Studi: Antibodi Penyintas SARS Punya Potensi untuk Pengobatan COVID-19

Para peneliti melakukan studi pada antibodi penyintas SARS 2003 terhadap virus corona penyebab COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 22 Mei 2020, 14:00 WIB
Ilustrasi Foto Peneliti (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Peneliti terus mencari cara untuk menemukan perawatan dan pengobatan yang paling tepat bagi pasien COVID-19. Harapan lain datang dari antibodi penyintas SARS tahun 2003.

Sebuah studi mengungkapkan bahwa antibodi yang pertama kali diidentifikasi pada sampel darah penyintas SARS 2003, berpotensi menghambat virus corona terkait, termasuk SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Antibodi ini disebut S309 yang studinya dirilis dalam jurnal Nature 18 Mei berjudul "Cross-neutralization of SARS-CoV and SARS-CoV2 by a human monoclonal antibody."

Dikutip dari laman University of Washington School of Medicine pada Jumat (22/5/2020), di mana peneliti mereka juga terlibat, studi ini dilakukan oleh beberapa peneliti untuk Vir Biotechnology.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini


Studi dari Penyintas SARS 17 Tahun Lalu

Ilustrasi penelitian. (iStockphoto)

David Veesler, asisten profesor biokimia dari University of Washington School of Medicine mengatakan bahwa penelitian ini masih perlu mengungkapkan bahwa antibodi tersebut bisa melindungi dalam sistem kehidupan.

"Saat ini, tidak ada alat yang disetujui atau terapi berlisensi yang terbukti dapat memerangi virus corona penyebab COVID-19," kata Veesler.

Dia mengatakan, studi ini bukan satu-satunya penelitian untuk mencari antibodi yang berguna dalam pengobatan COVID-19. Namun yang membuatnya berbeda adalah, antibodi ini didapat dari orang yang terinfeksi SARS 17 tahun yang lalu.

"Inilah yang memungkinkan kami bergerak sangat cepat dibandingkan dengan kelompok lain," katanya.


Sel Memori B Penyintas SARS

Ilustrasi Foto Peneliti (iStockphoto)

Para peneliti tersebut mengidentifikasi antibodi monoklonal dari sel memori B penyintas SARS. Sel-sel tersebut terbentuk setelah mereka terkena penyakit menular dan bisa bertahan lama, bahkan seumur hidup.

Mereka biasanya mengingat patogen atau yang mirip dengan itu, yang sempat menyerang di masa lalu. Sehingga, tubuh meluncurkan pertahanan antibodi terhadap infeksi berulang.


Cocktail Antibody

ilustrasi penelitian. (iStockphoto)

Dikutip dari Live Science, Veesler dan rekan-rekannya menemukan antibodi S309 dari antara 25 antibodi yang diteliti. Mereka mengatakan bahwa antibodi tersebut merupakan antibodi penetral yang kuat.

Ketika mereka mengombinasikan S309 dengan antibodi lain yang memiliki aktivitas lebih lemah terhadap SARS-CoV-2, antibodi yang mereka sebut "cocktail antibody" ini semakin meningkatkan netralisasi virus corona penyebab COVID-19 tersebut.

"Cocktail antibody" ini berpotensi digunakan sebagai pengobatan profilaksis bagi orang-orang dengan risiko tinggi terpapar COVID-19 seperti petugas kesehatan atau pengobatan bagi mereka yang mengalami gejala parah.

Vir Biotechnology menyatakan bahwa uji klinis dua kandidat obat yang merupakan versi rekayasa genetika dari S309, diharapkan bisa dilakukan musim panas ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya