Harga Minyak Melonjak ke Level Tertinggi dalam 2 Bulan

Saat ini pasar minyak memang tengah berada di jalur pemulihan namun cukup lambat. Harga minyak pun mulai terdongkrak.

oleh Arthur Gideon diperbarui 19 Mei 2020, 09:00 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni melonjak lebih dari 8 persen pada perdagangan Senin, satu hari menjelang berakhirnya kontrak, karena pengurangan produksi dan pelonggaran aturan lockdown di beberapa negara.

Harga minyak WTI untuk pengiriman Juni ini bahkan sempat membukukan kenaikan hingga 13 persen pada sesi perdagangan ini.

Analis Senior Rystad Energy’s Paola Rodriguez Masiu menjelaskan, produsen minyak secara signifikan mengurangi kembali produksi. Selain itu juga adanya peningkatan permintaan. Saat ini pasar minyak memang tengah berada di jalur pemulihan namun cukup lambat.

“Dihadapi dengan sedikit permintaan dan harga rendah yang tidak menarik, pembatasan produksi datang lebih cepat dan lebih dalam daripada yang diperkirakan sebelumnya.” jelas dia.

Mengutip CNBC, harga minyak WTI yang merupakan patokan di AS naik USD 2,39 atau 8,12 persen menjadi USD 31,82 per barel. Sebelumnya di sesi itu harga minyak WTI sempat diperdagangkan di USD 33,32 per barel.

Sedangkan patokan internasional, harga minyak mentah Brent, yang telah bergulir ke kontrak Juli, naik 7,11 persen ke kevel USD 34,81 per barel.

Lompatan harga pada perdagangan Senin ini sangat kontras dengan kondisi satu bulan lalu ketika, pada hari terakhir kontrak untuk pengiriman Mei berakhir. Saat itu, harga minyak jatuh di bawah nol dan masuk ke wilayah negatif untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Hal tersebut terjadi dengan kondisi sebagian besar negara masih menjalankan kebijakan lockdown dan kilang-kilang penyimpanan terisi dengan sangat cepat karena tak ada pembatasan produksi.


Perdagangan Sebelumnya

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Pada perdagangan sebelumnya, harga minyak mentah AS melonjak ke level tertinggi sejak Maret pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu waktu Jakarta), di tengah menguatnya permintaan bahan bakar karena negara-negara di seluruh dunia melonggarkan pembatasan perjalanan yang telah diberlakukan untuk mengekang penyebaran virus corona.

Dikutip dari Antara, Sabtu (16/5/2020), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni berakhir naik USD 1,87 atau 6,8 persen menjadi USD 29,43 per barel, mundur dari sesi tertinggi USD 29,92, tertinggi sejak pertengahan Maret. WTI juga melonjak 9,0 persen di sesi sebelumnya.

Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juli naik USD 1,37 atau 4,4 persen menjadi menetap di USD 32,50 per barel. Brent naik hampir tujuh persen pada sesi perdagangan pada Kamis 14 Mei 2020.

Selama sepekan, harga minyak mentah AS (WTI) melonjak 19,7 persen dan minyak mentah Brent naik 5,2 persen setelah diguyur dengan berita-berita bullish. Kedua kontrak meningkat untuk minggu ketiga berturut-turut. 

Kontrak bulan kedua untuk minyak mentah AS diperdagangkan dengan diskon ke bulan pertama untuk pertama kali sejak akhir Februari, menyiratkan ketatnya pasar, kata Bob Yawger, direktur berjangka energi di Mizuho di New York.

"Bukan kebetulan spread berubah setelah penyimpanan minyak mentah EIA, dan penyimpanan di situs pengiriman NYMEX di Cushing, keduanya mencatat peningkatan penarikan penyimpanan pertama mereka dalam beberapa minggu dalam laporan penyimpanan Rabu (13/5/2020)," katanya.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen besar lainnya telah memotong produksi untuk mengurangi kelebihan pasokan, dan sekarang ada juga tanda-tanda peningkatan permintaan. Data menunjukkan penggunaan minyak mentah harian China rebound pada April karena kilang-kilang meningkatkan operasi.

Namun, pasar tetap berhati-hati dengan pandemi virus corona yang masih jauh dari selesai dan klaster-klaster infeksi baru muncul di beberapa negara di mana penguncian telah diperlonggar.

"Harga minyak telah naik secara signifikan sejak kemarin berkat penilaian situasi yang lebih baik oleh Badan Energi Internasional (IEA)," kata Commerzbank dalam sebuah catatan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya