Kata Istana soal Teror Diskusi Pemecatan Presiden di UGM

Penitia dan narsum diskusi menerima beragam teror hingga ancaman pembunuhan.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 31 Mei 2020, 11:40 WIB
UGM menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang masuk daftar kampus paling eksotis di Dunia (Sumber foto: www.ugm.ac.id

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menanggapi soal teror dan ancaman pembunuhan terkait diskusi tentang pemecatan presiden yang diselenggaraka kelompokn mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM).

Dia pun mendorong kasus teror tersebut dibawa ke ranah hukum. "Bila ada pelanggaran hukum menjadi ranah penegak hukum, siapapun, tanpa pandang bulu," kata Fadjroel kepada Liputan6.com, Minggu (31/5/2020).

Fadjroel menegaskan, bahwa Indonesia sangat menghormati dan menghargai demokrasi. Untuk itu, dia menilai hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

"Demokrasi dihormati setinggi-tingginya di Indonesia," ucapnya.

Sebelumnya, pelaksana kegiatan diskusi mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) mendapatkan ancaman teror akan dibunuh oleh orang tak dikenal.

Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Sigit Riyanto menjelaskan secara rinci ancaman pembunuhan yang disampaikan orang tak dikenal terhadap pelaksanaan kegiatan hingga kepada keluarganya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Diskusi Batal Digelar

Penjelasan UGM dan ITS soal prediksi akhir Corona Coivid-19 di Indonesia. (Sumber: Merdeka)

Menurut Sigit, ancaman itu muncul satu hari sebelum pelaksanaan kegiatan diskusi, yang rencananya digelar pada 29 Mei 2020.

"Tanggal 28 Mei 2020 malam, teror dan ancaman mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, pembicara, moderator, serta narahubung. Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas CLS," ungkap Sigit Riyanto dalam keterangan tertulisnya.

Bentuk ancaman yang diterima beragam, mulai dari pengiriman pemesanan ojek daring ke kediaman penerima teror, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka.

Akibatnya, diskusi akademik itu pun terpaksa batal diselenggarakan dengan alasan keamanan. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya