Cerita Sukses Pemuda Asal Lampung Bangun Bisnis Camilan Buat Saingi Produk Impor

Ravie menuturkan, bisnisnya sudah berjalan sekitar 2 tahun. Ia mendirikan bisnis ini sejak 14 Agustus 2018.

oleh Tira Santia diperbarui 29 Mei 2020, 18:00 WIB
Muhammad Ravie Cahya Ansor (21) atau disapa Ravie membangun bisnis makanan ringan crispy fish skin berlabel Rafins. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Sibuk menuntut ilmu sebagai seorang mahasiswa bukan menjadi hambatan untuk berbisnis di usia muda. Hal itu dibuktikan oleh pemuda asal Lampung yakni Muhammad Ravie Cahya Ansor (21) atau disapa Ravie.

Di sela-sela kuliah, pria ini sudah memulai usaha makanan ringan (snacks) yakni crispy fish skin yang diberi nama “Rafins”. Ia merintis bisnis tersebut pada usia 19 tahun saat memulai masuk di universitas.

Awal mula munculnya ide Rafin’s ini karena banyaknya peminat dari snack sejenis, tapi ternyata produk makanan yang sering ia temui di supermarket dan minimarket itu merupakan produk impor. Berangkat dari situlah Ravie terdorong untuk membuat produk sejenis untuk menunjukkan bahwa produk dalam negeri juga mampu bersaing dengan produk impor.

Ravie menuturkan, bisnisnya sudah berjalan sekitar 2 tahun. Ia mendirikan bisnis ini sejak 14 Agustus 2018.

Tentunya ia tidak asal memulai bisnis, tapi melakukan riset terlebih dahulu, untuk mengetahui apa yang saat itu sedang disukai dan dibutuhkan pasar. Lalu ia menemukan, bahwa saat itu sedang booming salted egg.

Mulailah ia beranjak untuk mengembangkan idenya untuk membuat produk cemilan kulit ikan bercitarasa telur asin atau salted egg. Dengan modal awal Rp 500 ribu saja, ia gunakan uang itu untuk produksi dan sebagainya, hingga menghasilkan 10 pcs snack Rafin’s. Namun, ia tidak langsung menjual produknya untuk mengembalikan modal.

"Saya memproduksi tester yang ditujukan kepada potensial market, untuk mengetahui apakah produk varian rasa salted egg banyak diminati atau tidak, sekaligus juga untuk mencari market," jelas dia kepada Liputan6.com, Jumat (29/5/2020). 

Ternyata, ia tak menyangka dari 10 pcs itu mampu mengundang pesanan hingga 1.200 pcs. Akhirnya usahanya terus berkembang, ia mulai memasarkan produknya di Jabodetabek dan sekarang sudah merambah ke seluruh Indonesia.

 


Melebarkan Sayap

Muhammad Ravie Cahya Ansor (21) atau disapa Ravie membangun bisnis makanan ringan crispy fish skin berlabel Rafins. (Istimewa)

Tak berhenti disitu, Ravie melebarkan sayapnya kembali untuk mengembangkan usahanya dengan memproduksi hal baru yakni kopi. Mulanya ia berpikir produk apa lagi yang bisa ia buat agar menjadi keunggulan dari Lampung.

Ia pun mengatakan berdasarkan data, Lampung merupakan pengekspor tertinggi dari kopi robusta. Ternyata Lampung memiliki sumber daya yang sangat tinggi dan sudah diakui dunia. Oleh karena itulah, ia memproduksi Kopi bubuk khas lampung yang ia jual dalam kemasan. Tujuannya sangat mulia, yakni agar Lampung lebih dikenal oleh bangsa sendiri dan mancanegara.

Lanjut Ravie dalam sambungan telepon, ia mengungkapkan bahwa dirinya dibantu sang ibunda Rospawati (52) untuk membantu memproduksi produknya. Karena ia mengalami keterbatasan produksi saat menjadi mahasiswa di Jakarta, jadi ia serahkan kepada sang ibu untuk ikut andil mengembangkan proses produksinya di Lampung.

Kemudian, Ravie melanjutkan, saat ia memulai usaha hingga saat ini, ia mengaku tidak menemui banyak kendala yang besar melainkan hanya kendala mengenai perizinan membangun usaha saja, selebihnya ia bersyukur lancar, apalagi didukung dengan perkembangan teknologi yang memudahkan dirinya untuk melakukan iklan secara gratis melalui media sosial, baik instagram, whatsapp, dan lain sebagainya. Dan juga didukung oleh saranan ekpedisi jasa pengiriman yang semakin marak, yang memudahkan dirinya untuk melakukan pengiriman kepada customer.

 


Dampak Corona

Muhammad Ravie Cahya Ansor (21) atau disapa Ravie membangun bisnis makanan ringan crispy fish skin berlabel Rafins. (Istimewa)

Kendati begitu, adanya wabah pandemi covid-19 membuat omzet usahanya menurun drastis hingga 70 persen. Sehingga membuat dirinya terpaksa harus menutup tokonya yang berada di Lampung, serta menarik produknya dari toko oleh-oleh lainnya.

Meskipun dampak covid-19 cukup memukul bisnisnya, Ravie tak putus asa. Ia mulai bangkit kembali dengan mengubah sistem marketing yang baru, yakni yang awalnya Business to Business sekarang ia rubah sistemnya dengan membentuk sales marketing yang pendekatannya kepada customer.

“Kita langsung ke customer langsung ke orang-orang terdekat dulu yang potensial market. Kalau sekarang ini strategi penjualan kami bukan lagi mencari mitra, tapi kita membuka pasar kita sendiri. Jadi kita membuka alur-alur distribusi sendiri pendekatan kita itu langsung ke customer bukan lagi ke penjual,” ujar Ravie.

Walaupun bisnisnya turun 70 persen, ia tetap optimis kalau bisnisnya akan tetap berlangsung meskipun di tengah wabah covid-19. Ia yakin dibalik dampak negatif covid-19 juga akan ada peluang positifnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya