Harga Minyak Rebound Usai Menyentuh Level Negatif, Ini Sebabnya

Harga West Texas Intermediate (WTI) menetap di negatif USD 37,63 per barel pada sebulan lalu.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 25 Mei 2020, 10:30 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak telah terjun bebas ke wilayah negatif sebulan lalu, dimana harga West Texas Intermediate (WTI) menetap di negatif USD 37,63 per barel.

Meskipun harga negatif terlihat jelang berakhirnya kontrak pada Mei, kontrak Juni juga turun ke dekat USD 10 per barel. Alih-alih terjun kembali ke wilayah negatif, kontrak Juni terus menguat di sepanjang bulan Mei, berakhir di atas USD 30 per barel.

Melansir dari laman forbes, Senin (25/5/2020), berikut faktor-faktor yang menyebabkan berubahnya harga minyak secara dramatis;

Yang pertama adalah bahwa jumlah rig minyak AS jatuh pada tingkat tercepat dalam catatan. Sejak 13 Maret, jumlah rig dipotong setengahnya hanya dalam waktu enam minggu, dan sekarang telah turun 65 persen sejak tanggal tersebut.

Hitungan rig yang jatuh adalah indikator bahwa produksi minyak masa depan di AS mungkin lebih rendah dari yang seharusnya. Namun, jatuhnya harga juga berdampak signifikan pada produksi minyak AS saat ini.

Kemudian, pada akhir Maret AS masih memproduksi 13 juta barel per hari (barel per day/BPD) minyak. Namun pada pertengahan Mei, jumlah itu telah turun lebih dari 10 persen menjadi 11,5 juta BPD.

Satu-satunya waktu di mana AS mengalami penurunan cepat produksi 1,5 juta BPD adalah setelah Badai Katrina pada 2005, tetapi produksi dengan cepat dapat kembali normal setelahnya.

Ketiga, yang juga telah membantu rebound harga minyak adalah permintaan yang menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Menurut Administrasi Informasi Energi (EIA), pada awal Maret, konsumsi produk minyak bumi AS telah mencapai 21,9 juta BPD. Itu adalah salah satu angka permintaan mingguan tertinggi dalam catatan.

Sebulan kemudian, dengan sebagian besar negara dalam kebijakan pembatasan sosial, permintaan telah turun menjadi 13,8 juta BPD. Itu hanya sekitar 10 hari sebelum kontrak Mei anjlok ke wilayah negatif.


Pelonggaran Lockdown

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Tetapi, karena beberapa negara bagian telah melakukan kelonggaran, permintaan telah kembali pulih.

Pada minggu kedua Mei, permintaan produk minyak bumi telah naik kembali di atas 16,5 juta BPD. Ini masih hampir 20 persen di bawah normal sepanjang tahun ini, tetapi ini merupakan tanda positif bagi produsen dan penyuling minyak.

Akhirnya, meskipun faktor-faktor ini khusus untuk AS, AS lah yang berkontribusi paling besar terhadap masalah kelebihan pasokan minyak dalam beberapa tahun terakhir. Juga dipastikan bahwa dinamika serupa telah terjadi di banyak negara, dan bersamaan dengan pengurangan produksi oleh OPEC dan para mitranya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya