Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu, Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa mulai tanggal 1 Juli 2020 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen akan dikenakan atas pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Hal ini berlaku baik pembelian produk dan jasa digital dari luar maupun dalam negeri, yang mencapai nilai transaksi atau jumlah traffic dan pengakses tertentu dalam kurun waktu 12 bulan.
Advertisement
Menanggapi hal itu, Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyatakan setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut.
“Saya sependapat pemerintah mengenakan pajak untuk perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik,” kata Piter kepada Liputan6.com, Senin (1/6/2020).
Lanjutnya, ia memaparkan ada beberapa alasan ia menyetujui kebijakan itu. Pertama, untuk keadilan bagi tranksaksi offline dikenakan pajak yang sama bagi online juga. Kedua, pemerintah membutuhkan penerimaan pajak terutama di tengah kondisi wabah covid-19 ini.
“Terakhir, sekarang ada kecenderungan transaksi online akan semakin berkembang di masa mendatang, sekarang adalah momentum untuk pengenaan pajak kepada transaksi online," tambah dia.
Tekan Produk Impor
Selain itu, ia tidak mempersalahkan jika nantinya timbul pro dan kontra dikalangan konsumen dan pihak lainnya karena PPN-nya menjadi 10 persen.
Namun yang pasti, Piter yakin dengan keputusan pemerintah, yang memang mengharuskan mengambil kebijakan yang tentunya mempertimbangkan banyak aspek sebelum memutuskan kebijakan itu.
“Pro kontra itu sudah pasti, tapi pemerintah harus mengambil kebijakan yang mempertimbangkan banyak aspek tidak hanya untuk kepentingan satu pihak,” ujarnya.
Piter pun menilai, dengan adanya potensi pajak dari transaksi online ini sangat menjanjikan masa depan ekonomi bagi Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap ke depannya pemerintah harus konsisten untuk menggali dan merealisasikan potensi pajak dari transaksi online.
“Kebijakan ini juga diharapkan bisa menahan laju masuknya barang-barang dari luar negeri,” pungkas Piter.
Advertisement