pembayaran pajaknya juga tidak naik signifikan,” pungkasnya.
Advertisement