Liputan6.com, Jakarta Sepekan jelang lebaran, seorang pedagang daging sapi mencampur dagangannya dengan daging babi hutan atau celeng ditangkap polisi. Dia menjual dagangannya itu di pasar Bengkok, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.
Pedagang menjual daging oplosan dengan harga miring, Rp 70 ribu per kilogramnya. Padahal harga daging sapi di pasaran berkisar Rp 110 ribu hingga Rp 120 ribu per kilogramnya.
Advertisement
"Pelaku menggunakan istilah daging impor agar pembeli percaya daging tersebut adalah daging sapi yang murah," ujar Kapolres Metro Tangerang, Kombes Pol Sugeng, dalam konferensi pers, Senin (18/5/2020).
Tersangka adalah A bin S selalu meyakinkan berkali-kali kepada pembelinya, bila ada yang terus-terusan menginterogasinya, kenapa dia menjual dengan harga miring. Selain dijual dengan harga murah, A ternyata mendapat daging celeng tersebut jauh lebih murah dari harga yang dia edarkan.
"Dia dapat daging babi hutan dari tersangka RMT (30), dengan harga Rp 35 ribu perkilogramnya. Dia beli ke RMT ini sejak Maret sampai Mei," kata Kapolres.
Sugeng menjelaskan, A diamankan polisi berawal dari laporan Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kota Tangerang yang menemukan adanya penjualan daging sapi dicampur daging babi. Kemudian tim gabungan Sat Reskrim Polres Metro Tangerang Kota bersama DKP Kota Tangerang melakukan penangkapan.
"Penangkapan pada hari Sabtu 16 Mei, pukul 05.30 di pasar Bengkok, Pindang Kota Tangerang," ujar Sugeng.
Pelaku dengan inisial A dan RMT diamankan di tempat yang berbeda. A diamankan bersama barang bukti 100 kilogram daging yang merupakan campuran dari 36,6 kilogram daging celeng dan 65,3 kilogram daging sapi yang siap dijual.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terancam 5 Tahun Penjara
Selain mengamankan barang bukti di lapangan, polisi juga berhasil menyita 500 kilogram daging babi hutan dari RMT, berikut satu unit mobil Toyota Rush Nomor Polisi B-1729-VOI untuk mengangkut daging dan HP Samsung.
Kedua tersangka kini ditahan di Polres Metro Tangerang dan dikenakan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
"Pelaku dikenakan pasal 91A juncto PAsal 58 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Undang-Undang perlindungan Konsumen," ujar Sugeng.
Advertisement