Liputan6.com, Blora - Ratusan warga Desa Kalisari, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah menggeruduk Balai Desa setempat, Selasa (2/6/2020). Pasalnya, mereka kecewa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa beberapa waktu lalu kuotanya tidak dimaksimalkan pihak desa untuk disalurkan kepada warga terdampak Covid-19.
Pantauan Liputan6.com, ratusan massa berjalan kaki dari depan tempat penimbunan kayu (TPK) Perhutani menuju ke Balai Desa Kalisari dengan membawa bendera merah putih, spanduk, dan puluhan poster.
"Terus terang kami kecewa penyaluran BLT Dana Desa untuk warga terdampak Covid-19 tidak transparan dan kuotanya dipangkas tanpa ada alasan dan aturan yang jelas," kata Puji Utomo (45), warga setempat.
Baca Juga
Advertisement
Menurutnya, BLT Covid-19 yang bersumber dari dana desa itu sebenarnya warga yang mendapatkan bantuan sejumlah 166 KK. Namun pihak desa hanya menyalurkan sejumlah 105 KK. Artinya, ada 61 KK dengan sengaja BLT tidak diberikan.
"Kemana sisanya, kami juga tidak pernah dikasih tahu sama sekali. Padahal itu uang rakyat dan bukan uang milik kepala desa (Kades). Banyak warga yang terdampak disengaja tidak diberi BLT," katanya.
Puji mengungkapkan, kebijakan Kades Kalisari memangkas jumlah penerima BLT Dana Desa sangat tidak tepat dan menyakiti hati warganya sendiri. Dirinya juga beranggapan, kebijakan tersebut adalah bentuk ketidak pedulian kades terhadap warga.
"Nilainya Rp600 ribu, bulan kemarin sudah keluar sekali," katanya saat ditemui.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Tidak Sesuai Permendes
Sementara itu, ketua Forum Komunikasi (Forkom) Masyarakat Blora, Agus Jumantoro menjelaskan, pemangkasan jumlah penerima yang dilakukan Kades Kalisari tidak sesuai dengan Permendes PDTT No 6 tahun 2020 tentang prioritas penggunaan dana desa 2020.
"Ditengah bencana Covid-19, jangan sampai ada yang melakukan penyelewengan dan penyalahgunaan kewenangan. Baik itu tentang BLT Dana Desa," katanya.
Agus menuturkan, Kades dalam hal ini harus hati-hati dalam penyaluran bantuan tersebut dan jangan sampai terjerat kasus hukum. Dia mendesak pemerintah Desa Kalisari agar warga yang terdampak Covid-19 agar diberikan haknya.
"Pemilihan lakon Bagong adalah implementasi dari rakyat kecil yang menuntut hak-hak kerakyatan, rakyat kecil yang berani menggugat Pemerintah Desa untuk berlaku seadil-adilnya," tuturnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Desa Kalisari, Supriyono mengampaikan, uang dana desa dari pemerintah itu maksimal 30 persen yang bisa diperuntukkan warga terdampak Covid-19.
Ramai-ramai digeruduk warga, tampak raut wajah paniknya pun memancar saat itu. Pihaknya meminta maaf dan mengakui tidak menyalurkan BLT Dana Desa dengan maksimal. Padahal, bantuan tersebut dibiayai oleh dana desa yang telah diarahkan pemerintah.
"Saya minta maaf ke warga Kalisari atas kelalaian ini. Segera akan kami data warga yang belum mendapat bantuan," katanya.
Saat ditanya alasannya kebijakan itu dilakukan, pihaknya berkelakar menjawab dengan jawaban yang sulit dipahami oleh warganya sendiri. Tampak gemetarnya sang Kades pun terlihat jelas saat di Balai Desa Kalisari.
Advertisement
Transparansi
Sementara itu, koordinator Gerakan Rakyat Menggugat (Geram), Eko Arifianto meminta Kades untuk menempel nama-nama warga penerima bantuan di balai desa agar tercipta transparansi.
"Besok tolong ditempel nama-nama warga yang mendapat bantuan di Balai Desa Kalisari. Agar warga juga dapat memantau apabila terdapat nama warga yang ganda jika menerima bantuan lain," jelas Eko.
Untuk diketahui, aksi warga menggeruduk Balai Desa Kalisari agar dapat beraudiensi langsung dengan Kades berlangsung sekitar pukul 11.24 WIB hingga pukul 12.55 WIB. Tampak Camat, Kapolsek, hingga Danramil Randublatung hadir di lokasi. Perkiraan ada 50 an personel dari Polsek dan Koramil Randublatung yang berjaga agar tidak ada keributan di tengah situasi pandemi.