Waspadai Penyebaran Corona COVID-19 di Pusat Niaga

Gelombang pertama penularan Corona COVID-19 di Indonesia belum tuntas. Hal itu diungkap ahli epidemiologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Panji Fortuna Hadisoemarto.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Mei 2020, 15:30 WIB
Banner Rapid Test, Tes Massal Virus Corona Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta- Gelombang pertama penularan Corona COVID-19 di Indonesia belum tuntas. Hal itu diungkap ahli epidemiologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Panji Fortuna Hadisoemarto.

Itu berlaku pula untuk di Jawa Barat (Jabar), meski Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah diterapkan.

Panji meminta masyarakat berhati-hati dan waspada akan bahaya penyebaran virus corona covid-19 penyebab penyakit itu di pusat niaga. Apalagi, saat ini banyak warga di beberapa daerah yang tidak mematuhi peraturan kesehatan dengan memenuhi toko pakaian dan pusat niaga lain.

"Gelombang pertama penyebaran virus corona covid-19 yang belum selesai ini juga berpotensi naik drastis jika tidak ada pengetatan PSBB dan malahan ada rencana pelonggaran PSBB di Jawa Barat. Apalagi saat ini sudah banyak warga yang kembali berbelanja untuk keperluan lebaran, ini bisa memperluas penyebaran,” kata Panji dalam keterangan resminya ditulis Selasa, 19 Mei 2020.

 


Toko Baju

Menurut Panji, penyebaran virus di pusat niaga seperti toko baju sangat mudah karena droplet dari pembawa virus (carrier) COVID-19 bisa menempel di permukaan benda-benda yang ada di pusat perniagaan. Jika permukaan benda yang terkena droplet ini disentuh, maka virus dapat berpindah dan menginfeksi orang yang menyentuhnya.

Sehingga potensi penyebaran di pusat niaga masuk kategori tinggi. Contohnya apabila masyarakat menganggap situasi saat ini normal dengan berdesakan di toko baju, toko emas, tanpa mempertimbangkan protokol kesehatan.

"Ini sangat meningkatkan risiko penularan,” ujar Panji.


Pergerakan Masyarakat Jadi Kunci Menekan Kasus COVID-19

Pengendara terjebak kepadatan arus lalu lintas di Jalan Ciledug Raya, Jakarta, Jumat (15/5/2020). Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta mencatat ada 1.100 perusahaan atau kantor di Jakarta melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Panji menambahkan, pergerakan dan kontak anggota masyarakat menjadi kunci dalam menekan kasus COVID-19 di Jabar. Semakin kecil persentase pergerakan masyarakat, pandemi COVID-19 semakin cepat ditanggulangi.

Hal tersebut didapat berdasarkan permodelan yang dia buat. Panji yang membuat beberapa skenario paparan COVID-19 di Jawa Barat yaitu yang pertama, seperti skenario kondisi PSBB sekarang.

"Nampaknya, walau PSBB sudah berhasil menurunkan transmisi, tetapi ada sisa transmisi yang menyebabkan kita masih melihat ada kasus baru setiap hari," jelas Panji.


Tekan Pergerakan

Sebaliknya, jika pergerakan masyarakat tidak dapat ditekan lebih kecil, maka pandemi COVID-19 baru bisa teratasi sampai 3 tahun ke depan.

Untuk itu, Panji merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar agar pergerakan masyarakat terus ditekan.


Ketatkan PSBB

Suasana lalu lintas di Tol Dalam Kota dan Jalan Gatot Subroto, Jakarta, yang macet pada Selasa (19/5/2020). Meski masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih berlangsung, kemacetan lalu lintas masih terjadi di Ibu Kota. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pada dasarnya pemodelan yang dibuat Panji, merekomendasikan bahwa pemerintah harus mengetatkan PSBB dari aturan yang kini diberlakukan. Tujuannya agar penurunan kasus COVID-19 dengan cepat bisa terjadi.

"Intinya, PSBB ini kalau saya simulasikan dengan pengetatan sedikit lagi saja, itu bisa mempercepat habisnya wabah COVID-19 di Jabar bahkan dalam waktu kurang dari satu bulan," beber Panji. (Arie Nugraha)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya