Liputan6.com, Jakarta - Investasi di sektor infrastruktur digital diprediksi lebih cepat menguntungkan (termonetisasi) di era new normal. Langkah inilah yang telah dilakukan Telkom.
Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai peran teknologi informasi menjadi strategis dalam mengatasi penerapan physical distancing di tengah masyarakat.
Heru mengatakan Telkom sejak lima tahun lalu konsisten menggelontorkan investasi yang besar membangun infrastruktur digital.
Mulai dari satelit, sistem komunikasi kabel laut (SKKL) lokal dan internasional, last mile berupa BTS dan kabel optik, hingga aplikasi-aplikasi penunjang gaya hidup digital.
Baca Juga
Advertisement
"Di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kita baru merasakan manfaat dari infrastruktur yang dibangun Telkom atau operator seluler. Hal ini mungkin tadinya kebutuhan sekunder, sekarang menjadi primer," kata Heru melalui keterangannya, Minggu (31/5/2020).
Ia menambahkan, konsistensi dalam investasi besar di infrastruktur digital akan makin cepat return-nya di masa pandemi ini.
Heru berharap, walau ada pandemi, Telkom tetap konsisten menggelontorkan belanja modal besar membangun infrastruktur digital, mengingat pandemi telah mengubah perilaku masyarakat yang kian nyaman menggunakan teknologi digital.
"Sedih saat mendengar Mendikbud dicurhati ibu-ibu enggak ada akses internet untuk belajar dari rumah. Sekarang terlihat, infrastruktur digital yang menjangkau hingga pelosok desa itu punya Telkom. Ini akan membuat utilisasi infrastruktur yang dibangun akan maksimal," ucapnya.
Fokus Tingkatkan Kapabilitas Digital
Mengutip Laporan Keuangan Telkom untuk 2019, total belanja modal perseroan pada 2019 tercatat sebesar Rp 36,59 triliun atau 27 persen dari total pendapatan.
Belanja modal itu terutama digunakan untuk meningkatkan kapabilitas digital dengan terus membangun infrastruktur broadband yang meliputi BTS 4G LTE, jaringan akses serat optik ke rumah, jaringan backbone serat optik bawah laut dan terestrial, serta sebagian untuk keperluan bisnis menara.
"Kalau dilihat lima tahun ke belakang, belanja modal Telkom itu alokasinya selalu sekitar 25 persen dari total pendapatan. Keberanian mengalokasikan belanja modal yang besar ini menjadikan Telkom berada pada jalur yang tepat untuk menjadi digital telecommunication company,” Heru memungkaskan.
Advertisement
Pendapat Analis
Sementara Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, menyatakan kalau melihat kinerja Telkom pada 2019 membuktikan bahwa bisnis 'halo-halo' belum mengalami sunset.
"Bisnis 'halo-halo' tidak akan sunset selama pelaku usahanya mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Inovasi digital ke depan semakin berkembang dan maju, jadi kalau operator mampu bersaing dan bertahan dengan kondisi yang ada maka mereka bisa tetap survive,” katanya
Dalam catatan, kinerja Telkom sepanjang 2019 yang meraih keuntungan sebesar Rp 18,6 triliun sepanjang 2019, naik tipis 3,5 persen dibandingkan periode 2018 sebesar Rp 18 triliun.
Kinerja Telkom di 2019 bisa dikatakan paling kinclong dibandingkan Indosat dan XL. XL Axiata meraih laba bersih sebesar Rp 713 miliar sepanjang 2019, berbanding terbalik dengan kondisi pada 2018 yang mengalami kerugian Rp 3,29 triliun.
Sementara Indosat Ooredoo membukukan laba Rp 1,6 triliun pada 2019, berbanding terbalik dengan posisi 2018 yang mengalami kerugian Rp 2,4 triliun.
(Isk/Ysl)