Liputan6.com, Jakarta - Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) baru-baru ini menyatakan sikap tidak anti investasi dan sepakat hambatan-hambatan dalam perizinan investasi harus diberantas. Sikap tersebut mendapat tanggapan dari Pakar Ketenagakerjaan Indonesian Consultant at Law (IClaw) Hemasari Dharmabumi.
Hemasari menilai seharusnya serikat pekerja mendukung penciptaan lapangan kerja melalui omnibus law RUU Cipta Kerja. Menurutnya, serikat pekerja tidak bisa anti terhadap investasi dan upaya menciptakan lapangan pekerjaan.
“Serikat pekerja tidak bisa anti terhadap investasi. Kenapa? Karena gerakan mereka itu gerakan industrialis. Artinya serikat pekerja ada, kalau industrinya ada. Ya kan mereka kan bukan partai komunis sosialis segala macam. Mereka itu serikat pekerja lho. Serikat pekerja itu ada, kalau pekerjaan ada. Serikat pekerja itu hidup, kalau pabrik-pabrik hidup,” kata Hemasari, Selasa (19/5/2020).
Senior Expert, Researcher, Human Right Issues Consultant ASEAN ini mengatakan, menjadi sangat aneh apabila serikat pekerja tidak mendukung upaya pemerintah mengurangi pengangguran. Padahal, menurut Hemasari, tingginya angka pengangguran mempengaruhi posisi tawar dari serikat pekerja dalam berunding menegosiasikan pendapatan (gaji) kepada perusahaan.
Baca Juga
Advertisement
“Nah itu yang kadang-kadang oleh teman-teman tidak terlalu dipikirkan. Memang menjadi kepentingan mutlak bagi serikat pekerja untuk mendukung pemerintah menciptakan banyak lapangan kerja biar pengangguran berkurang. Kalau udah tidak ada maka si pekerja itu punya bargaining position yang sangat tinggi,” kata Hemasari.
“Susah naikin gaji kalau gaji tinggi pabrik-pabrik bilang kamu kalau mau kerja di saya ayo setengahnya dari upah minimum, kalau tidak mau dibayar segitu ya tidak masalah masih banyak yang mau. Tapi artinya orang-orang ini bakal sulit mendapat pekerjaan dan menerima upah seberapapun. Karena pesaingnya, tingkat penganggurannya sangat tinggi,” tambah Hemasari.
Menurut Hemasari, serikat pekerja seharusnya bisa memanfaatkan omnibus law RUU Cipta Kerja untuk meminta pemerintah memberikan proteksi lebih terhadap fungsi-fungsi serikat pekerja.
“Nah yang harus dilakukan serikat pekerja itu adalah meminta pemerintah untuk menjamin hak dan kebebasan berserikat terutama hak untuk menegosiasikan kesejahteraannya ini. Sehingga, kesejahteraan pekerja nanti adalah hasil negosiasi bukan dari hasil penetapan pemerintah,” kata Hemasari.
Kesejahteraan Pekerja
Hemasari menjelaskan menurut UU Ketenagakerjaan dan UU Serikat Pekerja, kesejahteraan pekerja menjadi tugas dan urusan dari serikat pekerja/buruh bukan pemerintah. Pemerintah, kata Hemasari, hanya memiliki tugas menetapkan upah minimum sebagai safety net.
“Nah tugas siapa untuk di atas safety net supaya buruh sejahtera? Sebetulnya itu tugas serikat buruh. Karena itu kalau serikat buruh menuntut kesejahteraan masuk UU atau ditetapkan oleh pemerintah lewat upah minimum itu sebetulnya salah kaprah. Seharusnya serikat buruh itu untuk kesejahteraan, dia yang bertugas. Caranya bagaimana? berunding dengan perusahaan masing-masing,” jelas Hemasari.
Hemasari menyayangkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan ditunda. Hemasari berpendapat pemberhentian pembahasan omnibus law ini membuat ekonomi recovery kita nanti akan terlambat.
“Pembahasan omnibus law itu sebelum covid dong. Andai itu sudah selesai tidak banyak ribut, itu akan lebih mudah recovery kita ketika covid itu selesai. Tapi sekarang kan ketika covid selesai pertama kita harus selesaikan dulu UUnya kan. Baru kemudian terbuka untuk investasi masuk. Belum lagi gontok-gontokan sampai dua tahun ini kayaknya kalau dilihat perkembangannya,” kata Hemasari.
“Masyarakat itu akan mulai bertanya nanti, serikat pekerja yang menolak RUU Cipta Kerja itu apa maksudnya ya. Kok menghambat Pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Nah nanti akan mulai ada demo-demo. Ke serikat pekerja aja minta pekerjaannya,” tutup Hemasari.
Advertisement