Mencermati 'Standar Nasional' Warung Penyet Lamongan

Meskipun bukan waralaba, warung aneka penyet Lamongan memiliki segmen khusus di semua kota karena ada semacam "standar nasional".

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 15 Mei 2020, 02:00 WIB
Hampir semua warung penyet Lamongan memiliki tampilan spanduk yang sama. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Pecel Lele Lamongan. Sebutan yang khas bagi warung-warung kakilima dengan spanduk berwarna dasar putih dan tampilan gambar serta tulisan menyolok. Ya, karena spanduk itu menjadi salah satu “standar nasional” warung pecel lele Lamongan.

Memang secara detail sangat jarang yang benar-benar sama. Komposisi lukisan maupun ukuran bisa jadi sangat berbeda. Tapi secara umum isi spanduk dan gaya lukisannya sama. Nama warung, lukisan bahan menu lauk dan juga nomer telepon.

Galih, salah satu pedagang kaki lima Lele Penyet Lamongan di jalan Majapahit Semarang bercerita bahwa spanduk warung Lele Penyet nyaris semua menggunakan warna-warna Asturo atau fluorecent. Hijau muda, kuning, serta orange.

“Dari jauh orang sudah tahu ini lele penyet Lamongan. Di kota manapun akan sama,” kata Galih.

Desain spanduk seperti itu memang digunakan khusus untuk beberapa warung di Lamongan, Jawa Timur. Bahkan sejak tahun 1952, kelompok pedagang makanan khas Lamongan yang berada di Jakarta sudah punya paguyuban sendiri.

“Kegiatannya, rutin mengadakan perkumpulan sesama pedagang pecel lele Lamongan satu bulan sekali. Di kota lain sekarang sudah banyak juga yang memulai,” katanya.

 

Simak video pilihan berikut


Sederhana Adalah Kunci

Warna-warna asturo dengan layar putih, menjadi ciri khas warung penyet Lamongan. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Adakah aturan baku jika seseorang ingin membuka usaha warung penyet Lamongan untuk menggunakan desain spanduk itu?

“Secara tertulis tidak ada. Tapi ada semacam kesepakatan yang menyebar dari mulut ke mulut. Entah benar entah tidak, yang jelas ini menguntungkan karena menjadi identitas. Jadi siapapun yang mau membuka usaha akan mengikuti pola spanduk yang ada,” kata Galih.

Sayang sekali Liputan6.com tak memperoleh sumber pembuat spanduk ini di Semarang. Fadhil, salah satu penjual di Semarang hanya menyebut pesan dari temannya. Ia bahkan bercerita, ada semacam orang-orang khusus yang siap menjembatani pemesanan spanduk ini.

“Katanya sih dulu dilukis, tapi sekarang sudah tak dilujkis dengan kuas, namun dengan teknik yang lebih modern. Airbrush juga ada. Tapi tetap manual,” katanya.

Pemilihan warna dan penggunaan kain putih sebagai materi sebenarnya hanya strategi pemasaran saja. Tinta, kain terang membuat ia sudah terlihat jelas dari jarak jauh. Kain yang digunakan jelas beda dengan bahan MMT yang lebih glossy. Kain akan menghindari pantulan cahaya kendaraan saat menyorot spanduk.

“Jadi dengan lampu dari dalam warung, menu itu tetap terlihat dan menarik perhatian,” kata Fadhil.

Endang Ariyantini, salah satu konsumen mengaku menjadi penggila aneka penyet Lamongan. Ia tak tergoda menunya, namun sambalnya memang khas.

“Saat masak juga ditunjukkan jadi kita juga tahu apa saja komposisi sambalnya. Memang sih kadang saya berpikir soal tingkat higiene dari sambal Lamongan. Apalagi bahan sambal itu kadang digoreng dengan minyak yang sudah menghitam,” katanya.

Fakta itu tak dibantah, namun juga disebut tak mempengaruhi rasa sambalnya.

Belajar dari warung penyet Lamongan, semakin membuktikan bahwa tak dibutuhkan desainer handal jago photoshop untuk membuat pembeli tertarik membeli makanannya. Desain sederhana namun konsisten di berbagai tempat nyatanya bisa menjadi branding.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya