Dibuka 5 Juni, Mal Bakal Dipadati Masyarakat Menengah Bawah

Masyarakat kelas menengah atas dinilai belum akan banyak berkegiatan di pusat keramaian seperti mal.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Mei 2020, 20:00 WIB
Petugas memeriksa suhu tubuh pengunjung Mall Ikea Alam Sutera untuk mengantisipasi penyebaran vius corona COVID-19, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (12/3/2020). Hingga hari ini, kasus virus corona secara global telah menembus angka 121 ribu orang. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk mengakhiri masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Ibu Kota pada 4 Juni 2020. Sehari setelahnya, sejumlah pengelola pusat perbelanjaan atau mal juga akan kembali membuka operasinya pada 5 Juni 2020.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memperkirakan, masyarakat kelas menengah atas belum akan banyak berkegiatan di pusat keramaian lantaran angka penularan virus corona (Covid-19) kini masih tinggi.

Sebaliknya, ia mencium potensi kehadiran kelompok menengah bawah di pusat-pusat perbelanjaan ibu kota pada hari pertama dibuka.

"Iya. Jadi kalau dibedakan, kelas menengah dan atas ini sangat concern soal isu kesehatan. Jadi mereka masih belum ramai, karena angka positif masih tinggi," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Selasa (26/5/2020).

Menurut dia, aksi pengoperasian mal pada 5 Juni besok merupakan langkah yang tidak tepat. Bhima menilai, pembukaan pusat perbelanjaan terlalu terburu-buru lantaran korban positif virus corona masih cukup tinggi.

"Ini aneh memang pemerintah. Harusnya kan mendengar ahli kesehatan, pelonggaran dilakukan kalau kurvanya sudah turun. Vietnam, Taiwan sukses karena indikatornya jelas. Kalau pemerintah buru-buru tanpa pertimbangan kesehatan, dikhawatirkan gelombang kedua Covid-19 akan menurunkan minat orang berbelanja," cibirnya.


Turunkan Kepercayaan Konsumen

Suasana pertokoan nampak tutup di Kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan, Jumat (10/4/2020). Merebaknya virus Covid-19 di Indonesia, pemerintah menginstruksikan agar masyarakat tidak berkegiatan di luar rumah untuk sementara. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kebijakan yang setengah-setengah tersebut dianggapnya bakal menurunkan kepercayaan para konsumen menengah atas yang khawatir akan keselamatan dirinya. Hal tersebut dapat berbuntut pada biaya kesehatan yang juga akan membengkak.

"Imbasnya nanti ke mana-mana, termasuk industri tidak optimal dan pemulihan ekonomi justru berjalan lebih lambat. Baru 2022 malah recovery-nya, karena harusnya pandemi selesai 2020 dan 2021 recovery. Ini jadi berubah total proyeksi," keluhnya.

Bhima lantas memperkirakan, aksi pelonggaran yang gegabah tersebut tetap masih belum dapat menolong pelaku usaha di pusat perbelanjaan, khususnya penyewa kecil.

"Soal protokol kesehatan, penyediaan masker, hand sanitizer dan jaga jarak bagi tenant kecil pastinya menyulitkan tanpa bantuan dari pemerintah. Biaya operasional akan bengkak kalau tenant harus menanggung protokol kesehatan sendiri," pungkas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya