Perppu Corona Sudah Jadi UU, Pemohon Uji Materi Serahkan Sepenuhnya ke Hakim MK

Ketua Majelis Hakim uji materi Perppu Corona, Anwar Usman menyampaikan akan menampung dan membahas permintaan pemohon dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 20 Mei 2020, 20:55 WIB
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK) (Liputan6/Putu Merta)

Liputan6.com, Jakarta Perppu Nomor 1 Tahun 2020 (Perppu 1/2020) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, telah resmi menjadi undang-undang.

Hal ini terungkap dalam sidang gugatan uji materi Perppu Corona di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Rabu (20/5/2020).

Terkait hal tersebut, salah satu kuasa pemohon atau penggugat, Ahmad Yani menyerahkan sepenuhnya kepada Hakim MK untuk memutuskan. Lantaran hal tersebut sudah tak sesuai dengan obyek gugatannya.

"Tentu sepenuhnya kami serahkan kepada Majelis untuk memutuskan ini. Karena ini sudah mejadi undang-undang, ya mungkin kami akan mengajukan gugatan baru nanti," kata Yani dalam persidangan, Jakarta, Rabu (20/5/2020).

Meski demikian, dia memberi catatan, perppu yang dikeluarkan dalam masa sidang 3 DPR RI tersebut, menyalahi aturan pengeluaran perppu.

"Sesungguhnya belum waktunya untuk forum DPR baik memberikan persetujuan maupun memberikan forum penolakan. Karena pada masa sidang berikutnya. Artinya masa sidang berikutnya masa sidang 4, tapi itu mekanisme sudah diambil, keputusan politik sudah diambil oleh DPR yang nanti akan menjadi obyek gugatan kami yang akan datang, baik formal prosedural maupun substansial terhadap perppu ini sendiri yang menjadi UU. Selebihnya kami serahkan ke Mulia apakah permohonan kami ini dilanjutkan," kata Yani.

Senada, kuasa hukum pemohon lainnya, Kurniawan Adi Nugroho menyerahkan sepenuhnya ke majelis hakim. 

"Kami mengambil sikap, merujuk kepada asas siapa yang mendalilkan maka dia harus membuktikan. Apa yang disampaikan Ibu Menteri masih bersifat dia mendalilkan belum ada bukti nyata yang dihadirkan di persidangan yang merujuk pasal 37 UU MK, di mana Majelis memeriksa bukti yang dihadirkan di persidangan. Misalnya berupa surat apakah benar ada surat dari Presiden ke DPR, apakah memang bedar bentuk surat fisik DPR kepada Presiden termasuk juga dokumentasi surat menyurat di lingkungan pemerintah ke dalam pengundangan Perppu ini jadi UU," tutur Kurniawan.

Oleh karena itu, pihaknya mengajukan permohonan kepada majelis hakim konstitusi untuk memerintahkan kepada pemohon untuk menghadirkan bukti-bukti itu. Sebab, dia percaya, dari bukti itu akan kelihatan apakah Perppu Corona sudah diundangkan atau belum.

"Jadi bukan statement semata. Terkait ini apakah dilanjutkan apa tidak, pemohon 24 menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah untuk diberikan putusan," kata Kurniawan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dibahas dalam RPH

Mendengar hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Anwar Usman, menyampaikan semua ini akan ditampung dan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

"Apa yang disampaikan pemohon 23 dan 24 akan dibawa ke rapat permusyawaratan hakim nanti. Untuk mengetahui hasil rapat permusyawaratan hakim atau RPH nanti Mahkamah melalui kepaniteraan akan menyampaikan surat pemberitahuan baik kepada pemohon baik kepada Presiden melalui kuasanya," tukas Anwar Usman.

Sementara itu, Majelis Hakim Arief Budiman menyetujui soal permintaan bukti tertulis.

"Sesuai permintaan pemohon 24 pemerintah supaya bisa mengirim dokumen resmi berupa undang-undang yang dimaksud kalau bisa dilengkapi dengan surat DPR kepada pemerintahx, kemudian segera dikirimkan ke Mahkamah melalui kepaniteraan," pungkas Arief.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya