Liputan6.com, Jakarta - Beredar surat resmi MUI yang menyerukan ulama menolak rapid test sebab modus menghabisi tokoh agama islam.
Surat tersebar berantai lewat jejaring sosial WhatsApp tersebut, terdapat kepala surat berlogo MUI.
Advertisement
Berikut isinya:
"Hal: Seruan Siaga 1
PEMBERITAHUAN
Assalamua'laikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Kami selaku Sekertaris Majelts Ulama lndonesna ( MUI ) Pusat Dengan ini menyerukan kepada seluruh MUI Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Agar berhati-hati dan Waspada dengan di adakannya Rapid Test Covid-19 temadap para Ulama, Kyai, dan Ustadz di seluruh Indonesia.
Kami serukan bahwa rencana Test Corona ini adalah modus operandi dari Pki atas perintah Negara Komums China untuk menghabisi para tokoh agama Islam baik di Indonesia maupun diNegara muslim lain. Oleh karena Itu kita akan tolak niat mereka yang kelihatan baik. Tapi di dalamnya ada misi yang sangat jahat dan licik!Kita banyak belalar dari pengalaman
Kita banyak belajar dari pengalaman sejarah para Ulama dan para Kyai kita di tahun 1948 dan 1965, d1 mana para tokoh agama kita sering di tipu oleh muslihat Pki.
Kalau kit melakukan Rapid Test Covid-19, kita akan dinyatakn Positive. lalu kita akan di Karantina. kita akan di Suntik dengan dalih pengobatan, padahal kita di suntik racun. meninggal dan langsung di kuburkan
Kita sudah terbiasa hidup sehat Dan para Santri pun dan dulu sudah terbiasa hidup Lockdown.
Satu hal juga kepada semua orang tua, jika pemerintah melakukan suntik imunisasi untuk anak-anak sampai umur 18 tahun dengan dalih untuk lmunisasi Corona. agar ditolak, balk itu di lingkungan sekitar rumah, sekolah, dan tempat-tempat lain.
Cermat, Waspada dan berhati-hati karena umat muslim sedang di dzolimi oleh pihak -pihak komunis yang berlindung dalam wadah kekuasaan pemerintah.
Sekian dan terimakasih.Wassalamu a'laikum Warahmatulahi Wabarakatuh.
Jakarta 03 April 2020Sekretariat MUI Pusat."
Benarkah MUI menerbitkan surat seruan untuk ulama menolak rapid test sebab modus menghabisi tokoh agama islam? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim MUI menerbitkan surat seruan untuk ulama menolak rapid test, dengan mengubungi Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas.
Anwar pun memberikan surat resmi MUI yang berisi pernyataan klarifikasi atas adanya klaim MUI menerbitkan surat seruan untuk ulama menolak rapid test.
Surat yang dibubuhi tandan tangan Wakil Ketua Umum Kh Muhyidin Junaidi dan Sekretaris Jenderal Anwar Abbas tersebut menyatakan, Dewan Pimpinan MUI Pusat kabar tersebut bohong (hoaks) karena DPMUI Pusat tidak pernah mengeluarkan surat, pengumuman, pernyataan dan sejenisnya yang isinya agar seluruh MUI Provinsi, Kabupaten/Kotaberhati-hati dan waspada dengan diadakannya Rapid Test Covid-19 terhadap ulama, kyai, dan ustadz di seluruh Indonesia.
Berikut isi suratnya:
KLARIFIKASI (“TABYAYYUN”) MAJELIS ULAMA INDONESIATENTANG KABAR RAPID TEST COVID-19 YANG MENGATAS-NAMAKAN MUI
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Keputusan Nomor: Kep-1185/DP-MUI/V/2020
Saat ini tengah beredar di masyarakat kabar yang mengatasnamakanMajelis Ulama Indonesia (MUI) dalam bentuk naskah satu halaman bergambaryang isinya menyerukan kepada seluruh MUI Provinsi, Kabupaten/Kota agarberhati-hati dan waspada dengan diadakannya Rapid Test Covid-19 terhadapulama, kyai, dan ustadz di seluruh Indonesia, tertanggal 03 April 2020 dandikeluarkan oleh Sekretariat MUI Pusat.
Mengingat kabar tersebut telah menimbulkan keresahan dan kebingungandi masyarakat maka dengan ini Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia(MUI) Pusat menyatakan klarifikasi (tabayyun) sebagai berikut.
1. DP MUI Pusat menyatakan kabar tersebut bohong (hoaks) karena DPMUI Pusat tidak pernah mengeluarkan surat, pengumuman, pernyataandan sejenisnya yang isinya agar seluruh MUI Provinsi, Kabupaten/Kotaberhati-hati dan waspada dengan diadakannya Rapid Test Covid-19terhadap ulama, kyai, dan ustadz di seluruh Indonesia.
2. DP MUI Pusat menegaskan tidak pernah mengeluarkan seruan agarulama, kiai, dan ustaz di Indonesia menolak Rapid Test Covid-19.
3. DP MUI Pusat menyatakan kabar tersebut tidak sesuai dengan standarpenerbitan surat/pengumuman/pemberitahuan atau sejenisnya diorganisasi MUI, yakni seharusnya menggunakan kop surat DP MUI Pusat,diberi nomor surat dan tanggal terbit, ditandatangani dua orang PimpinanHarian MUI Pusat, dan dibubuhi stempel organisasi MUI.
4. Narasi yang digunakan dalam kabar bohong tersebut tidak mencerminkandan menjadi tradisi dalam surat, pengumuman, pemberitahuan dansejenisnya yang selama ini diterbitkan oleh DP MUI Pusat, yakni santun,halus, sejuk, damai, dan memuat pesan keislaman, tetapi narasi kabarhoaks tersebut dipenuhi tuduhan dan prasangka, kasar, berupaya mengadudomba dan merusak nama baik organisasi MUI. Selain itu narasi kabarhoaks tersebut berupaya menciptakan keresahan dan kebingungan dikalangan umat Islam dan masyarakat luas sekaligus berupayamenghalangi pelaksanaan berbagai program pemerintah bersamamasyarakat yang tengah bekerja keras mengatasi wabah Covid-19.
5. Sekretariat DP MUI Pusat sebagai unit kerja yang memberikan pelayanandan dukungan teknis, administratif dan operasional tidak berwenangmenerbitkan substansi pengumuman/pernyataan sebagaimana tercantumdalam kabar bohong tersebut karena kewenangan tersebut berada ditangan DP MUI Pusat.
6. DP MUI Pusat mendesak Kepolisian Republik Indonesia, KementerianKomunikasi dan Informatika, dan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN)untuk segera mengusut tuntas kabar hoaks tersebut, menangkap danmemproses secara hukum pembuat dan aktor intelektualis-nya karenatelah menciptakan keresahan dan kebingungan umat Islam danmasyarakat luas, merusak nama organisasi MUI, dan berupayamenghalangi program pemerintah bersama masyarakat mengatasi wabahCovid-19.
7. Sebagai langkah selanjutnya, DP MUI Pusat segera akan melaporkankabar hoaks ini kepada Kepolisan RI, Kementerian Komunikasi danInformatika dan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN).
8. DP MUI Pusat mengharapkan agar berbagai kalangan dan umat Islamdalam melakukan kegiatan di media sosial hendaknya mengacu kepadaFatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan PedomanBermuamalat Dalam Media Sosial yang mengharamkan kabar hoaks.Demikian klarifikasi (tabayyun) ini dibuat untuk mengembalikan situasimasyarakat saat ini yang resah dan gelisah agar bisa dikembalikan ke situasisebelumnya yang tenang dan damai di tengah suasana umat Islam Indonesia danbangsa kita merayakan Hari Raya Idul Fitri 1441 H.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 2 Syawal 1441 H. 25 Mei 2020 M.
Advertisement
Kesimpulan
Surat seruan kepada ulama untuk menolak rapid test adalah hoaks dan MUI tidak pernah mengeluarkan surat tersebut, surat yang beredar mengatasnamakan MUI tidak sesuai dengan standar penerbitan surat organisasi MUI.
DP MUI Pusat pun menegaskan tidak pernah mengeluarkan seruan agar ulama, kiai, dan ustaz di Indonesia menolak Rapid Test Covid-19.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement