Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga 11 Mei 2020 sebanyak 90 bank sudah melakukan restrukturisasi kredit. Dari jumlah bank tersebut, total nilai outstanding mencapai Rp391,18 triliun.
"Terdapat 90 bank yang sudah menerapkan restrukturisasi untuk 4,33 juta debitur dengan outstanding sebesar Rp391,18 triiliun," ujar Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana, Jakarta, Selasa (19/5).
Sejauh ini, kata Heru nasabah yang paling banyak melakukan restrukturisasi kredit adalah debitur Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM). Total keringanan kredit untuk sektor UMKM mencapai Rp190,30 triliun.
Baca Juga
Advertisement
"Di mana di antaranya 3,76 debitur merupakan UMKM dengan outstanding Rp190,30 triliun," jelas Heru.
Dia menambahkan, OJK masih mendapatkan laporan bahwa masih ada debitur yang belum sepenuhnya mendapatkan bantuan keringanan kredit. Hal ini menjadi wewenang perbankan yang meneliti profil debitur.
"Memang ada beberapa bank yang masih memilah-milah ini. Karena kondisi bank dan kondisi debiturnya berbeda beda. Mungkin nasabahnya juga tidak memerlukan restruktursasi," papar Heru.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
The New Normal BUMN Perlu Dibantu dengan Restrukturisasi Kredit
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Gita Wirjawan, mengatakan The New Normal yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih harus dibantu dengan restrukturisasi.
“Kalau menurut saya semua debitur-debitur diperbankan, dan kalau mereka tidak dibantu dengan restrukturasi, termasuk yang karya-karya, termasuk PTPN, termasuk perusahaan transportasi baik itu Garuda, Angkasa Pura, itu mereka ratusan triliun utangnya diperbankan nasional, dan ini harus dibantu dengan restrukturasi,” kata Gita kepada Liputan6.com, Senin (18/5/2020).
Meskipun, saat ini akses perusahaan transportasi milik BUMN sudah mulai dibuka kembali, namun menurutnya tetap saja kapasitasnya tidak full seperti biasanya, karena masih ada kekhawatiran terhadap kesehatan, walaupun sudah dilakukan penerapan protokol kesehatan.
Tetap saja dengan masih menurunnya jumlah penumpang, maka penghasilan yang diperoleh perusahaan BUMN tersebut masih rendah, sehingga masih belum bisa membayar cicilan hutang.
“Balik lagi bagaimana kita bisa menangani resktrukturasi terhadap utang-utang atau pinjaman yang sudah problem termasuk BUMN dan non-BUMN, khususnya UMKM. Ini sudah 25 persen dari seluruh utang, yakni 1500 triliun, kan total utang luar negeri Indonesia 2020 mencapai 6000 triliun, dan itu besar sekali posrsi BUMN di situ,” jelasnya.
Oleh karena itu, jaminan yang diberikan pemerintah untuk perbankan penting sekali untuk dilakukan restrukturasi segera, kalau tidak perusahaan BUMN yang memiliki hutang sudah mulai pincang, dan mulai lumpuh. Kalau sudah lumpuh mereka tidak akan bisa lari dan bersaing.
Advertisement