3,42 Juta Debitur UMKM Terima Restrukturisasi Kredit Perbankan

Restrukturisasi khusus pelaku UMKM senilai Rp 167,1 triliun dengan jumlah debitur 3,42 juta.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2020, 20:00 WIB
Sebanyak 7 (tujuh) mitra binaan terlibat dalam upaya penanganan wabah ini melalui penyediaan produk bantuan berupa masker kain, baju Hazmat, alat semprot dan sembako.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan total restrukturisasi UMKM dan nonUMKM sebesar Rp 336,9 triliun dengan jumlah debitur 3,88 juta. Dari jumlah tersebut total restrukturisasi khusus pelaku UMKM senilai Rp 167,1 triliun dengan jumlah debitur 3,42 juta.

"UMKM yang sudah mendapatkan restrukturisasi jumlahnya Rp 167,1 triliun dengan jumlah 3,42 juga debitur, " kata Wimboh, Jakarta, Jumat (15/5).

Jumlah ini akan terus berubah sesuai dengan jumlah bank yang sudah melaporkan. Dia menyebut semua bank sudah berkomitmen akan melaporkan jumlah restrukturisasi yang telah dilakukan. Setidaknya sudah ada 88 bank yang mengimplementasikan POJK terkait restrukturisasi.

Sementara itu, yang mengajukan restrukturisasi pada industri keuangan sebanyak 2,2 juta kontrak. Namun dari jumlah pemohon tersebut hanya 1,48 juta kontrak yang disetujui. Adapun nilai kontrak yang direstrukturisasi senilai Rp 44,61 triliun.

"Lembaga keuangan yang sudah mendapatkan restrukturisasi kontrak sebanyak 1,4 juta nasabah dengan nilai Rp 44,61 triliun," kata Wimboh.

Dia menambahkan dari 183 perusahaan, sudah ada 180 perusahaan menerima permohonan restrukturisasi. Mereka juga sudah menyerahkan laporannya kepada OJK terkait pelaksanaan restrukturisasi.


Berbagai Tantangan

Ketua Dewan Komisoner OJK Wimboh Santoso saat mengikuti rapat panja dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/12). Rapat tersebut membahas rencana anggaran OJK tahun 2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Wimboh mengatakan ada berbagai tantangan di lapangan terkait pelaksanaan restrukturisasi. Mulai dari perbedaan persepsi yang terjadi di masyarakat karena kurang memahami aturan. Di segi industri, masih ada yang berpedoman pada SOP lama sehingga cenderung memakan waktu dan birokrasi.

Terakhir, adanya Pemda yang menetapkan penundaan penagihan kredit dari ASN atau pun pengemudi online yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan pembiayaan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya