HEADLINE: Skenario The New Normal BUMN, Bagaimana Kesiapan Protokolnya?

BUMN telah menyiapkan protokol tatanan kehidupan yang baru atau The New Normal. Bagaimana pelaksanaannya? Siapkah dijalankan dalam waktu dekat ini?

oleh Arthur GideonMaulandy Rizky Bayu KencanaAthika RahmaTira SantiaPipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Mei 2020, 11:42 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat bersama DPR di Ruang Pansus B Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Rapat tertutup tersebut membahas antisipasi skema penyelamatan perbankan akibat COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Covid-19 mengubah tatanan hidup manusia. Kita menghadapi situasi mirip perang yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Dengan musuh yang tak terlihat, misterius, namun jelas mematikan. 

Jumlah kasus positif virus corona terus meningkat di banyak negara, tanpa dibarengi obat mujarab, sementara vaksin butuh waktu untuk dikembangkan. Krisis yang diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu dekat memaksa kita beradaptasi dengan perubahan. Penduduk Bumi pun sedang memasuki masa transisi yang masif, menuju the new normal.

Situasi 'new normal' ditandai penyesuaian pola hidup dan interaksi sosial dalam bekerja, bersekolah, beribadah dan juga kegiatan lainnya. Perubahan tatanan tersebut juga terjadi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menteri BUMN Erick Thohir pun mengeluarkan skenario tahapan pemulihan kegiatan BUMN sebagai langkah antisipasi. 

Dalam Surat Edaran Menteri BUMN Nomor S-336/MBU/05/2020 tanggal 15 Mei 2020 tentang Antisipasi Skenario The New Normal BUMN terdapat lima fase pembukaan kegiatan BUMN secara bertahap, perlahan dan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Fase tersebut, yakni:

Fase 1 pada 25 Mei 2020, di mana rilis protokol perlindungan karyawan, pelanggan, pemasok, mitra bisnis dan stake holder lainnya dikeluarkan. Lalu, pegawai BUMN usia 45 tahun ke bawah kembali masuk kantor, sementara usia 45 tahun ke atas diperkenankan kerja dari rumah (work from home).

Lalu, sektor industri dan jasa juga kembali dibuka secara terbatas. Pabrik, pengolahan, pembangkit, hotel dibuka dengan sistem shifting dan pembatasan karyawan masuk. Mal belum diperbolehkan dibuka, dan orang-orang dilarang berkumpul.

Fase 2 pada 1 Juni 2020, mal dan ritel sudah boleh dibuka kembali dengan batasan jumlah pengunjung dan jam buka. Untuk restoran ritel dan restoran hotel masih belum dibuka.

Kemudian, dalam fase ini juga, berkumpul boleh dilakukan di area outdoor dengan batasan jarak 2 meter dan kapasitas maksimum 20 orang saja.

Fase 3 yaitu 8 Juni 2020, tempat wisata sudah diperbolehkan dibuka kembali, dengan layanan online dan pembatasan kontak fisik. Jumlah pengunjung dibatasi, dan seluruh kegiatan harus sesuai dengan protokol kesehatan.

Pada fase ini, institut pendidikan juga diperbolehkan dibuka kembali, dengan pengaturan jumlah siswa serta jam masuk dengan sistem shifting sesuai dengan kapasitas ruang.

Fase 4, yang jatuh pada 29 Juni 2020, seluruh kegiatan ekonomi mulai dibuka, dengan catatan penambahan kapasitas operasi dengan protokol kesehatan superketat dan mematuhi kriteria penyebaran pandemi masing-masing daerah.

"Pembukaan secara bertahap restoran, kafe, fasilitas kesehatan, tetap dengan protokol kesehatan yang ketat," demikian tertulis dalam Surat Edaran.

Tempat ibadah juga kembali dibuka, area outdoor dapat dimanfaatkan untuk berkumpul serta mulai diterapkannya kembali perjalanan dinas sesuai dengan prioritas dan urgensi.

Fase 5 jatuh pada 13 dan 20 Juli 2020, lebih fokus pada evaluasi pembukaan kegiatan seluruh sektor menuju skala normal, secara bertahap.

Diharapkan, awal Agustus 2020, operasional seluruh sektor menuju normal berjalan dengan baik dan tetap mempertahankan protokol kesehatan dan kebersihan yang ketat. 

Infografis Kajian The New Normal ala BUMN. (Liputan6.com/Abdillah)

Masih Sebatas Kajian

Deputi Bidang SDM, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN Alex Denni memaparkan, arahan Menteri Erick Thohir agar BUMN segera menyiapkan antisipasi menghadapi The New Normal tersebut merupakan pedoman untuk menyiapkan protokol The New Normal.

"Jadi yang teman-teman lihat tanggal-tanggal itu, itu bukan instruksi. Tapi sebagai pedoman umum bagi BUMN menyiapkan protokol menghadapi The New Normal," kata Alex dalam konferensi pers virtual, Senin (18/5/2020).

Sehingga dapat dikatakan, skenario pemulihan kegiatan tersebut bukan sebuah jadwal paten, melainkan sebuah kajian.

Layaknya sebuah pedoman umum, tidak ada kewajiban bagi yang ditujukan untuk mengikuti timeline jika memang ada beberapa faktor yang berbenturan, misalnya skenario kebijakan nasional dan aturan di daerah, yang secara periodik akan dievaluasi.

"Antar daerah beda-beda, misalnya di Jawa Barat, ada langkah yang sudah dilakukan Pak Gubernur," jelas Alex.

Ia melanjutkan, definisi The New Normal yang dimaksud ialah sebuah kondisi kehidupan normal yang baru, bukan kembali kepada kenormalan yang sebelumnya.

Dalam the New Normal, ada beberapa perubahan perilaku yang dilakukan masyarakat, misalnya menerapkan protokol kesehatan.

"Dalam konteks ini BUMN harus jadi role model menggerakkan masyarakat menuju The New Normal. BUMN ini lokomotif jadi mudah-mudahan masyarakat bisa segera masuk The New Normal secara alamiah tanpa intervensi keputusan," jelas dia.

Sementara, protokol yang disiapkan merupakan hasil dari diskusi dan sharing antar BUMN yang rutin dilakukan dalam suatu community of practice. Kata Alex, setiap BUMN sudah memiliki protokolnya masing-masing.

Nantinya, protokol tersebut akan terus dievaluasi dan disesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Kemudian, tiap BUMN juga diarahkan untuk segera membentuk task force dengan referensi dari kajian kebijakan nasional.

"Dengan itu makanya BUMN memastikan sebelumnya sudah siap, jadi kalau nanti 1 Juni dibuka, kita sudah punya protokol seminggu sebelum itu. Kita bukan nyelonong, tapi menyesuaikan dan mempersiapkan," jelasnya.

Bahkan, khusus untuk BUMN yang bergerak di bidang consumer seperti bank dan transportasi, kemungkinan akan ada protokol yang lebih ketat mengingat usaha di bidang tersebut pasti melibatkan banyak orang.

"Sedang kami review, ada yang perlu diketatkan ada yang tidak, nanti kaitannya dengan produktivitas juga. Dalam konteks ini akan ada pembatasan kapasitas," tutupnya.

 

Tonton Video Ini


BUMN Bersiap

Pertamina EP Asset 4

Sebagian besar BUMN pun langsung bersiap menyikapi tatanan baru atau The New Normal tersebut. BUMN pun mulai menyiapkan protokol untuk melindungi pekerjanya. Untuk BUMN yang bersentuhan dengan masyarakat juga melakukan hal yang sama.

Salah satunya adalah PT Pertamina (Persero) yang mulai mempersiapkan diri menyusun protokol The New Normal untuk perlindungan operasional kepada pekerja, pelanggan, mitra dan pemasok selama bekerja baik di dalam maupun di luar wilayah operasi.

"Pertamina sedang mempersiapkan penyusunan protokol untuk mengantisipasi skenario The New Normal di seluruh lini kegiatan operasional baik di hulu, pengolahan, distribusi hingga pelayanan di SPBU di seluruh Indonesia," ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Senin (18/5/2020).

Untuk skenario yang akan dimulai pada 25 Mei 2020 mendatang tersebut, Pertamina menyiapkan protokol. Di antaranya terkait kewajiban penggunaan masker, sterilisasi lingkungan kerja, maupun pemeriksaan kesehatan dan tracking kondisi pekerja.

"Juga terkait pengaturan kehadiran pekerja di kantor dan di daerah operasi, pengaturan pertemuan dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi dan digitalisasi, maupun pengaturan pelayanan kepada pelanggan dengan physical distancing maupun mendorong penggunaan digital payment melalui aplikasi MyPertamina," terangnya.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk juga telah menerapkan serangkaian protokol khusus untuk memulai skenario The New Normal di masa pandemi virus Corona Covid-19. Penyusunan protokol tersebut telah dilakukan unit Business Continuity Management (BCM) sebagai task force Covid-19.

Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar mengatakan, protokol tersebut saat ini telah disosialisasikan melalui kanal media komunikasi Bank Mandiri di seluruh kantor-kantor utama maupun cabang yang tersebar di Indonesia maupun negara lain.

"Protokol yang telah diterapkan antara lain penggunaan masker oleh karyawan, thermogun untuk mengetahui suhu tubuh nasabah, tamu dan karyawan, penempatan hand sanitizer, penggunaan sarung tangan dan masker oleh pegawai front office, penyediaan antar jemput pegawai, posko kesehatan, memasang jarak antrean antar nasabah, serta memasang penyekat meja acrilyc di teller dan customer service," jelasnya.

Royke menyatakan, Bank Mandiri juga melakukan penyemprotan disinfektan di cabang dan kantor utama secara berkala agar tidak mengganggu pelayanan dan mengatur jarak antrean di kantor cabang.

BRI juga akan segera menyusun usulan skenario implementasi The New Normal untuk bidang perbankan. "Ini merupakan buttom-up approach yang dilakukan kementerian untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterbitkan nantinya akan benar-benar applicable," kata Direktur Utama BRI Sunarso.

Sunarso juga memastikan bahwa BRI akan melaksanakan operasional bisnisnya di tengah The New Normal, dilengkapi dengan protokol perlindungan dan kesehatan yang memadai dengan tetap mengutamakan keselamatan pekerja dan nasabahnya (people’s first).

Tak mau ketinggalan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI juga menyiapkan protokol untuk melaksanakan skenario The New Normal di lingkungan KAI. “Saat ini kami sedang mempersiapkan protokol untuk mengantisipasi skenario penerapan The New Normal di KAI," ujar Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo.

Selain protokol untuk pelayanan kepada pelanggan, protokol juga akan mengatur pekerja berusia di bawah 45 tahun untuk masuk kantor seperti biasa namun tetap memperhatikan aturan PSBB di masing-masing wilayah kerja.

"Meskipun sebagian karyawan yg berusia di atas 45 tahun masih WFH, termasuk pembagian WFO secara bergantian dan disiplin phisycal distancing, namun kami tetap berkomitmen untuk menjaga produktivitas seluruh pekerja KAI," kata dia.

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom menyatakan siap untuk mengimplementasikan skenario The New Normal di lingkungan kerja BUMN. Terkait arahan untuk membentuk Task Force Penanganan Covid-19, TelkomGroup pun membentuk satuan tugas internal khusus untuk penanganan Covid-19.

Direktur Utama Telkom, Ririek Adriansyah mengatakan bahwa Telkom berkomitmen penuh untuk mendukung segala upaya KBUMN maupun pemerintah dalam menanggulangi dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

"Telkom secara proaktif terus melakukan berbagai kegiatan preventif bagi karyawan di lingkungan kerja, baik yang bekerja di kantor maupun yang bekerja dari rumah, yang keseluruhannya diawasi secara kontinyu melalui satuan tugas yang dibentuk untuk penanganan pandemi virus ini," ujar Ririek.

 


Baik dan Buruk

Foto udara kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (3/5/2020). Pemprov DKI Jakarta telah menutup sementara 126 perusahaan yang melanggar Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, menilai bahwa skenario the New Normal ini merupakan jalan terbaik untuk menyelamatkan perekonomian dari dampak virus Corona.

Alasannya, pemerintah tak bisa terus ngotot melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di sisi lain, ia mengatakan, pemerintah juga tidak bisa berlama-lama membatasi dunia usaha.

"Kalau dunia usaha terus tidak diizinkan beraktivitas, dan tanpa bantuan dari pemerintah, mereka bisa kolaps, yang berujung kepada permasalahan sosial, pengangguran dan kemiskinan," ungkapnya kepada Liputan6.com, Senin (18/5/2020).

"Kita juga akan menghadapi krisis keuangan perbankan. Jadi permasalahannya bisa menjadi sangat kompleks," dia menegaskan.

Oleh karenanya, Piter cenderung lebih mendukung pemerintah untuk melonggarkan aktivitas ekonomi dengan meningkatkan prosedur kesehatan.

"Percuma kita melakukan PSBB kalau tidak diiringi dengan penegakkan disiplin masyarakat. Sementara dengan PSBB kegiatan ekonomi hampir terhenti," cibir dia.

Adapun dengan dibukanya tahap PSBB dan memulai hidup dalam fase new normal, tak sedikit masyarakat yang khawatir bahwa Indonesia akan kembali terserang krisis pandemi jilid II. Kondisi tersebut dianggap akan semakin melumpuhkan kegiatan perekonomian.

Namun begitu, Piter mengatakan kelumpuhan ekonomi juga akan tetap berkepanjangan dan tak terobati dengan diberlakukannya PSBB.

"Pertama karena PSBB-nya tidak dilaksanakan secara disiplin. Kedua ada pandangan bahwa selama belum ditemukan vaksin maka permasalahan wabah belum akan selesai," ujar dia.

Berbeda, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai, menerapkan skema new normal di tengah masa penyebaran wabah virus corona ini masih terlalu dini.

Pemerintah seharusnya lebih fokus untuk menekan angka kematian dan pasien terdampak akibat corona. Jika itu berhasil dilakukan, negara disebutnya baru bisa memulai tahap new normal.

"Idealnya pemerintah belajar dari Vietnam. Ketika kurva sudah flat dan angka kematian 0 baru lockdown dilonggarkan. Disitu pelaku usaha dan konsumen akan recovery lebih cepat," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (18/5/2020).

"Jadi jangan tanggung dengan indikator kesehatan yang tidak jelas," Bhima menekankan.

Potensi biaya kesehatan yang naik akibat pelonggaran yang belum pada saatnya juga perlu dicermati. Terlebih saat ini biaya iuran BPJS Kesehatan juga telah meningkat.

"Biaya ini kan ditransfer ke masyarakat juga dalam bentuk kenaikan iuran BPJS kesehatan. Jadi ada biaya kesehatan yang perlu dipikirkan pemerintah ketika melonggarkan PSBB," imbuh dia.

Di sisi lain, sebagian masyarakat saat ini juga dianggapnya menjadi ragu untuk kembali beraktivitas lantaran khawatir akan keselamatan diri.

"Khususnya ini terjadi pada kelas menengah dan atas yang kontribusi pengeluarnya mencapai 83 persen dari total pengeluaran nasional. Mereka mau belanja takut ada virus," jelas dia.

Kekhawatiran tersebut dinilai wajar lantaran berpotensi semakin melumpuhkan perekonomian nasional. "Gelombang kedua bisa lebih bahaya. Akan lebih mahal biaya ekonomi dan kesehatan," tegasnya. 


Dibantu Restrukturisasi

Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Gita Wirjawan, mengatakan The New Normal yang dilakukan BUMN masih harus dibantu dengan restrukturisasi.

"Kalau menurut saya semua debitur-debitur diperbankan, dan kalau mereka tidak dibantu dengan restrukturasi, termasuk yang karya-karya, termasuk PTPN, termasuk perusahaan transportasi baik itu Garuda, Angkasa Pura, itu mereka ratusan triliun utangnya diperbankan nasional, dan ini harus dibantu dengan restrukturasi," kata Gita kepada Liputan6.com, Senin (18/5/2020).

Meskipun, saat ini akses perusahaan transportasi milik BUMN sudah mulai dibuka kembali, namun menurutnya tetap saja kapasitasnya tidak full seperti biasanya, karena masih ada kekhawatiran terhadap kesehatan, walaupun sudah dilakukan penerapan protokol kesehatan.

Tetap saja dengan masih menurunnya jumlah penumpang, maka penghasilan yang diperoleh perusahaan BUMN tersebut masih rendah, sehingga masih belum bisa membayar cicilan utang.

"Balik lagi bagaimana kita bisa menangani restrukturasi terhadap utang-utang atau pinjaman yang sudah problem termasuk BUMN dan non-BUMN, khususnya UMKM. Ini sudah 25 persen dari seluruh utang, yakni Rp 1.500 triliun, kan total utang luar negeri Indonesia 2020 mencapai Rp 6.000 triliun, dan itu besar sekali porsi BUMN di situ," jelasnya.

Oleh karena itu, jaminan yang diberikan pemerintah untuk perbankan penting sekali untuk dilakukan restrukturasi segera, kalau tidak perusahaan BUMN yang memiliki utang sudah mulai pincang, dan mulai lumpuh. Kalau sudah lumpuh mereka tidak akan bisa lari dan bersaing.

Maka definisi The New Normal menurut Gita yakni perusahaan BUMN dibantu dengan penanganan restrukturasi pada pinjaman mereka, secara cepat dan masif supaya mereka bisa bersaing.

"Apakah kita mau new normal yang penuh dengan kelumpuhan atau new normal yang penuh dengan daya saing yang tinggi. Harus cepat dibantu dengan restrukturisasi di perbankan, dan restrukturisasi itu bukan hanya diperpanjang utangnya, dan keringanan saja, tapi juga harus diberikan modal kerja. Karena banyak perusahaan BUMN yang tidak mendapatkan pendapatan dan tidak bisa bayar gaji," ungkapnya.

Mantan Menteri Perdagangan periode 2011–2014 itu menegaskan, apabila mereka (BUMN) dibantu dengan restrukturasi maka mereka akan siap, kalau tidak dibantu mereka tidak akan siap.

Selain itu, ia mengatakan pandemi Covid-19 ini masih akan mempengaruhi perekonomian Indonesia minimum 6 bulan ke depan, serta masih terpengaruh oleh ketidakpastian.

"Selama ada ketidakpastian pasti dunia usaha akan terpengaruh secara negatif, karena bisnis mengenai kepastian," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya