Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah kalangan banyak yang menentang kehadiran teknologi pengenalan wajah (facial recognition) karena masalah privasi.
Namun, di China, teknologi pengenalan wajah mempertemukan kembali seorang ibu (keluarga) dengan anaknya yang menjadi korban penculikan 32 tahun yang lalu.
Baca Juga
Advertisement
Mao Yin, korban yang dimaksud, diculik di luar sebuah hotel di Xi'an di provinsi Shaanxi pada 1988 ketika ia masih balita pada usia 2 tahun. Demikian seperti dikutip dari Ubergizmo, Rabu (20/5/2020).
Dia kemudian dijual kepada pasangan yang tidak memiliki anak di provinsi Sichuan. Tiga dekade kemudian, polisi dilaporkan menerima informasi ada seorang pria di Sichuan telah membeli seorang anak dari Shaanxi pada akhir 1980-an.
Informasi tersebut kemudian mendorong polisi untuk memulai penyelidikan. Untuk melakukan penyelidikan, mereka menggunakan teknologi pengenalan wajah.
Menganalisis Foto
Pengenalan wajah dimanfaatkann untuk menganalisis foto lama Mao ketika ia masih kanak-kanak untuk membuat gambar tiruannya sebagai orang dewasa.
Kemudian, mereka mencoba menyamakannya dengan foto saat ini di basis data nasional. Mereka menemukan kecocokan dan berhasil melacak Mao, yang setelah tes DNA mengkonfirmasi identitasnya.
Advertisement
Isak Tangis Pecah
Akhirnya, polisi berhasil menyatukan kembali Mao dengan keluarganya. Selama konferensi yang disiarkan secara langsung, mereka menangis ketika bertemu satu sama lain.
Mao, yang menjalankan bisnis dekorasi rumah di Sichuan, mengatakan dia sekarang akan pindah kembali ke Xi'an untuk tinggal bersama orangtua kandungnya.
Saat ini polisi masih menyelidiki penculikan, dan belum jelas apa yang akan terjadi pada orangtua angkat Mao.
(Isk/Ysl)