Liputan6.com, Jakarta World Health Organization mengutuk konsep herd immunity sebagai cara penanggulangan COVID-19. Menurut mereka, strategi tersebut berbahaya.
Michael Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan kesehatan WHO mengatakan dalam konferensi pers di Jenewa bahwa salah jika negara berpikir mereka bisa membuat populasi secara ajaib kebal terhadap COVID-19.
Advertisement
"Manusia bukan kawanan ternak, dengan demikian, konsep kekebalan kelompok umumnya dicadangkan untuk menghitung berapa banyak orang yang perlu divaksinasi serta populasi untuk menghasilkan efek tersebut," kata Ryan seperti dikutip dari Independent pada Selasa (19/5/2020).
Ryan mengatakan bahwa penerapan konsep ini, terutama pada negara-negara yang lemah, adalah perhitungan yang sangat berbahaya.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Prioritas yang tepat
Ryan mengatakan, negara yang bertanggung jawab akan menghargai setiap naggota masyarakat dan berusaha melakukan apa pun untuk melindungi kesehatan, ekonomi, serta hal-hal lainnya.
"Kita perlu mendapatkan prioritas yang tepat saat kita memasuki fase selanjutnya dari pertarungan ini," kata Ryan seperti dikutip dari Telegraph.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), herd immunity adalah situasi ketika proporsi populasi yang cukup kebal terhadap penyakit menular (baik lewat vaksinasi dan/atau antibodi infeksi sebelumnya), membuat penularan antar manusia kemungkinan berhenti.
Sehingga, akan ada herd immunity dari vaksinasi atau orang yang sudah terinfeksi dan sembuh, sehingga lebih sedikit orang yang bisa tertular karena penyebaran virus antar manusia cukup sulit.
Advertisement
Biasa Digunakan untuk Merencanakan Vaksinasi
Maria Van Kerkhove dari WHO mengatakan bahwa saat ini, proporsi orang dengan antibodi rendah.
"Dan ini yang penting, karena Anda menyebut kata ini 'herd immunity' yang biasanya merupakan frasa yang digunakan saat Anda berpikir tentang vaksinasi," ujar Kerkhove.
"Anda pikir berapa jumlah populasi yang perlu memiliki kekebalan untuk dapat melindungi sisa populasi? Kita tidak tahu persis level yang dibutuhkan untuk COVID-19. Namun tentu saja, harus lebih tinggi dari apa yang kita lihat dalam studi seroprevalensi," kata Kerkhove.
Seroprevalensi ini mengauc pada tingkat patogen dalam suatu populasi sebagaimana diukur dalam serum darah. "Apa yang ditunjukkan oleh studi sero-epidemiologis kepada kami adalah ada sebagian besar populasi yang tetap rentan," ujarnya.