Liputan6.com, Jakarta - Ada ribuan bintang yang terlihat dari Bumi, dan ratusan miliar bintang di galaksi Bima Sakti. Ketika para pengamat langit dan astronom ingin mengamati atau mempelajari objek-objek berkilau di langit ini, ada baiknya jika merujuk dengan nama yang sama.
Secara teknis, siapa pun bebas memberikan nama apa pun kepada bintang mana pun. Tetapi jika nama untuk bintang individual akan digunakan secara konsisten oleh para astronom profesional, itu harus disetujui International Astronomical Union (IAU), sebuah organisasi profesional berusia 100 tahun yang terdiri lebih dari 10.000 astronom dari seluruh dunia.
Advertisement
Pada 2016, Eric Mamajek, seorang astronom yang berbasis di Jet Propulsion Laboratory NASA di California, memprakarsai Working Group on Star Names atau Kelompok Kerja IAU tentang Nama Bintang. Dorongan untuk menciptakan grup ini adalah kontes pertama IAU yang mengundang masyarakat umum untuk menyebutkan pilihan exoplanet dan bintangnya (host stars), yang diadakan pada 2015, kata Mamjek kepada Space.com seperti dikutip, Jumat (19/5/2020).
Entri yang masuk untuk kontes ini menyoroti masalah: duplikasi nama.
Beberapa nama paling populer dalam kontes "NameExoWorlds" pertama telah diberikan kepada asteroid dan bulan kecil Jupiter dan Saturnus, sehingga penyelenggara kontes akhirnya mengganti nama terkait dari mitologi dan tradisi yang sama.
Ketika sebuah bintang dinamai, kata Mamajek, "haruskah nama-nama sejarah atau budaya yang sudah berabad-abad digunakan oleh generasi pengamat langit diutamakan daripada nama baru, yang mungkin dirancang pada seseorang yang mungkin belum pernah melihat bintang?"
IAU kemudian memperketat aturan penamaan dalam kontes "NameExoWorlds" kedua pada 2019. Dan mereka menyadari bahwa tidak ada daftar nama bintang yang diterima yang akan terlarang untuk didaur ulang di masa depan. "Kupikir, apa yang membuatmu tidak menyebut planet Vega?" Kata Mamajek.
"IAU mempromosikan gagasan ExoWorlds tetapi membutuhkan keahlian untuk menentukan bintang mana yang telah diberi nama," kata Mamajek. "Kelompok kami memiliki sejarawan dan pakar astronomi budaya."
Working Group itu memfokuskan pada dua tugas: Memutuskan versi standar nama bintang yang sudah digunakan dan, kemudian, mengembangkan pedoman untuk memilih dan menetapkan nama bintang baru di era penemuan planet ekstrasurya atau di luar tata surya.
Sejauh ini, Kelompok Kerja (tim yang terdiri dari 19 astronom dan sejarawan dari 11 negara) telah menyetujui nama untuk lebih dari 300 bintang terang, dan terus mencari literatur dunia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Memberi Nama Bintang, Zaman Dahulu dan Sekarang
Nama-nama bintang yang sudah ada umumnya berasal dari bahasa Arab, Yunani kuno, dan tradisi lainnya yang ditawarkan dalam berbagai bentuk di grafik bintang dan bola dunia serta beberapa buku kuno, seperti "Star Names: Their Lore and Meaning". Sebuah buku yang disusun pada tahun 1899 oleh Richard Hinckley Allen, pebisnis kelahiran Wisconsin dan astronom amatir. (Buku itu dicetak ulang oleh Dover Publications pada tahun 1963).
Pandangan ahli tentang nama-nama Arab menjadi tersedia secara luas dalam bahasa Inggris dengan "A Dictionary of Modern Star Names (Sky Publishing, 2006) oleh Paul Kunitzsch dan Tim Smart, dan berdasarkan pada dekade penelitian Kunitzsch sebagai profesor studi Arab.
Nama-nama untuk beberapa bintang paling terang, seperti Sirius dan Vega, sudah banyak digunakan dan dipahami para astronom. Tetapi nama-nama bintang di luar yang paling terkenal muncul dalam berbagai bentuk di berbagai buku dan artikel.
Sebagai contoh, Kelompok Kerja mengutip bintang paling terang di konstelasi Cepheus, yang disebut Alderanin, Alderamin, Alderaimin, Alderaimim dan Al'deramin.
"Ini sangat berbeda dengan perlakuan IAU selama seabad terakhir planet (tata surya), satelit planet, asteroid, fitur permukaan planet dan rasi bintang - yang semuanya memiliki nama IAU resmi, unik, alfabetis," Kelompok Kerja mencatat dalam laporan 2018-nya.
Sampai baru-baru ini, masalah dengan nama bintang tidak terlalu berarti bagi para astronom profesional, yang biasanya merujuk pada bintang dengan sebutan daripada nama. Penunjukan adalah beberapa kombinasi huruf dan angka yang merujuk hanya satu bintang dalam daftar.
"Sebutan itu masuk akal," kata Mamajek. "Misalnya, [bintang terang] Fomalhaut adalah HD 216956," sebuah entri dalam Katalog Henry Draper, daftar lebih dari 350.000 bintang yang banyak digunakan oleh para astronom profesional.
Tapi "jumlahnya sangat dilupakan," kata Mamajek. "Bintang-bintang berubah dari sebentuk cahaya menjadi sebuah tujuan," karena semakin banyak exoplanet ditemukan. Jadi, nama yang tepat menjadi penting.
Sejak awal, IAU jelas dalam dua hal: Mereka tidak akan mendukung atau mengakui pembelian atau penjualan nama bintang, dan mereka tidak akan memberikan nama sebagai bantuan dalam menanggapi permintaan.
"Kami mendapat email setiap beberapa minggu yang meminta kami memberi nama bintang untuk kekasih seseorang," kata Mamajek. "Bukan itu yang kita lakukan."
Laporan Working Group on Star Names 2018 menyatakan: "Nama-nama yang melestarikan warisan dunia (warisan astronomi, warisan budaya, dan warisan alam) sangat dianjurkan. Nama-nama bintang budaya dan umum lebih disukai daripada nama-nama baru."
Kelompok Kerja itu mengumumkan kelompok pertama nama-nama bintang yang disetujui, yang mencakup 227 bintang terang, pada 2016. Daftar ini mengenali nama-nama Proxima Centauri, Rigil Kentaurus (nama kuno untuk bintang Alpha Centauri), dan lusinan nama bintang yang digunakan oleh para navigator. Itu menetap, sekali dan untuk semua, ejaan modern nama-nama kuno seperti Alderamin dan Fomalhaut, yang namanya telah dieja lebih dari 30 cara yang berbeda.
Nama-nama ini tidak akan menggantikan penunjukan seperti nomor HD, tetapi sejak saat itu, bintang-bintang ini dapat dirujuk dengan nama tanpa kebingungan, dan nama mereka tidak akan secara tidak sengaja digunakan kembali untuk asteroid, bulan atau sistem planet ekstrasurya.
Kelompok Kerja itu menyadari bahwa mereka dapat melakukan lebih banyak lagi. Proyek penamaan bintang "menghadirkan kesempatan unik, untuk mulai secara resmi mengenali beberapa variasi nomenklatur langit dari budaya di seluruh dunia, yang sebelumnya sebagian besar diabaikan atau hanya dikeluarkan dari katalog nama bintang sebelumnya yang umum digunakan," kata kelompok itu. Laporan kemajuan 2018 dicatat.
"Melestarikan nama bintang menunjukkan seluruh pengalaman manusia," kata Mamajek. "Ambil bola langit dan arahkan ke bintang yang bernama - ada cerita lengkap di sana."
Setelah pencarian literatur internasional tentang sejarah dan budaya astronomi, kelompok ini merilis batch kedua dari 86 nama pada tahun 2017, yang diambil dari tradisi Aborigin Australia, China, Koptik, Hindu, Maya, Polinesia, dan Afrika Selatan.
Advertisement
Memberi Nama Bintang dan Planet Baru
Dengan nama-nama terhormat untuk bintang-bintang terang, nama-nama bintang yang benar-benar baru kemungkinan besar akan digunakan ke sistem exoplanet. "Sebagian besar bintang exoworld lebih redup daripada visibilitas mata telanjang, jadi mereka belum diberi nama," kata Mamajek.
IAU menyelenggarakan kontes "NameExoWorlds" kedua pada 2019 yang menghasilkan nama dari 112 negara yang berpartisipasi. Nama-nama yang dikirimkan terinspirasi sungai, gunung, penulis, artis, dan karakter fiksi atau mitologis yang signifikan dari masing-masing negara, banyak di antaranya dalam bahasa asli.
Working Group on Star Names kemudianterus meneliti nama-nama bintang dari seluruh dunia.
"Kami masih berusaha untuk mendapatkan lebih banyak etimologi untuk nama-nama bintang yang ada sebelum sidang umum IAU 2021," kata Mamajek. "Kami memiliki koleksi sumber yang sangat banyak. Sebagian besar petunjuk telah ditemukan; pemindaian buku-buku kuno, fakta yang mudah dicari di Google atau Googleable - kami sudah memilikinya."
Halaman web Kelompok Kerja itu kemudian meminta bantuan untuk menemukan nama-nama astronomi kuno dari budaya yang belum terwakili dengan baik dalam daftar yang disetujui - terutama dari Amerika, Afrika, Australia, Polinesia, dan Asia di luar China dan Jepang.
"Aku melihat ini untuk jangka panjang," kata Mamajek. "Kita akan melihat bintang dan planet yang sama jauh di masa depan. Kami menemukan dunia baru. Di masa depan, kami tidak akan merujuk ke [planet ekstrasurya] TRAPPIST-1 b, c, dan d melalui surat. Kami akan menggunakan nama."