Liputan6.com, Jakarta - Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta. Suap diterima Wahyu melalui kader PDIP Saeful Bahri dan mantan calon anggota legislatif (caleg) PDIP Harun Masiku.
Suap tersebut berkaitan dengan pergantian antar-waktu (PAW) di DPR RI.
Advertisement
Selain didakwa menerima suap terkait PAW, dalam dakwaan, dia disebut menerima Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.
Pada dakwaan disebutkan uang Rp 500 juta dari Dominggus itu diterima melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Penerimaan uang disebut berkaitan dengan proses seleksi calon anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.
Uang Rp 500 juta tersebut diberikan melalui transfer antar bank. Wahyu Setiawan meminjam rekening istri dan sepupunya bernama Ika Indrayani.
Dakwaan jaksa juga mengungkap, pada 3 Januari 2020, Rosa Muhammad Thamrin Payapo diserahi uang titipan sebesar Rp 500 juta dari Dominggus Mandacan. Setelah menerima titipan uang tersebut, Rosa Muhammad Thamrin Payapo menyetorkannya ke rekening miliknya di Bank Mandiri nomor 1600099999126 di Bank Mandiri Cabang Manokwari untuk nantinya ditransfer ke rekening Wahyu.
"Selanjutnya Rosa Muhammad Thamrin Payapo memberitahukan Terdakwa I (Wahyu) bahwa telah ada uang yang akan diberikan kepada Terdakwa I sekaligus meminta nomor rekening agar uang tersebut bisa ditransfer," ucap jaksa KPK Takdir Suhan membacakan surat dakwaan, Kamis (28/5/2020).
Penerimaan uang ini berawal saat Rosa bertemu dengan Wahyu di ruang kerja Wahyu sekitar November 2019. Wahyu dalam pertemuan itu menanyakan 'kesiapan' Gubernur Papua Dominggus Mandacan terkait proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat.
Jaksa menyebut, pada saat itu, Wahyu Setiawan menyampaikan, "Bagaimana kesiapan Pak Gubernur, ah cari-cari uang dulu," yang dipahami oleh Rosa, Wahyu diyakini dapat membantu dalam proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat.
"Karena secara umum diketahui adanya keinginan masyarakat Papua agar anggota KPU Provinsi Papua Barat yang terpilih nantinya ada yang berasal dari putra daerah asli Papua," kata jaksa.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kejadian Selanjutnya
Setelah bertemu Wahyu, Rosa melaporkannya kepada Dominggus Mandacan. Namun, Dominggus saat itu tidak menghiraukan terkait permintaan uang. Saat itu Dominggus hanya mengatakan akan melihat perkembangan proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.
Dalam proses seleksi anggota KPU Papua Barat diikuti sekitar 70 peserta termasuk sekitar 33 orang peserta yang merupakan Orang Asli Papua (OAP). Saat memasuki proses wawancara dan tes kesehatan hanya menyisakan delapan peserta seleksi, termasuk diantaranya tiga peserta yang merupakan putra daerah Papua yaitu Amus Atkana, Onesimus Kambu, dan Paskalis Semunya.
"Hal ini menyebabkan warga masyarakat asli Papua melakukan aksi protes (demonstrasi) di Kantor KPU Daerah Provinsi Papua Barat dengan tuntutan agar peserta seleksi yang nanti terpilih menjadi anggota KPU Provinsi Papua Barat harus ada yang berasal dari putra daerah Papua," kata jaksa.
Agar situasi menjadi kondusif dan Pemprov Papua mengharuskan ada putra daerahnya terpilih menjadi anggota KPU Papua Barat, Dominggus akhirnya mengupayakan pemberian uang ke Wahyu melalui Rosa.
"Pada tanggal 20 Desember 2019, Rosa Muhammad Thamrin Payapo menghubungi Terdakwa I (Wahyu) yang pada pokoknya membicarakan perkembangan situasi di Papua yang kurang kondusif terkait proses seleksi Calon Anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020 - 2025 maupun arahan Dominggus Mandacan agar dari peserta seleksi yang tersisa, yaitu Amus Atkana dan Onesimus Kambu sebagai putra daerah Papua dapat dibantu dalam proses seleksi agar terpilih," kata jaksa.
Advertisement