Liputan6.com, Jakarta Pemerintah segera merilis aturan penempatan dana pemerintah di bank anchor (bank jangkar). Penampatan dana tersebut diperluntukkan membantu likuiditas perbankan yang akan melakukan restrukturisasi kepada usaha kecil menengah dan ultra mikro yang terdampak pandemi Virus Corona.
"Penempatan dana dalam bantu perbankan restrukturisasi UMKM. PMK itu sudah selesai dan siap dinomori untuk diundangkan dan semoga begitu selesai praktis libur lebaran sudah operasional," ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara melalui diskusi virtual, Jakarta, Rabu (20/5/2020).
Advertisement
Suahasil menjelaskan, poin penting dari kebijakan tersebut adalah membantu UMKM mendapatkan subsidi bunga. Untuk membantu perbankan, maka harus ada aturan agar penyangga likuiditas lebih terjamin.
"Yang paling penting dari kebijakan pemerintah dalam bantu UMKM tersebut adalah berikan subsidi bunga ke dunia usaha khususnya UMKM. Nah kita nanti akan pantau kalau perbankannya butuh dukungan untuk melakukan restrukturisasi, untuk subsidi bunga," jelasnya.
Dia menambahkan, hingga kini pemerintah masih menghitung totak kebutuhan bank jangkar ini. Namun, dari hitungan Kementerian Keuangan diperkirakan akan mencapai Rp87 triliun.
"Sizenya berapa kemarin di paparan Bu Menteri, kita perkirakan, Rp 87 triliun tapi ini lagi-lagi perkiraan. Jadi belum pasti karena itu adalah kesiapsiagaan dari pemerintah untuk melakukan hal tersebut kalau diperlukan," tandasnya.
Anggun P. Situmorang
Pelaku Industri Perbankan Tunggu Penunjukan Bank Jangkar oleh OJK
Pelaku industri perbankan menunggu langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan menunjuk bank jangkar dalam rangka kebijakan restrukturisasi kredit perbankan di tengah Pandemi Covid-19. Pemerintah telah menyiapkan dana senilai Rp 35 Triliun bagi bank bank yang mengalami kesulitan likuiditas yang akan disalurkan oleh bank jangkar yang akan ditetapkan pemerintah.
"Skema pengucuran dana likuiditas yang ditempuh pemerintah sekarang memang berbeda dengan penanganan yang dilakukan pada masa krisis ekonomi 1998. Likuiditas disalurkan bukan secara langsung oleh BI atau pemerintah tetapi oleh bank jangkar yang akan ditunjuk," kata Kepala Ekonomi BNI Ryan Kiryanto di Jakarta, Senin (18/05/2020).
Penunjukkan bank jangkar atau bank pelaksana penyaluran likuiditas ini akan ditetapkan oleh OJK melalui mekanisme apraisal yang ketat. Setelah dilakukan penilaian oleh OJK kemudian ditentukan bank bank yang layak menjadi bank jangkar atau bank pelaksana.
Ia menyatakan OJK akan menunjuk diantara 15 bank yang memiliki aset terbesar atau bank bank yang masuk dalam Buku 4. Dari 15 bank ini kemudian diseleksi bank bank yang memenuhi persyaratan untuk menyalurkan bantuan kepada bank bank di buku lainnya yang mengalami kesulitan likuiditas dalam rangka program restrukturisasi kredit debitur.
Baca Juga
Ryan menyebutkan bank-bank yang akan ditunjuk sebagai bank jangkar atau bank pelaksana ini tentu akan sangat hati-hati dalam mencari pasangannya.
Hal ini bisa dipahami, karena dalam kondisi Pandemi Covid-19 ini, praktek bisnis tidak bisa berjalan seperti biasa atau bussiness as usual. Bank bank jangkar tentu juga akan meminta jaminan dari bank-bank peserta yang akan menerima bantuan likuiditas dari pemerintah.
Dia berpendapat, aturan kepada bank bank jangkar ini harus jelas dan memiliki kepastian hukum. "Misalnya OJK harus menetapkan syarat syarat yang jelas untuk menjadi bank jangkar. Disebutkan dalam peraturan bahwa 51 persen pemegang saham bank jangkar adalah Warga Negara Indonesia, bank jangkar ini harus berbadan hukum Indonesia. Lalu bagaimana dengan Bank BUMN yang mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah. Apakah ini masuk dalam ketentuan tersebut," tegas Ryan.
Ia menyatakan tantangan yang juga dihadapi adalah bagaimana bank-bank jangkar mencari pasangan yang cocok. Jika bank jangkar yang berada di Buku 4 mencari pasangan dengan bank-bank peserta yang berada di Buku 3 dan 2 akan lebih mudah, namun ini tidak mudah jika dilakukan pada bank yang berada pada buku 1.
Advertisement