Mendes Kecewa, Ada Kepala Desa Sunat Dana BLT Rp 200 Ribu

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi meminta kepala desa untuk transparan dalam pembagian BLT

oleh Tira Santia diperbarui 03 Jun 2020, 13:10 WIB
Menteri Desa Abdul Halim Iskandar dalam jumpa pers di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Jakarta, Minggu (19/4/2020). (Liputan6.com/ Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, menyesalkan adanya tokoh masyarakat desa, kepala dusun (AM) dan Ef yang merupakan anggota Badan Permusyawaratan Desa Banpres, yang berupaya memotong Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kecamatan Tuah Negeri, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.

"Saya sangat menyesalkan perilaku tokoh masyarakat desa ini, segenap proses BLT Dana Desa berprinsip dari desa, oleh desa, untuk desa. Dengan transparansi seluruh tahapan seperti ini, seharusnya tidak ada pihak yang berani coba-coba mengambil keuntungan pribadi, karena mudah diketahui warga desa lainnya," kata Abdul dalam keterangannya, Rabu (3/6/2020).

Menurut Abdul, memang diharuskan warga desa leluasa mengawasi secara partisipatoris, mengontrolnya, dan melaporkannya hingga kepada yang berwajib, jika terjadi penyelewengan BLT dana desa.

Lebih lanjut Abdul menjelaskan, di Desa Banpres, proses pengumpulan data hingga penetapannya dalam musyawarah desa dilaksanakan secara terbuka. Daftar penerima BLT Dana Desa juga ditempelkan di balai desa sehingga mudah diakses oleh warga desa.

Untuk mempercepat penyaluran BLT Dana Desa kepada keluarga miskin yang berhak, penyaluran secara tunai juga disaksikan oleh banyak pihak di balai desa.

Dalam berbagai kesempatan, telah diumumkan bahwa nilai bantuan Rp 600 ribu yang diterima untuk waktu 3 bulan, yang tidak bisa disatukan atau dirapel.

 


Kronologi Pemotongan BLT

Ilustrasi dana BLT

Diketahui pada hari Kamis (21/5/2020) di balai Desa Banpres telah dilakukan penyaluran BLT Dana Desa untuk 91 kepala keluarga. Masing-masing mendapatkan uang tunai sebesar Rp 600 ribu. Di Dusun 1 teralokasikan bantuan untuk 23 keluarga.

Namun, setelah pembagian tersebut, Kepala Dusun 1 (AM) dan anggota Badan Permusyawaratan Desan (BPD) berinisial Ef menemui penerima di rumah masing-masing warga untuk kemudian dipotong sebesar Rp 200 ribu per keluarga.

Sehingga terkumpul dana hanya dari 18 warga dengan total Rp 3,6 juta. Atas pemotongan dana tersebut, warga keberatan dan mengadukan ke Kepala Desa Banpres (Su). Pada hari Kamis (28 Mei 2020) hal ini dilaporkan ke Polres Musi Rawas.

Sebenarnya, pada akhir tiap dokumen kebijakan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, selalu diterakan call center 1500040 dan aplikasi sipemandu.kemendesa.go.id sebagai saluran pengaduan masyarakat. Seluruh aduan diproses oleh tim aduan dan ditindaklanjuti ke lapangan.

Aduan yang disampaikan melalui social media selama ini juga langsung ditindaklanjuti ke lapangan. Kementerian Desa PDTT memiliki tim pengelola aduan di pusat, dengan dukungan 35 ribu pendamping desa yang bergerak di desa-desa di seluruh Indonesia.

“Kejadian di Desa Banpres, Musi Rawas, ini belum pernah masuk ke sistem aduan Kemendesa PDTT. Namun begitu terjadi, Kemendesa PDTT langsung mengonsolidasikannya dengan tim aduan dan pendamping desa di lapangan. Saat ini kasus sudah masuk ranah aparat penegak hukum dan mulai diproses sesuai aturan hukum. Kemendesa PDTT terus memantau kasus ini sampai terselesaikan, “ pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya