Cek Fakta: Video Ini Bukan Bukti Rumah Sakit Jadikan Covid-19 Sebagai Lahan Bisnis

Beredar rangkaian video yang diklaim terbongkarnya lahan bisnis rumah sakit dengan menetapkan pasien Covid-19, simak faktanya.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Jun 2020, 12:46 WIB
Beredar rangkaian video yang diklaim terbongkarnya lahan bisnis rumah sakit dengan menetapkan pasien Covid-19, simak faktanya.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar rangkaian video yang diklaim sebagai bukti terbongkarnya lahan bisnis rumah sakit dengan modus 'memvonis' pasien terkait virus corona baru (Covid-19).

Video tersebut diunggah akun Facebook Andi Baso Ryadi Mappasulle, pada 2 Juni 2020. Unggahan tersebut diberikan keterangan sebagai berikut:

"Kejadian ini membuktikan kalau Tim medis/dokter menjadikan pandemik covid 19 sebagai Lahan Mata pencaharian, biar bukan penyakit covid 19 dipaksakan untuk memvonis PDP covid 19, atau positive covid 19, malah sampai mau menyogok anak korban agar setuju Almarhum bapaknya untuk di jadikan positive covid 19.Sama halnya dengan almarhumah Istri saya yang meninggal karena strok dan pecah pembuluh darah tapi divonis oleh dokter PDP covid 19, dan akhirnya hasil swabnya menyatakan negatief covid 19, dan sampai sekarang jenazah almarhumah Istri saya masih dipekuburan Khusus orang covid padahal almarhumah Istri saya tidak covid yang dibuktikan dengan hasil swab yang resmi. Ada apa sebenarnya dibalik semua ini, kecurigaan saya mulai terbuktikan kalau semua ini hanya skenario untuk anggaran Semata. Tidak ada yang Boleh menahan kekuasaan Allah SWT untuk membongkar kebenaran yang sebenarnya."

Rangkaian video tersebut menunjukkan sejumlah orang sedang mencoba menerobos masuk ke dalam sebuah ruangan, rekaman lain pun menunjukkan beberapa orang sedang berdialog.

Dalam salah satu video terdapat narasi sebagai berikut:

"Ini adalah salah satu anak dari almarhum yang menyatakan sikap bahwa akan disogok uang untuk agar pasien ini dikuburkan secara corona. Ini pernyataan langsung dari anak yang telah ditinggal orang tuanya. Pemirsa sekalian ini adalah bentuk suatu pembodohan, di mana kita dipaksa.

Sangat janggal sekali kejadia ini, ini seluruh Indonesia akan tau kejadian ini di kota manado, tepatnya di kelurahan ketangbaru dan ternate baru, bahwa pernyataan ini dari anak almarhum sendiri, di rumah sakit Pancaran Kasih di kota di Manado, bahwa dokter menyogok anak dengan beberapa uang tapi anaknya tolak tolong diviralkan ke seluruh Indonesia agar tebongkarkan kasus seperti ini.

Jelaskan berarti ada dana di corona, ada dana kan berati masa rakyat dipaksa kalau ODP ditangkap seperti kejahatan kriminal padahal pasien tidak kriminal, ternyata kenyatan seperti ini.

kasian kan itu rakyat ditakut-takuti kenapa si seperti ini seharunya jangan dong rakyat ditakut-takuti seperti ini. Nah ini kan kasus. Allah tunjukan kebesaran Allah bahwa ada kejadian seperti ini, Allah kasih lihat kebohongan ini, seharusnya aparat seharusnya penegak hukum harus berpihak kepada rakyat berpihak kepada kita semua jangan berpihak kepada orang orang yang tidak melakukan kebenaran, ini sudah viral ini kira-kira sudah dibagikan 3 ribu di seluruh Indonesia"

Benarkah video tersebut bukti terbongkarnya lahan bisnis rumah sakit dengan menetapkan pasien Covid-19? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

 


Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim video terbongkarnya lahan bisnis rumah sakit dengan menetapkan pasien Covid-19, dengan menangkap layar video untuk dijadikan bahan penelusuran menggunakan Google Reverse Image dan Yandex. Namun mesin pencari tersebut tidak menampilkan gambar yang identik dengan video pada klaim.

Cek Fakta Liputan6.com kemudian mengunakan narasi pada video sebagai petunjuk untuk melakukan penelusuran menggunakan Google Search, dengan kata kunci 'video viral pasien corona di rumah sakit Pancaran Kasih'.

Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Isu Corona Menyeruak, Viral Video Keluarga Pasien Datangi RS di Manado" yang dimuat situs kumparan.com, pada 2 Juni 2020.

Artikel tersebut mencantumkan salah satu cuplikan video yang terdapat pada klam terbongkarnya bisnis penetapan korban virus Covid-19 yang dilakukan rumah sakit.

Artikel menjelaskan, beredar video di media sosial berdurasi 53 detik memperlihatkan sejumlah orang mendatangi Rumah Sakit Pancaran Kasih, Manado, Senin (1/6) sore.

Dalam video tersebut tampak, tampak warga memprotes pelayanan tenaga medis di rumah sakit Pancaran Kasih. Massa kemudian mencoba merangsek masuk ke dalam rumah sakit, namun dihalangi petugas.

Salah satu perwakilan massa mengaku mendapat tawaran uang Rp 50 ribu untuk memberi izin jenazah diurus dengan protokol COVID-19. Hal itu pun dianggap sebagai upaya suap.

“Saya buka ada gulungan Rp 50 ribu,” kata salah satu perwakilan massa seperti di video.

 

Terkait dengan dugaan suap yang dilakukan dokter di rumah sakit Pancaran Kasih Manado, Cek Fakta Liputan6.com telah mengulasnya dalam artikel "Cek Fakta: Viral Dokter RS di Manado Sogok Keluarga Pasien PDP Covid-19, Ini Faktanya".

Dalam artikel tersebut, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Sulawesi Utara Sulut (Sulut) Steaven Dandel mengatakan, terkait isu pemberian uang dalam kasus tersebut, dalam SOP tidak ada kebijakan pemberian uang kepada keluarga. Yang dia tangkap di dari penjelasan dokter rumah sakit Pancaran Kasih, uang diserahkan kepada imam yang dipanggil pihak RS untuk memandikan dan mensalatkan jenazah. Bukan kepada keluarga.

Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Frangky Kambey menyatakan, isu menawarkan uang sogok kepada keluarga pasien, tidak benar.

“Saya atas nama direksi dan seluruh karyawan RS GMIM Pancaran Kasih, turut berbelasungkawa atas kepergian almarum yang meninggal di rumah sakit kami siang tadi (kemarin),” katanya.

Setiap pasien yang masuk RS, baik ODP, PDP, dan positif Covid-19, langsung dinotifikasi ke Gugus Tugas Kota Manado dan Pemprov Sulut. Apabila pasien meninggal, juga diberi tahu ke Gugus Tugas. Ada protokol yang dilakukan jika pasien meninggal. Yakni protokol jenazah, karena situasi wabah.

“Di RS kami, yang meninggal ada pasien yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Muslim, Budha, dan Hindu. Masing-masing ada penanganan sesuai agamanya. Kebetulan pasien ini beragama Muslim. Jadi kami menggunakan fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah muslim yang terinfeksi Covid-19,” jelasnya.

Di pasal 7 katanya, disebutkan jenazah bisa dimandikan, dikafani, dan disalatkan oleh pemuka agama yang beragama muslim. Biasanya pihak rumah sakit memberikan insentif kepada yang memandikan, mengkafani, dan mensalatkan jenazah Rp 500 ribu per orang. Mengingat mereka menanggung resiko yang besar, dalam hal tertular, maka juga harus menggunakan APD level 3.

Lanjut Kambey, kebetulan yang terjadi adalah yang memandikan, mengkafankan dan mensalatkan hanya satu orang, biasanya tiga. Sehingga petugas RS melaporkan, ada dua insentif yang tertinggal. Sehingga dia menginstruksikan, berikan saja ke siapa saja yang disitu. Kebetulan yang ada di situ keluarga.

“Menurut petugas, keluarga tidak menerima. Jadi sebenarnya ada kesalahpahaman. Kalaupun kami salah, kami minta maaf. Tapi dari lubuk hati yang terdalam, kami hanya menjalankan kebijakan. Misalnya pun kalau diterima, anggaplah itu sebagai ungkapan belasungkawa kami, bukan seperti yang diisukan bahwa kami menyogok untuk mengatakan pasien ini positif Covid-19,” urainya, sembari mengatakan, pasien tersebut terdiagnosa sebagai PDP. Karena itu, protokol yang digunakan adalah penanganan jenazah Covid-19.

Kambey juga mengklarifikasi, pihaknya tidak pernah membolehkan jenazah pasien dibawa pulang. “Kalau kami membolehkan, kami bisa diproses karena melanggar protokol. Semua pasien yang meninggal, baik statusnya ODP, PDP, dan positif, harus dinotifikasi ke Gugus Tugas Manado. Jadi kami sudah melakukan tugas dan kewajiban kami, yakni menangani dan melaksanakan apa yang menjadi protokol. Prinsip kami adalah menjalankan tugas, dan menunaikan misi kemanusiaan tenaga kesehatan. Kalaupun ada kesalahan, mungkin miskomunikasi antara dua belah pihak, kami mohon maaf,” tukasnya.

Hasil kesimpulan penelusuran pada artikel tersebut adalah klaim dokter rumah sakit di Manado menyogok keluarga pasien agar setuju meninggal karena Covid-19 tidak didukung bukti kuat.

Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Frangky Kambey telah membatantah kabar tersebut, uang yang diberikan ke pihak keluarga adalah insentif memandikan jenazah. Pasien yang meninggal tersebut berstatus PDP, sehingga jenazahnya harus ditangani dengan mengacu pada protokol Covid-19.

 

Soal Klaim Dana Covid RS

Dikutip dari situs resmi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bpjs-kesehatan.go.id, kriteria pasien yang dapat diklaim biaya perawatannya adalah Pasien yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang berusia di atas 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta serta ODP usia kurang dari 60 tahun dengan penyakit penyerta, baik itu WNI ataupun WNA yang dirawat pada rumah sakit di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik itu peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)- Kartu Indonesia Sehat (KIS) maupun belum terdaftar, atau rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan atau tidak, dapat dilakukan klaim pelayanan.

Alur pengajuan klaim Covid-19 dimulai dari rumah sakit mengajukan permohonan pengajuan klaim secara kolektif melalui email ke Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan cq. Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan, ditembuskan ke BPJS Kesehatan untuk verifikasi dan Dinas Kesehatan. Adapun berkas pendukung verifikasi diajukan melalui aplikasi Eklaim INA-CBGs.

Kementerian Kesehatan dapat memberikan uang muka paling banyak 50 persen dari jumlah klaim yang diajukan. Berkas klaim pasien Covid 19 yang dapat diajukan adalah yang dirawat sejak tanggal 28 Januari 2020.

Selanjutnya BPJS Kesehatan akan melakukan verifikasi terhadap klaim sesuai dengan ketentuan yang ada dalam petunjuk teknis klaim penggantian biaya perawatan. Setelah melakukan verifikasi BPJS Kesehatan akan menerbitkan Berita Acara Verifikasi pembayaran tagihan klaim pelayanan kepada Kementerian Kesehatan. BPJS Kesehatan diberi waktu tujuh hari kerja dalam proses verifikasi klaim tersebut.

Selanjutnya, setelah diserahkan berita acara verifikasi, Kementerian Kesehatan akan membayarkan klaim kepada rumah sakit setelah dikurangi uang muka yang telah diberikan sebelumnya. Biaya klaim akan ditransfer ke rekening instansi pemohon (rumah sakit) oleh Kementerian Kesehatan dalam kurun waktu 3 (tiga) hari kerja.

 

Positif COVID-19

Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Sulut, dr Steaven Dandel menyebut bahwa jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) yang diambil paksa keluarganya dari RS Pancaran Kasih, Manado, Sulawesi Utara ternyata positif Covid-19.

Informasi ini dikutip dari artikel berjudul "Jenazah yang Diambil Paksa Keluarganya dari RS di Manado Ternyata Positif Covid-19" yang dimuat situs Liputan6.com pada Sabtu 6 Juni 2020.

Liputan6.com, Manado - Masih ingat insiden yang terjadi di Rumah Sakit Pancaran Kasih Manado, Senin (1/6/2020) lalu? Jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang diambil paksa oleh pihak keluarga dari rumah sakit tersebut ternyata positif Covid-19.

"Nantinya keluarga, dan seluruh pihak terkait yang sempat membawa dan memegang jenazah PDP yang telah dinyatakan positif Covid-19 akan langsung di-swab PCR. Tidak lagi melalui rapid test," ungkap Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Sulut, dr Steaven Dandel, Sabtu (6/6/2020).

Dalam laporan yang disampaikan Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Sulut pada Sabtu malam, ada 79 kasus baru positif Covid-19. Dalam daftar kasus baru itu, nomor kasus 469 adalah laki-laki berusia 52 tahun asal Manado, merupakan PDP yang meninggal pada 1 Juni 2020 di rumah sakit di Manado.

"PDP yang meninggal itu memiliki pneumonia, dan sejumlah penyakit penyerta lainnya," ujar Dandel.


Kesimpulan

Klaim rangkaian video terbongkarnya lahan bisnis rumah sakit dengan menetapkan pasien Covid-19 tidak didukung bukti kuat. 

Video yang viral memperlihatkan warga memprotes pelayanan tenaga medis di rumah sakit Pancaran Kasih sebab diduga menyogok keluarga pasien yang sudah meninggal agar mau ditetapkan sebagai pasien Covid-19. Namun, dugaan tersebut tidak terbukti.

Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Frangky Kambey telah membantah kabar tersebut. Ia mengatakan, uang yang diberikan ke pihak keluarga adalah insentif memandikan jenazah. Pasien yang meninggal tersebut berstatus PDP, sehingga jenazahnya harus ditangani dengan mengacu pada protokol Covid-19.

 

 

Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya