Ukur Angka Reproduksi COVID-19, Jabar Gunakan Pemodelan SimcovID

Terdapat tiga indikator dalam mengukur indeks reproduksi COVID-19 (Rt) yakni jumlah kasus positif aktif, jumlah kesembuhan, dan jumlah kematian berdasarkan waktu harian.

oleh Arie Nugraha diperbarui 01 Jun 2020, 09:00 WIB
Tenaga medis merapikan hasil rapid test pegawai Lapas Kemenkumham di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas I Tangerang, Banten, Sabtu (30/5/2020). Hasil rapid tes yang diikuti 87 pegawai termasuk Kepala Lapas menunjukkan seluruh pegawai negatif virus Corona Covid-19. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Bandung - Ketua Divisi Perencanaan, Riset, dan Epidemiologi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (Jabar), Mohammad Taufiq Budi Santoso, mengatakan, otoritasnya tengah mengukur angka reproduksi efektif (Rt) dengan pemodelan SimcovID (Simulasi dan Pemodelan COVID-19 Indonesia).

SimcovID sendiri ucap Taufiq, merupakan tim gabungan yang terdiri dari peneliti berbagai perguruan tinggi, seperti ITB, Universitas Padjadjaran, YGM, UGM, ITS, UB, dan Undana, dan peneliti perguruan tinggi luar negeri, yakni Essex & Khalifa University, University of Southern Denmark, dan Oxford University.

"(Pemodelan SimcovID) Berdasarkan metode Kalman Filter yang merupakan perpanjangan dari metode Bayesian Sequential. Pemodelan SimcovID berdasarkan metode Kalman Filter menjadi metode yang paling cocok untuk kondisi di Jawa Barat dan datanya pun tersedia," kata Taufiq dalam keterangan resminya ditulis Sabtu, 30 Mei 2020.

Taufiq menjelaskan terdapat tiga indikator dalam mengukur indeks reproduksi COVID-19 (Rt) yakni jumlah kasus positif aktif, jumlah kesembuhan, dan jumlah kematian berdasarkan waktu harian. Sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam jumpa pers di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (29/5/20), mengatakan, angka reproduksi efektif (Rt) Jabar konsisten di angka 1 selama 14 hari, bahkan Rt Jabar berada di angka 0,97 dalam dua hari terakhir.

Taufiq mengatakan berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka Rt kurang dari 1 selama 14 hari menjadi salah satu indikator dalam aspek epidemiologi untuk pelonggaran pembatasan sosial atau adaptasi kebiasaan baru (AKB).

"Masih banyak indikator lain yang ditetapkan WHO untuk pelonggaran pembatasan sosial atau penerapan AKB, di antaranya indikator-indikator dalam aspek sistem kesehatan dan aspek surveilans," sebut Taufiq.

 


Penerapan AKB di 15 Kabupaten/Kota

Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar mengizinkan 15 kabupaten/kota menerapkan AKB atau new normal karena sudah berada di level 2 atau zona biru. Sementara 12 daerah lainnya direkomendasikan untuk melanjutkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara proporsional.

Sebelumya Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, keputusan tersebut berdasarkan kepada pertimbangan ilmiah baik data di lapangan maupun kesiapan sistem pengendalian pandemi COVID-19 di Jabar.

"Setiap mengambil keputusan, kami harus berdasarkan data karena tidak ingin asal dan gegabah. Hari ini (29/5) angka reproduksi (Rt) sudah selama 14 hari di angka 1, bahkan dua hari terakhir di angka 0,97 juga laju ODP dan PDP turun," ucap Kamil waktu itu.

Adapun 15 daerah di Zona Biru atau Level 2 yang bisa menerapkan AKB yakni yakni Kab. Bandung Barat, Kab. Ciamis, Kab. Cianjur, Kab. Cirebon, Kab. Garut, Kab. Kuningan, Kab. Majalengka, Kab. Pangandaran, Kab. Purwakarta, Kab. Sumedang, Kab. Tasikmalaya, Kota Banjar, Kota Cirebon, Kota Sukabumi, dan Kota Tasikmalaya.

Sementara 12 daerah berada di Zona Kuning atau Level 3 adalah Kabupaten Bandung, Kab. Bekasi, Kab. Bogor, Kab. Indramayu, Kab. Karawang, Kab. Subang, Kab. Sukabumi, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Cimahi dan Kota Depok.

"Maka dalam kriteria ilmiah itu, zona yang masuk Level 2 (Zona Biru) itu terkendali, 60 persen yang Zona Biru inilah yang kami beri izin untuk melakukan The New Normal atau yang kami sebut Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)," sebut Kamil.


Mempertimbangkan Sains dan Pendapat Ahli

Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar selalu mempertimbangkan sains dan pendapat ahli dari Perguruan Tinggi yang ada di Jabar.

Adaptasi Kebiasaan Baru atau AKB sendiri adalah istilah yang digunakan untuk memaknai new normal, yang merupakan kebiasaan baru warga Jabar di masa pandemi selama obat dan vaksin COVID-19 belum ditemukan.

Dalam hal ini, perubahan perilaku sehari-hari secara sadar dan disiplin menjadi lebih higienis ketika harus berdampingan dengan COVID-19. Kuncinya, terletak pada protokol kesehatan yang ketat dan tingkat kewaspadaan individu yang tinggi hingga dapat membantu menjalankan hidup aman, sehat, dan produktif.

Tiga protokol kesehatan yang wajib dan perlu menjadi kebiasaan warga Jabar adalah penggunaan masker, sering mencuci tangan, dan wajib menjaga jarak aman minimal 1,5 meter dengan orang lain saat beraktivitas di luar rumah. Jangan lupa, selalu perhatikan dan lindungi anggota keluarga yang rentan, terutama mereka yang lanjut usia, yang mempunyai penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi, gangguan paru, gangguan ginjal, penyakit autoimun dan kehamilan.

Warga Jabar juga diimbau untuk menghindari euforia dan tak lepas kendali dengan dimulainya AKB di Zona Biru. Situasi bisa berubah sewaktu-waktu jika penularan COVID-19 kembali meningkat. Tim Gugus Tugas Jabar berpesan, keberhasilan AKB di Jabar ada di tangan warga yang disiplin dan taat aturan. (Arie Nugraha)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya