Liputan6.com, Banyumas - Bagi penganut Kejawen di Banyumas dan sekitarnya, Panembahan Banokeling, Pekuncen, Jatilawang, adalah situs penting. Kompleks pemakaman kuno itu adalah cikal bakal lahirnya anak putu.
Anak putu merupakan sebutan untuk keturunan dan pengikut Kiai Banokeling, penyebar agama Islam masa awal, di tanah Jawa. Mereka tersebar di Banyumas, Cilacap, dan beberapa wilayah lain.
Pada hari-hari besar tertentu, anak putu akan berkumpul dan menggelar ritual tertentu di Panembahan Banokeling, selain tradisi yang juga dilakukan di kelompoknya masing-masing.
Baca Juga
Advertisement
Namun, pada Idul Fitri 2020 ini, tak ada ingar bingar tradisi di Panembahan Banokeling. Punggahan menjelang puasa yang biasanya melibatkan ribuan penganut Kejawen dan pelestari adat ditiadakan. Pun dengan tradisi Bada atau Lebaran Idul Fitri, yang tiba Senin (25/5/2020), selang sehari setelah ketetapan pemerintah.
Pada tahun Wawu kalender Alif Rebo Wage (Aboge) ini, sejumlah tradisi di Banokeling pada rangkaian Lebaran juga bernuansa berbeda. Kini, peserta tradisi sowan atau ziarah ke Panembahan Banokeling dan sungkeman.
Juru bicara Komunitas Banokeling, Sumitro, mengatakan, dalam kondisi normal, ratusan orang mengikuti acara ini. Mereka adalah warga di Pekuncen dan juga anak putu yang mudik Lebaran.
Lantaran ada anjuran physical distancing, Komunitas Kejawen Banokeling menggelarnya tanpa kehadiran masyarakat. Ziarah pun akhirnya hanya diikuti oleh delapan orang.
Pun dengan sungkeman di balai desa yang hanya diikuti oleh delapan orang. Mereka terdiri dari kiai kunci dan lima bedogol mewakili komunitas adat Kejawen, serta kayim dan kepala desa yang mewakili pemerintah.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Lebaran di Kelompok Anak Putu Kalikudi, Cilacap
“Sowan di Panembahan Banokeling itu Senin pagi, kemudian jam 10.00 WIB kumpul di rumah kepala desa. Karena sedang dilarang ya hanya enam orang,” ucapnya.
Larangan keikutsertaan anak putu dalam tradisi lebaran ini juga sesuai dengan anjuran pemerintah yang melarang acara melibatkan banyak orang. Pembatasan peserta ini penting untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Nun di Cilacap, Anak Putu Kalikudi yang juga bertalian darah dengan Panembahan Banokeling juga merayakan lebaran Idul Fitri Senin. Sama, mereka pun menggunakan kalender Aboge.
Di Sini, Anak Putu Kalikudi menghilangkan tradisi sungkeman di tempat ibadah atau pasemuan, baik Pasemuan Lor maupun Pasemuan Kidul. Selain itu, tradisi saling bertandang pun dihilangkan.
Tetua Adat Anak Putu Kalikudi, Kunthang Sunardi mengatakan selama ratusan tahun, Anak Putu Kalikudi memiliki tradisi sungkeman di pasemuan pada hari lebaran. Mereka sungkem kepada kiai kunci dan tetua adat lainnya. Akan tetapi, tahun ini sungkeman itu hanya diikuti oleh tetua.
“Kami menurut anjuran pemerintah untuk tidak menggelar kegiatan yang menyebabkan berkerumun,” kata Kunthang.
Dalam Kalender Aboge, tahun ini merupakan Tahun Wawu sehingga tahun baru 1 Sura tiba pada Senin Kliwon. Untuk menentukan 1 Syawal, perhitungannya adalah Syawal Siji Loro atau Wal Ji Ro, sehingg 1 Syawal tiba pada Senin pasaran Manis.
Ribuan umat Islam yang menggunakan kalender Aboge di Banyumas, Cilacap dan Purbalingga juga berlebaran hari ini. Di antaranya di Daun Lumbung, Kroya, Adiraja, Kabupaten Cilacap. Kemudian di Jatilawang, Wangon dan Ajibarang Kabupaten Banyumas, serta di Onje, Mrebet, Purbalingga.
Advertisement