COVID-19 Sebabkan Pasokan Alat Kontrasepsi Terbatas hingga Angka Kelahiran Tinggi

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan dampak COVID-19 terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga berencana.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Mei 2020, 15:57 WIB
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menerangkan, penyuluh KB ikut mempromosikan pencegahan Corona COVID-19 saat live di Kantor BKKBN, Jakarta, Jumat (27/3/2020). (Dok Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional/BKKBN)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan dampak COVID-19 terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga berencana. Mulai dari produk kontrasepsi terbatas hingga jumlah kelahiran tinggi.

“Banyak klinik yang tidak siap menghadapi pandemi atau staf klinik yang tidak bisa memberikan pelayanan karena tidak dilengkapi APD. Ini juga secara internasional seperti itu, bukan hanya di Indonesia,” ujar Hasto dalam webminar BKKBN, Kamis (28/5/2020).

Ia menambahkan, klinik-klinik tutup karena menghindari COVID-19. Dengan demikian, rantai pasok alat kontrasepsi menjadi terganggu, produksi alat kontrasepsi terbatas, dan pelatihan bagi provider berhenti.

“Kurangnya produk kontrasepsi memberikan risiko kehamilan yang lebih tinggi.”

Simak Video Berikut Ini:


Meningkatnya Angka Kelahiran

Lebih jauh, pandemi COVID-19 yang menghambat pemenuhan kebutuhan keluarga berencana dapat berdampak pada angka kelahiran bayi.

Hasto menampilkan grafik perhitungan, jika 25 persen perempuan putus pakai kontrasepsi, sedangkan perempuan-perempuan itu dalam usia produktif 20-30 tahun maka angka fertilitas dapat mencapai 2.5 juta.

Epidemiologi terjadinya kehamilan setelah perkawinan dapat dilihat dari rentang waktu. Satu bulan setelah perkawinan 25 persen, setelah 6 bulan menjadi 63 persen, 9 bulan menjadi 75 persen, 12 bulan 80 persen, dan 18 bulan perkawinan memiliki potensi hamil 90 persen. 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya