Benarkah Pelaksanaan Pilkada di Masa Pandemi Covid-19 Bakal Untungkan Petahana?

Pengamat politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto menilai pelaksanaan pilkada di tengah pandemi menguntungkan petahana.

Oleh TimesIndonesia.co.id diperbarui 02 Jun 2020, 11:31 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak

Liputan6.com, Sragen - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di masa pandemi Covid-19 dinilai membutuhkan biaya tinggi. Selain itu juga dianggap kurang adil dan dinilai menguntungkan petahana. Hal ini diungkap pengamat politik Universitas Sebelas Maret (UNS) sekaligus mantan Ketua KPU Sragen Agus Riewanto. 

"Masker bagi semua petugas, hand sanitizer ke semua TPS, teknologi surat suara juga harus berbeda," tambahnya.

Sedangkan dari peserta pilkada, pihaknya melihat petahana diuntungkan saat pandemi Covid-19. Sehingga pilkada tidak berjalan dengan adil.

"Banyak yang menang 90 persen incumbent. Karena sekarang kebijakan realokasi anggaran APBD bantuan Covid-19. Yang pegang anggaran kan kepala daerah. Sementara kepala daerah bisa memanfaatkan kebijakan dengan kampanye," ujarnya.

Diketahui, berdasarkan Perppu Nomor nomor 2 tahun 2020, pelaksanaan pilkada diputuskan pada 9 Desember 2020. Namun, jika pandemi belum berakhir, bisa ditunda lagi dengan persetujuan DPR RI, Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dengen keputusan tersebut, lanjut Agus, semua penyelenggara pemilu dan peserta pemilu harus menyiapkan protokol pencegahan Covid-19.

Menurutnya, cara konvensional pemilu harus diubah. Seperti kerumunan massa harus dihindari dan harus menerapkan protokol Covid-19. 

"Semisal alat coblos di bilik suara itu hanya satu alat, dan itu digunakan semua pengguna suara. Jika ada satu terinfeksi, satu kampung juga rentan tertular, itu kan bahaya," jelasnya. 

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Wacanakan E-Demokrasi

Dalam kondisi ini, perlu adanya inovasi dalam pesta demokrasi. Misalnya mulai mewacanakan E-Demokrasi (Demokrasi Elektronik). Menurutnya tahapan yang mengumpulkan massa bisa diarahkan ke teknologi.

"Kampanye sudah tidak perlu berkerumunan, bisa melalui daring," tuturnya.

Dikatakannya, sejauh ini ada beberapa negara di dunia menerapkan pemilihan umum tanpa harus ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ada yang mengirimkan surat ke KPU melalui pos. Ada juga yang early timming atau pemilu yang lebih dulu dilaksanakan.

"Pemilu bisa dilakukan sebelum 9 Desember dengan syarat tertentu," ungkap Agus. 

 

 

Simak berita Times Indonesia lainnya di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya