Liputan6.com, Jakarta- Para pejabat mengatakan bahwa seorang pengungsi lansia Rohingya telah menjadi orang pertama yang meninggal akibat Virus Corona COVID-19 di kemah di Bangladesh Selatan.
Pada Minggu 31 Mei 2020, pria yang berusia 71 tahun itu meninggal saat menjalani perawatan di pusat isolasi kemah, kata Bimal Chakma, seorang pejabat senior Refugee Relief and Repatriation Commission, pada Selasa 2 Juni 2020.
Advertisement
Bimal Chakma mengatakan "Hari ini kami mendapat konfirmasi bahwa ia dinyatakan positif COVID-19".
Lebih dari satu juta pengungsi Rohingya tinggal di kemah-kemah di Cox's Bazar, distrik pantai di Bangladesh tenggara. Kematian karena Virus Corona COVID-19 tersebut terjadi di kemah pengungsi terbesar di dunia, yaitu tempat penampungan Kutupalong, dan merupakan rumah bagi sekitar 600.000 orang, seperti dikutip dari Aljazeera, Rabu (3/6/2020).
Saksikan Video Berikut Ini:
Penyakit yang Disertai
Seorang guru sekolah Rohingya dan seorang tetangga di kemah itu, Mohammad Shafi, mengatakan pria tersebut telah lama menderita tekanan darah tinggi dan penyakit ginjal.
"Tidak ada yang menyadari bahwa dia mengalami Virus Corona. Berita itu mengejutkan kami," kata Mohammad Shafi kepada AFP.
Ia menambahkan, "Dalam beberapa minggu terakhir, banyak orang di kemah-kemah menderita demam, sakit kepala, dan sakit badan. Tetapi sebagian besar berpikir mereka sakit karena perubahan cuaca. Mereka berpikit untuk tidak repot-repot diuji untuk Virus Corona."
Sejak kasus pertama terdeteksi pada 14 Mei 2020 di kemah-kemah, setidaknya ada 29 pengungsi Rohingya yang telah dites positif untuk virus sejauh ini.
Sebanyak 339 tes telah dilakukan di antara para pengungsi sejauh ini, menurut pernyataan para pejabat setempat.
Juga dilaporkan ada sekitar 15.000 pengungsi pada pekan lalu yang ditempatkan di karantina karena jumlah kasus Virus Corona meningkat.
Louise Donovan, juru bicara badan pengungsi PBB di Cox's Bazar mengatakan "Kami semua bekerja sepanjang waktu untuk memastikan bahwa pengujian tersedia untuk para pengungsi".
Alejandro Agustin Cuyar, direktur program Relief International's Cox's Bazar. mengatakan "Ini adalah bom waktu." Ia juga menyampaikan, "Begitu virus mulai menyerang, akan sangat sulit untuk meratakan lekukannya, jadi kami sangat khawatir jumlah yang membutuhkan pengobatan akan segera luar biasa."
Advertisement