BPD Restrukturisasi Kredit 139 Ribu Debitur Terdampak Corona

BPD telah melakukan pross analisa dan verifikasi untuk memastikan pemohon restrukturisasi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Mei 2020, 13:15 WIB
BPD Jateng Cabang Blora (Ahmad Adirin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Pembangunan Daerah (BPD) mencatat sebanyak 139.028 debitur telah direstrukturisasi dengan outstanding kredit mencapai Rp 35,9 triliun.

BPD pada umumnya telah melakukan pross analisa dan verifikasi untuk memastikan pemohon restrukturisasi bukan merupakan kredit bermaslah sebelum merebaknya covid-19.

"Kami harus memilah lebih lanjut, jangan sampai ada penumpanmg gelap dalam pelaksanaan proses restrukturisasi yang kami lakukan. Serta menentukan keringanan yang tepat disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi yang bersnagkutan," jelas Sekjend Asbanda/Dirut Bank BJB, Yuddy Renaldi, dalam webinar LIPPI, Selasa (19/5/2020).

Sebagai salah satu langkah mitigasi, lanjut Yuddy, kredit restrukturisasi tersebut juga disertakan penjaminakn ke perusahaan ansuransi. Sebab, dalam rangka restrukturisasi massal seperti saat ini, merupakan hal yangbaru bagi BPD.

"Perlu kita maklumi bahwaa restrukturisasi secara massal banyak BPD yang belum familiar dengan hal tersebut. BPD-pun pada umumnya memiliki hambatan yang serupa dalam pelaksanaan penyelamatan kredit kepada debitur-debiturnya yang terdampak covid-19," kata dia.

Adapun hambatan yang dimaksud, antara lain, banyaknya debitur yang terdampak dan mengajukan permohonan restrukturisasi dalam waktu yang bersaman.


PSBB

Sejumlah kendaraan melintas di ruas jalan protokol di Jakarta, Jumat (10/4/2020). Pemerintah resmi memberlakukan PSBB setelah adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dengan didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedua, lanjut Yuddy, pelaksaan administrasi restrukturisasi di wilayah yang telah ditetapkan PSBB, terlebih terhadap debitur yang berstatus ODP, PDP, dan positif covid-19.

Ketiga, munculnya biaya yang harus dibebankan kepada debitur karena adanya perpanjangan jangka waktu, diantaranya biaya premi ansuransi.

"Ada beberapa pihak ansuransi yang sampai saat ini belum memberikan iformasi resmi mengenai reimbal-jasa khusus bagi debitur terdampak covid-19," ujarnya.

lebnih lanjut, Yuddy berharap relaksasi yang diberikan kepada insustri perbankan segera diimplementasikan pula pada industri keuangan non-bank, misalnya ansuransi. Sebab, dalam realisasinya pihak ansuransi masih menunggu ketentuan dari regulator.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya