Liputan6.com, Jakarta Ada perbedaan antara wisata virtual dengan wisata langsung. Terutama pada sensasi yang dirasakan selama proses wisata, namun ada beberapa cara untuk menyiasati perbedaan tersebut.
Sensasi wisata langsung dapat dirasakan oleh seluruh indera wisatawan. Sedangkan, wisata virtual hanya bisa diakses oleh mata.
Advertisement
Menurut psikolog sosial Nirmala Ika, untuk menyiasati hal ini bisa dilakukan penambahan-penambahan guna menghidupkan suasana.
“Misal, ketika berwisata virtual ke pantai, bisa memutar lagu pantai atau suara-suara alam seperti deburan ombak dan hembusan angin,” ujar Ika kepada Liputan6.com, (16/5/2020).
Namun, bagi orang yang imajinatif hal ini tidak diperlukan karena mereka mampu membangun imajinasinya sendiri, tambah Ika.
Cara Lainnya
Di masa pandemi COVID-19, Ika sebagai pecinta traveling tidak bisa pergi ke mana-mana. Untuk menyiasati hal itu, ia berjalan di depan layar televisi dengan tayangan film-film yang ia suka terutama film tentang petualangan.
“Saya jalan depan TV, memutar film-film bagus tentang traveling. Menaruh ponsel di kantong untuk menghitung langkah, itu memberikan sensasi tersendiri.”
Dengan membawa ponsel sebagai penghitung langkah, ia dapat melihat jumlah langkah yang dilakukan hanya dalam satu ruangan.
“Kita juga bahagia ketika melihat hasil hitungan langkah, tiba-tiba seribu langkah padahal berjalan di sana-sana saja. Yang seperti itu tuh bisa dilakukan. Sekalian berolahraga, ini sangat membantu bagi orang-orang yang suka berimajinasi, kalau yang tidak ya minimal mereka melihat visualnya.”
Advertisement