Cek Fakta: Tidak Benar Ruslan Buton Dipecat dari TNI karena Tolak TKA China Masuk Maluku

Benarkah Ruslan Buton dipecat dari TNI karena menolak TKA China masuk Maluku? Cek fakta sebelum percaya.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 03 Jun 2020, 21:19 WIB
Gambar Tangkapan Layar Berita Tentang Ruslan Buton

Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang Ruslan Buton yang dipecat dari TNI karena menolak tenaga kerja asing (TKA) China masuk Maluku beredar di media sosial. Kabar ini disebarkan situs idtoday.co dengan judul artikel "Ternyata Bukan Pembunuhan, Kuasa Hukum Sebut Ruslan Buton Dipecat dari TNI karena Tolak TKA China ke Maluku" pada 31 Mei 2020.

Berikut isinya:

Kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun angkat bicara soal kabar kliennya dipecat dari prajurit TNI AD karena tersandung kasus pembunuhan pada 2017 lalu. Menurutnya, pemecatan tersebut bernuansa politis.

Pada 2017 lalu, Tonin mengatakan Ruslan Buton diketahui masih menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.

Ketika menjabat, kliennya kerap bertindak tegas terhadap adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) China masuk ke daerahnya.

“Jadi Ruslan itu pada 2017, dia tangkap TKA China yang di Maluku Utara, orang China bawa visa turis bekerja di perusahaan pertambangan. Nggak usah ku kasih tau lah PT-nya. Dia tangkap karena dia komandan di daerah sana,” kata Tonin kepada Tribunnews, Minggu (31/5/2020).

Ketika menangkap, Ruslan sempat dilobi petugas atau pejabat yang tidak disebutkan namanya agar melepaskan TKA China yang ditahan.

Bahkan saat itu, kliennya sempat disuap agar bisa melepaskan seluruh TKA tersebut.

Kapten Ruslan selaku Komandan Operasional mengatakan ‘kalau uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA maka akan saya terima, tapi kalau uang tersebut untuk melepaskan ke-5 TKA maka akan saya tolak’,” kata Tonin menirukan ucapan Ruslan saat itu.

Penolakan inilah yang diduga menjadi penyebab kliennya mulai diincar agar turun dari jabatannya.

Empat bulan setelahnya, markas sekaligus asrama TNI yang dipimpinnya diserang oleh seorang pria bernama La Gode.

Saat penyerangan itu, La Gode pun terbunuh saat mencoba menyerang markas TNI AD.

“Yang dibunuh ini (La Gode, Red) bukan petani. Yang dibunuh ini preman, sudah dua kali bunuh orang itu. Narapidana itu. Ke luar masuk penjara,” jelasnya.

“Dia serang markas, terus kalau serang markas dibiarin? nyerang markas tentara. Itu asrama lah tapi ada kesatuannya juga,” sambungnya.

Kasus pembunuhan inilah yang menyeret Ruslan ke mahkamah militer.

Ia menuturkan, proses jalannya persidangan pun seolah didesain bahwa kliennya harus didepak dari militer.

“Itu jelas didesain dia harus dipecat. Pokoknya dia harus dipecat, kenapa? karena dia yang bikin TKA China disana susah masuk. Berarti direkondisikan preman ini untuk mengganggu kan,” ujar dia.

Sebagai informasi, saat menjabat Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.

La Gode ini disebut-sebut sebagai seorang petani.

Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu.

Diberitakan sebelumnya, Ruslan ditangkap di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5/2020) kemarin tanpa ada perlawanan.

Penangkapan oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih bersama Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Buton ini karena adanya laporan yang masuk ke SPKT Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22 Mei 2020

‎Terpisah Kabid Humas Polda Sultra AKBP Ferry Walintukan menjelaskan ‎dalam penangkapan itu, tim menyita sebuah telepon genggam beserta SIM card dan satu kartu tanda penduduk (KTP) milik Ruslan Buton.

Dari hasil pemeriksaan awal pelaku mengaku rekaman suara yang meminta Presiden Jokowi mundur itu adalah benar suaranya sendiri.

“Rekaman dibuat tanggal 18 Mei 2020, direkam menggunakan barang bukti (telepon genggam) milik pelaku,” kata Ferry.

Usai merekam suara pelaku kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral. Kini kasus ditangani Mabes Polri, sementara Polda Sultra dan jajaran hanya mendampingi penangkapan.

Diketahui, Ruslan membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk video dan viral di media sosial pada 18 Mei 2020. Ruslan menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona sulit diterima oleh akal sehat.

Ruslan juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.

“Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat,” tutur Ruslan di video itu.

Sebelumnya, pada Jumat (29/5/2020) Ruslan ditetapkan sebagai tersangka.

Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel ‘Ruslan Buton Dijebloskan ke Tahanan, Terancam Pidana 6 Tahun Penjara’

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono mengakui Ruslan Buton telah ditahan di Rutan Bareskrim untuk diproses hukum atas perbuatannya.

“Ya sudah ditahan di Bareskrim,” terang Argo saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (30/5/2020).

Argo melanjutkan, Ruslan Buton dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana 6 tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara 2 tahun.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ruslan Buton yang juga ‎pecatan anggota TNI itu ditangkap oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih bersama Polda Sulawesi Tenggara, dan Polres Buton pada Kamis (28/5/2020) pukul 10.30 waktu setempat.

Kapolda Sultra, Irjen Merdisyam ‎mengatakan, ketika ditangkap di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5/2020), Ruslan ‎sama sekali tidak melawan.

“Yang bersangkutan kooperatif ketika diamankan,” terang Merdisyam saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (29/5/2020).

Kasus tersebut kini ditangani Bareskrim atas adanya laporan yang masuk ke SPKT Bareskrim dengan nomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22 Mei 2020.

‎Terpisah Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Ferry Walintukan menjelaskan, ‎dalam penangkapan itu, tim menyita sebuah telepon genggam beserta SIM card dan satu kartu tanda penduduk (KTP) milik Ruslan Buton.

Dari hasil pemeriksaan awal pelaku mengaku rekaman suara yang meminta Presiden Jokowi mundur itu adalah benar suaranya sendiri.

 


Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim yang menyebut bahwa Ruslan Buton dipecat dari TNI karena menolak TKA China masuk Maluku.

Penelusuran dilakukan menggunakan situs pencari Google Search dengan memasukkan kata kunci "Ruslan Buton dipecat". Hasilnya terdapat beberapa artikel yang menjelaskan mengenai pemecatan Ruslan Buton dari TNI.

Satu di antaranya artikel berjudul "Jejak Hitam Ruslan Buton yang Ditangkap karena Desak Jokowi Mundur" yang dimuat situs detik.com pada 31 Mei 2020.

Jakarta - Ruslan Buton, yang membuat heboh dengan surat terbuka mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur, kini ditahan Bareskrim Polri. Ia punya jejak hitam lantaran pernah terlibat dalam kasus pembunuhan seorang petani di Ternate pada tahun 2017 sehingga dipecat dari TNI.

Ruslan ditangkap di di kediamannya di Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Kamis (28/5) pagi waktu setempat oleh tim yang dipimpin oleh Dirkrimum Polda Sultra Kombes Aris Alfatar dan Tim Densus 88 Mabes Polri. Dua orang pamen POM Mabes TNI AD Letkol Rus'an dan Letkol Denny juga mendampingi penangkapan Ruslan ini.

Kepada polisi, Ruslan mengakui rekaman surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi merupakan suaranya. Ruslan juga mengaku mendistribusikan rekaman yang dibuat pada 18 Mei itu ke media sosial. Ia dijerat pasal berlapis. Selain pasal tentang keonaran, dia dijerat UU ITE.

"Dia sudah dipecat secara tidak hormat oleh satuan Angkatan Darat (AD)," ungkap Kadispenad TNI AD Kolonel Inf Nefra Firdaus kepada detikcom, Sabtu (30/5/2020).

Kasus yang menjerat Ruslan terkait penganiayaan hingga menyebabkan kematian terhadap seorang petani bernama La Gode di Taliabu, Ternate, Maluku Utara, pada 2017. La Gode ditangkap dan dibawa ke kantor Pos Satuan Tugas Operasi Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Opspamrahwan) Batalion Infanteri Raider Khusus 732/Banau (BKO) karena mencuri singkong parut milik warga.

"Ruslan Buton dipecat dari TNI karena kasus pembunuhan La Gode medio Oktober 2017. Mantan perwira pertama di Yonif RK 732/Banau terakhir berpangkat kapten infanteri," jelas Nefra.

Tewasnya La Gode berawal saat dirinya ketahuan mencuri singkong warga, kemudian ditangkap polisi. La Gode lalu diserahkan ke Pos Satgas Opspamrahwan di Pulau Talibu karena polisi setempat tidak memiliki ruang tahanan. La Gode kemudian tewas setelah menjadi korban penganiayaan.

Saat itu Ruslan menjadi komandan kompi sekaligus komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau. Nefra menyebut belasan oknum personel TNI yang bertugas di Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau juga didakwa melakukan penganiayaan itu.

"Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode," sebut Nefra.

Menurut Nefra, Oditur Militer Ambon mendakwa Ruslan dan anak buahnya melanggar Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP primer Pasal 170 ayat (1) tentang menggunakan tenaga secara bersama-sama untuk melakukan kekerasan terhadap seseorang dan (3) juncto Pasal 156 atau Pasal 170 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 56 KUHP. Ruslan pun dipecat dari TNI usai vonis dibacakan pada 2018 lalu.

Kasus kematian La Gode sempat menjadi perhatian pada Desember 2017. Istri La Gode, YN, melaporkan kematian suaminya yang janggal kepada pihak kepolisian. La Gode diketahui meninggal pada 24 Oktober 2017. Polisi dan Denpom XVI/1 Ternate turun menangani kasus ini.

Oleh pihak kepolisian, Ruslan kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk 20 hari ke depan. Sebelum ditahan, Ruslan menjalani pemeriksaan virus Corona (COVID-19). Pemeriksaan dilakukan dokter klinik di Polres Buton pada Kamis (28/5), sebelum Ruslan diterbangkan ke Bareskrim Polri, Jakarta. Hasilnya negatif dengan pemeriksaan rapid test.

Penyidik mengeluarkan surat perintah penahanan bernomor: SP.Han/40/V/2020/Dittipidsiber tanggal 29 Mei 2020 yang ditandatangani Direktur Tipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi. Ruslan menolak menandatangani surat perintah penahanan.

"(Ruslan menolak menandatangani surat penahanan dan menjawab) 'tidak, karena yang saya perbuat tidak sebagaimana dimaksud pasal pidana tersebut'," kata kuasa hukum Ruslan, Tonin Tacha Singarimbun, Sabtu (30/5).

Tim pengacara mengambil sejumlah upaya hukum terkait penahanan Ruslan Buton. Tonin menyatakan, pihaknya telah mengajukan dua surat kepada Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Salah satunya permohonan penangguhan penahanan.

Selain itu, tim pengacara mengajukan permohonan untuk menghadirkan saksi ahli dalam penyidikan kasus yang menyangkut Ruslan Buton ini. Toni mengatakan, timnya meminta penyidik menghentikan penyidikan terhadap Ruslan.

"Untuk penghentian perkara pidana (SPK) berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM, tanggal 29 Mei 2020," terang dia.

Tonin menilai penyidik tergesa-gesa menahan kliennya. Menurutnya, ucapan kliennya itu belum bisa dibuktikan sebagai sebuah pidana.

"Penyidik terlalu terburu-buru melakukan penahanan, sementara mengenai materiil yang disangkakan tersebut belum tentu pidana. Jika dihadirkan ahli, karena jelas dalam isi surat terbuka menyebutkan rangkaian kata seni "harimau, singa, serigala lapor" dan beberapa kata lainnya yang tentu saja akan memerlukan ahli bahasa menafsirkan keahliannya," ucap Tonin.

 


Kesimpulan

Klaim yang menyebut bahwa Ruslan Buton dipecat dari TNI karena menolak TKA China masuk Maluku ternyata tidak benar.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (AD), Kolonel Inf Nefra Firdaus menyebut bahwa Ruslan Buton dipecat secara tidak hormat dari satuan AD karena terlibat kasus pembunuhan terhadap petani bernama La Gode di Taliabu, Ternate, Maluku Utara, Oktober 2017 silam.

Banner Cek Fakta - Klarifikasi. (Liputan6.com/Triyasni)

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya