Liputan6.com, Jakarta - Pada 31 Mei, Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), negara-negara anggota, dan mitra-mitra.
Kampanye global tahun 2020 yang diluncurkan oleh WHO, mereka katakan bertujuan untuk memberdayakan generasi muda dengan pengetahuan yang diperlukan untuk melawan taktik-taktik industri, yang dirancang untuk menarik remaja agar merokok dan membantah mitos-mitos.
Advertisement
Setiap tahun, WHO mengatakan bahwa ada sekitar 225.700 orang di Indonesia yang meninggal akibat merokok, atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau.
Dalam rilisnya, WHO menyebutkan data terbaru yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 yang dirilis pada hari ini.
Dalam data tersebut, menunjukkan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia (usia 13-15 tahun), 2 dari 3 anak laki-laki, dan hampir 1 dari 5 anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau: 19,2% pelajar saat ini merokok dan di antara jumlah tersebut, 60,6% bahkan tidak dicegah ketika membeli rokok karena usia mereka, dan dua pertiga dari mereka dapat membeli rokok secara eceran.
WHO mengatakan, data dari GYTS itu juga menunjukkan hampir 7 dari 10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam 30 hari terakhir.
Selain itu, sepertiga pelajar WHO katakan merasa pernah melihat iklan di internet atau media sosial.
Organisasi Kesehatan Dunia itu juga menjelaskan, bahwa paparan terhadap tembakau di usia dini ini dapat menciptakan perokok seumur hidup, juga dapat berkontribusi terhadap stunting dan menghambat pertumbuhan anak-anak.
Selain itu, juga dapat meningkatkan risiko terjangkit penyakit tidak menular (PTM) kronis seperti penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronis, diabetes, dan kanker saat mereka beranjak dewasa, seperti dikutip dari laman resmi WHO, who.int, Minggu (31/5/2020).
Saksikan Video Berikut Ini:
Perokok Lebih Mungkin Mengalami Gejala Virus Corona Yang Lebih Parah
Dalam rilisnya, WHO mengatakan bahwa Virus Corona COVID-19 umumnya memengaruhi sistem pernapasan, sehingga membuat para perokok lebih mungkin mengalami gejala yang lebih parah, dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.
WHO dalam rilisnya juga mendorong semua negara untuk memantau pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan kebijakan-kebijakan pengendalian tembakau yang efektif untuk mengurangi permintaan masyarakat terhadap tembakau, yang merupakan bentuk implementasi dari Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (WHO FCTC).
Indonesia merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang belum meratifikasi WHO FCTC, menurut WHO.
WHO merekomendasikan agar semua orang memahami dan menyebarkan kesadaran akan risiko penggunaan tembakau, terutama bagi kesehatan dan kemakmuran generasi muda di masa depan.
Advertisement