Kementan Gandeng Mitra Usaha Kembangkan Antivirus Pembunuh Corona

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo beberapa waktu lalu telah merilis hasil uji laboratorium antivirus berbasis eucalyptus.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Mei 2020, 13:45 WIB
Balitbang Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng mitra usaha untuk pengembangan eucalyptus melalui bentuk kerjasama lisensi bersama PT Eagle Indo Pharma.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo beberapa waktu lalu telah merilis hasil uji laboratorium antivirus berbasis eucalyptus. Paparan hasil uji eucalyptus terhadap virus influenza, virus Beta dan gamma corona menunjukkan kemampuan membunuh virus sebesar 80-100 persen.

Guna memperbanyak produksi antivirus, Balitbang Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng mitra usaha untuk pengembangan eucalyptus melalui bentuk kerjasama lisensi bersama PT Eagle Indo Pharma. Acara penandatangan dilakukan dari ruang Agriculture War Room, Balitbangtan, Bogor, Senin (18/5/2020).

"Dengan kerja sama ini diharapkan semakin cepat proses pengembangan produk untuk tersedia. Sehingga dapat digunakan masyarakat, sebagai pencegahan pandemi virus corona," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Fadjry Djufry.

Lebih lanjut, Fadjry menegaskan, kerjasama yang dilakukan sebagai tindak lanjut atas banyaknya permintaan dari jajaran pemerintah daerah dan masyarakat luas terhadap hasil olahan produk eucaliyptus ini.

"Kita bertemu dengan mitra yang melisensi beberapa produk kita, seperti inhaler, roll on dan yang kalung. Produk ini yang paling banyak diminta, banyak gubenur dan bupati hampir se-Indonesia minta, karena ini bisa jadi jimat anti korona," ungkapnya.

Fajdjry menambahkan, langkah menggandeng mitra usaha ini sebagai upaya perbanyakan produk. Dibutuhkan produksi dalam bentuk massal bagi masyarakat, dengan menggandeng perusahaan yang berpengalaman dan memiliki reputasi tinggi untuk menyerap hasil produksi petani.

"Harapannya mitra kami jni dapat menyerap hasil petani kita. Seperti petani dari Lampung dan Medan yang sudah mengembangkan beberapa jenis eucalyptus. Uji efektivitas produk yang ada, harapannya mendorong agar produk ini segera produksi massal Pharma," ujar dia.


BUMN Farmasi Bahu Membahu Percepat Penemuan Vaksin Corona

Menteri BUMN, Erick Thohir (kiri) bersama Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (kanan) mengikuti rapat dengan Komisi VI DPR, di kompleks Parlemen, Senin (2/12/2019). Rapat membahas Penyertaan Modal Negara (PMN) pada Badan Usaha Milik Negera tahun anggaran 2019 dan 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Terkait produksi vaksin corona (COVID-19) PT Bio Farma (Persero) menyatakan telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berhubungan dengan sampel virus corona yang sudah ada di dalam negeri. Nantinya, sampel tersebut akan menjadi bahan baku produksi vaksin corona.

Honesti Basyir, Direktur Utama Bio Farma mengungkapkan bahwa proses pembuatan vaksin tersebut secara klinis memang cukup kompleks dan diakui memakan waktu panjang jika dimulai dari nol.Meskipun sampel telah diterima masih diperlukan langkah penelitian untuk memastikan virus tersebut layak digunakan menjadi vaksin. 

"Kemarin sudah dipanggil Menteri Kesehatan Pak Terawan dan akan berjanji akan berikan sampel jadi bisa proses bikin vaksin bisa dimulai. Tapi gak bisa dipercepat liat kondisi virus dan prosesnya," kata Honesti.

Mengingat proses pembuatan vaksin yang rumit dan memakan waktu tersebut ia menginstruksikan perusahaan untuk melakukan koordinasi dengan lembaga penelitian di dalam dan luar negeri untuk memamntau sejauh mana proses penelitian vaksin ini dilakukan.

Hal tersebut penting untuk meminimalisir riset berulang, jadi jika proses di lembaga riset lain telah dilakukan, maka perusahaan tinggal melanjutkan proses lainnya yang dipastikan akan sangat mempersingkat proses produksi vaksin.

Belum lagi Bio Farma juga membutuhkan adanya emergency policy dari Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab dari adanya kebijakan ini diperkirakan akan memangkas waktu produksi hingga bisa dikonsumsi masyarakat selama 3-5 tahun.

"Di WHO ini bisa digunakan dulu sebelum clinical trial, jadi kalau bisa ada emergency policy, trial ini kita yakin bisa diperpendek penemuan vaksin ini," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya