Liputan6.com, Malang - Nasib para petani dan pedagang sayur seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah harga terjun bebas tapi tetap saja tidak terserap di pasar. Itu pula jadi alasan mereka membagi-bagikan dagangannya serta membuang sayur ke sungai.
Aksi para pedagang sayur membagikan dan membuang sayur itu viral di media sosial. Aksi berlangsung selama hampir empat hari terakhir di kawasan Pasar Sayur Kedungrejo, Pakis, Kabupaten Malang.
Baca Juga
Advertisement
Sejak dua pekan terakhir, stok berlimpah karena masa panen raya sawi, kangkung dan bayam. Petani dan pedagang sudah terbiasa menghadapi situasi harga terjun bebas. Namun sekarang diperparah dengan sayur menumpuk tak laku.
“Kalau harga anjlok asal tetap ada pembeli ya masih bagus. Ini sudah murah tapi tidak terjual,” kata Efendi Yahya, Koordinator Paguyuban Pedagang Pasar Sayur Kedungrejo di Malang, Sabtu, 16 Mei 2020.
Di Pasar Sayur Kedungrejo ada lebih dari 400 pedagang dan pengepul sayur. Bila suasana normal, pembeli dari Surabaya dan sekitarnya hilir mudik mengambil sayur. Sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya, pedagang dari kota itu jarang ambil.
Apalagi sejumlah pasar tradisional di Surabaya dan sekitarnya menerapkan sistem buka tutup tiap satu hari sekali. Sayur juga sangat sedikit yang terserap di pasar tradisional di wilayah Malang Raya dan sekitarnya.
“Sudah harga hancur, kiriman ke Surabaya macet. Makanya kemarin ada aksi bagi – bagi gratis dan buang ke sungai,” tutur Efendi.
Sejumlah pedagang sayur pun mulai berinisiatif keliling ke berbagai pasar tradisional menjual dagangan mereka. Sebab tidak bisa lagi mengandalkan pedagang dari luar daerah datang ke Pasar Kedungrejo, Malang.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Situasi Terparah
Yanto, seorang petani sayur di Dusun Banjarejo, Desa Kedungrejo, Pakis Kabupaten Malang mengatakan, situasi sekarang ini adalah yang paling buruk dirasakannya sejak mulai jadi petani sayur pada 2004 silam.
“Biasanya kalau pane raya memang harga anjlok, tapi masih ada yang ambil. Tapi sejak Corona ini lebih parah lagi,” ujar Yanto.
Ia menggarap seperempat hektare lahan sayur sawi, kangkung dan bayam. Sawi butuh masa tanam 40 hari sedangkan kangkung dan bayam selama 25 hari. Ia merogoh duit sebesar Rp300 ribu untuk biaya produksi.
Biasanya, ia bisa mereguk untung bila satu ikat besar sayur dibeli Rp10 ribu. Tapi sejak dua pekan terakhir harga merosot jadi antara Rp2.000 – Rp3.000 per satu ikat besar. Meski harga turun, potensi rugi bisa ditekan asal ada pembeli.
“Kalau sepi pembeli ya bisa tidak dapat apa-apa. Biaya garap lahan bisa tak kembali,” ujar Yanto.
Kasdi, salah seorang pedagang di Pasar Kedungrejo menyatakan hal serupa. Ia sekarang harus mau keliling lebih jauh ke berbagai pasar tradisional untuk menjajakan sayur. Sebab sudah tidak bisa lagi mengandalkan pembeli dari luar kota datang ke pasar.
“Ya sekarang asal balik modal itu sudah bagus. Pemerintah harus memikirkan nasib rakyat seperti kami,” ujar Kasdi.
Pada Sabtu, 16 Mei itu juga Pemkab Malang datang ke pasar. Khusus hari itu, mereka membeli sayuran dari lebih 200 pedagan di pasar tersebut. Pemkab membeli seharga Rp10 ribu per satu ikat besar.
“Dibeli pemkab sekaligus untuk bakti sosial dengan harga standar. Kami harap tidak pada hari ini saja,” ujar Efendi Yahya, Koordinator Paguyuban Pedagang Pasar Sayur Kedungrejo.
Advertisement
Kebutuhan Dapur Umum
Pemkab Malang mengeluarkan duit sebesar Rp20 juta untuk membeli sayur dari sekitar 200 pedagang. Seluruh sayuran itu dikirim ke tujuh posko dapur umum yang tersebar di tujuh kecamatan. Sayur dimasak dengan bahan pokok lainnya dan akan dibagi ulang ke warga.
“Setelah video buang sayur itu viral, bupati memerintahkan agar membeli sayur dari pengepul,” ujar Meilani Nurdianawati, Analis Mitigasi Dinas Sosial Kabupaten Malang.
Kebijakan memborong sayur dari ratusan pedagang itu khusus untuk satu hari ini saja. Sementara skema selanjutnya, masih belum disiapkan oleh Pemkab Malang. Tidak menutup kemungkinan, sayur akan terus diserap pemkab secara berkala untuk kebutuhan dapur umum.
“Pembelian sementara hari ini dulu, sesuai laporan paguyuban. Ini sekaligus bakti sosial, membeli dengan harga standar. Kami masih menunggu skema selanjutnya,” kata Meilani.
Selain bakti sosial membeli sayuran pedagang, para petani dan pedagang diimbau mengecek data diri ke perangkat desa masing – masing. Memastikan mereka sudah terdata sebagai penerima bantuan sosial tunai.
“Bantuan buat mereka tetap ada. Tapi mereka harus masuk data sebelum mendapat bantuan,” ujarnya.
Kepolisian di Pakis juga turut memborong sayuran dari pedagang. Sawi, kangkung dan bayam diangkut menggunakan kendaraan dinas dibawa menuju Polsek Pakis. Selanjutnya, bakal dimasak dan dibagi-bagi ke masyarakat.
“Membantu mengurangi beban masyarakat. Nanti bisa kami bagikan juga ke warga sekitar,” ujar Kapolsek Pakis, AKP Slamet Subagyo.