Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Corona yang tak kunjung usai membuat masyarakat dipaksa untuk hidup berdampingan dengan virus tersebut. Tapi tak dapat dielakkan, tidak semua lini bisa berdamai menjalani kehidupan dengan virus ini.
Salah satunya, lini bisnis sektor properti yang kinerjanya anjlok karena minimnya pergerakan bisnis di tengah pandemi. Hasil survei Bank Indonesia menyebutkan, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) kuartal I 2020 melambat 1,68 persen, lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya yaitu 1,77 persen dan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 2,06 persen.
Advertisement
Untuk penjualan, tercatat penurunan yang cukup tajam pada kuartal I 2020 yaitu sebesar -43,19 persen yoy untuk properti residensial. Angka ini jauh lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya yang tumbuh meskipun hanya 1,19 persen. Adapun, penurunan terjadi di seluruh tipe rumah.
Data tersebut nyatanya memang merefleksikan kondisi industri properti saat ini. Ketua Badan Pertimbangan Organisasi DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata atau yang akrab disapa Eman menyebutkan, situasi ini sudah mencapai tahap yang parah.
"Properti saat ini sudah masuk pada tahap yang sangat parah. Tidak ada penjualan saat ini, rental properti juga tidak meningkat, bahkan retail, atau komersial yang sewa di mal, juga terhenti," ujarnya kepada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (24/5/2020).
Lebih lanjut, dengan tidak adanya penjualan, maka pendapatan juga terhambat. Sedangkan, ada banyak kewajiban yang harus dipenuhi, mulai dari kepada pekerja hingga perbankan dan investor.
Proyek yang tengah dikerjakan saat ini juga terancam berhenti, terutama untuk perumahan yang direncanakan baru akan dibangun.
"Ada beberapa yang terpaksa masih jalan, karena sudah mendekati penyelesaian dan sudah mendekati serah terima ke konsumen. Proyek-proyek yang baru mulai kita berhenti dulu, apalagi yang rumah stok, kita stop dulu," tuturnya.
Keadaan seperti ini, diakui Eman, membuat pelaku industri propertisulit merencanakan pemetaan bisnis secara akurat.
"Apalagi kondisi ini kita tidak tahu berakhirnya kapan," katanya.
Penjualan Properti Ajlok
Sebelumnya, Hasil survei Bank Indonesia mencatat, penjualan properti residensial menurun signifikan. Penjualan properti residensial primer triwulan I-2020 mengalami penurunan secara triwulanan.
Penjualan rumah pada periode tersebut tercatat mengalami kontraksi -30,52 persen (qtq). Lebih dalam dari kontraksi -16,33 persen (qtq) pada triwulan sebelumnya. Termasuk pada triwulan-I tahun 2019 sebesar 23,77 persen (qtq).
"Penjualan rumah tercatat kontraksi -30,52 persen (qtq)," kata Kepala Departemen Komunikasi, Bank Indonesia, Onny Widjanarko dalam siaran pers.
Penurunan terjadi pada seluruh tipe rumah. Rumah tipe besar (41,01 persen, qtq), rumah tipe menengah (-34,39 persen, qtq), dan rumah tipe kecil (-26,09 persen, qtq).
Secara tahunan, penjualan properti residensial triwulan l-2020 juga menunjukkan kontraksi pertumbuhan yang cukup dalam sebesar -43,19 persen (yoy), dari 1,19 persen (yoy) pada triwulan-IV-2019.
Para responden mengaku suku bunga KPR yang dirasa masih cukup tinggi. Sehingga ini menjadi faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan penjualan properti residensial masih terhambat.
Meskipun rata-rata suku bunga KPR pada triwulan 1-2020 sebesar 8,92 persen. Turun dibandingkan triwulan lV-2019 sebesar 9,12 persen.
Faktor lain yang menjadi penghambat antara lain kondisi darurat bencana akibat Covid-19, perizinan/birokrasi, kenaikan harga bahan bangunan, dan proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR di perbankan.
Advertisement