Liputan6.com, Jakarta - Harapan Liverpool untuk menyelesaikan musim ini dengan status sebagai juara Premier League kembali terbuka. Itu setelah pemerintah meluncurkan program 'Project Restart' yang memberi kelonggaran terhadap warga untuk beraktivitas kembali selama masa pandemi virus Covid-19.
Proyek ini sekaligus memberi ruang bagi Premier League untuk melanjutkan kompetisi yang sempat terhenti sejak Maret lalu. Saat ini, tahapan protokol kesehatan telah dijalankan demi mewujudkannya.
Advertisement
Sebagai pemuncak klasemen, Liverpool hanya butuh beberapa poin lagi untuk mengunci gelar musim ini. Hanya saja, perjalanan The Reds sepertinya bakal dihantui oleh temuan baru para ilmuwan seputar penyebaran virus Corona Covid-19 di Inggris yang hingga kini telah menewaskan puluhan ribu orang.
Seperti diketahui, Inggris merupakan salah satu negara di Eropa yang paling parah terdampak pandemi Covid-19. Menurut data yang dirilis John Hopkins University, jumlah kasus di Negeri Ratu Elizabeth itu mencapai 266.599 orang dimana 37.130 di antaranya tidak dapat terselamatkan.
Profesor Tim Spector, yang memimpin pelacakan penyebaran virus Covid-19 terbesar di Inggris kepada BBC menyatakan, ada dua kegiatan yang memicu lonjakan kasus virus Corona lokal di negaranya.
Pertama adalah acara Cheltenham yang dihadiri lebih dari 250 orang dan yang kedua adalah pertandingan Liverpool melawan Atletico Madrid yang dihadiri lebih kurang 52 ribu orang. Kedua agenda ini semuanya berlangsung sebelum pemerintah Inggris menerapkan kebijakan lockdown.
Data yang diperoleh BBC menunjukkan, Liverpool dan Cheltenham menjadi pusat penyebaran virus Corona Covid-19 terbesar di Inggris. Dan dari peta sebaran yang dirilis Sympton Study menunjukkan 5 hingga 6 persen populasi, berusia 20 hingga 69 tahun di wilayah itu memiliki gejala Covid-19.
Liverpool vs Atletico
Liverpool sendiri menjamu Atletico Madrid di Anfield pada 12 Meret 2020. Kedua tim bertemu di leg kedua babak 16 besar Liga Champions di mana laga berhasil dimenangkan Atletico dengan skor 3-2. Hasil ini sekaligus menyingkirkan The Reds setelah pada leg pertama sebelumnya juga kalah 0-1.
Saat itu, Inggris belum menerapkan lockdown bagi warganya. Pemerintah juga masih mengizinkan mereka menghadiri acara-acara besar meski negara sudah membatalkan sejumlah kegiatan besar.
Perdana menteri Boris Johnson juga masih menghadiri kejuaraan rugbi Six Nations yang mempertemukan Inggris melawan Wales pada 7 Maret 2020. Dia hadir bersama kekasihnya Carrie Symonds yang tengah hamil. Belakangan, Johnson sempat dinyatakan positif Covid-19.
Dan menurut Sekretaris Bidang Kebudayaan Inggris, Oliver Dowden, saat itu tidak ada alasan bagi pemerintah untuk melarang warga menghadiri acara atau melarang sebuah kegiatan berlangsung.
Professor Spector belakangan menilai langkah itu ternyata salah. Sebab menurut data yang mereka dapatkan, pemerintah terbilang terlambat dalam bertindak sehingga virus sempat menyebar luas.
"Menurutku seharusnya kegiatan olahraga seharusnya ditutup setidaknya sepekan sebelumnya karena mereka akan menyebabkan peningkatan penderitaan dan kematian yang seharusnya tidak terjadi."
Advertisement
Pemerintah Menolak Disalahkan
Pernyataan ini segera dibantah oleh pemerintah. Mereka menolak untuk disalahkan.
"Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kasus di daerah tertentu, termasuk kepadatan populasi, usia, kesehatan umum, dan posisi suatu daerah pada kurva pandemi," bunyi pernyataan resmi pemerintah Inggris.
Meski demikian, Edge Health, sebuah perusahaan yang menganalisis data untuk National Health Service Inggris, memperkirakan laga Liga Champions menyadi terkait dengan 41 kematian tambahan" di rumah sakit terdekat antara 25 dan 35 hari kemudian, dibandingkan dengan rumah sakit lainnya.