Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona Covid-19 belum usai, masalah baru menimpa dunia usaha di Amerika Serikat (AS), termasuk di bidang fesyen. Bisnis para nama besar dunia fesyen di AS kembali terpukul setelah butik mereka menjadi korban kerusuhan yang terjadi di tengah gelombang protes menyusul kematian pria kulit hitam George Floyd di tangan polisi.
Desainer Marc Jacobs juga tak luput dari peristiwa tersebut. Dilansir dari laman W Magazine, butik Marc Jacobs di Los Angeles menjadi salah satu butik mewah yang dirusak pada akhir pekan lalu.
Baca Juga
Advertisement
Kabarnya, pengrusakan tersebut bahkan diikuti pula dengan aksi penjarahan. Mendengar butiknya mengalami kerusakan, Marc Jacobs yang pernah menjabat sebagai direktur kreatif Louis Vuitton, akhirnya angkat bicara.
Terlihat dari unggahannya di Instagram, desainer asal AS itu justru lebih marah terhadap ketidakadilan yang terjadi ketimbang butiknya yang dirusak.
"Jangan biarkan mereka meyakinkanmu bahwa kaca atau properti yang rusak adalah bentuk kekerasan. Kelaparan justru kekerasan, peperangan adalah kekerasan, rasisme adalah kekerasan," demikian potongan kalimat pada foto yang diunggah Marc pada 31 Mei 2020.
Pada bagian akhir tertulis, "Properti bisa diganti, tapi nyawa manusia tidak,". Marc Jacobs lalu memberi tagar 'Black Lives Matter', gerakan antirasialis dan diskriminasi terhadap warga keturunan Afrika-Amerika di AS yang disuarakan dalam aksi protes itu.
Aksi Damai Berbuntut Rusuh
Demonstrasi besar-besaran yang dipicu oleh tewasnya George Floyd terjadi di Minneapolis dan meluas ke beberapa kota di AS. Unjuk rasa yang dilakukan secara damai itu berbuntut rusuh dengan aksi vandalisme dan penjarahan.
Seperti dikabarkan Insider, beberapa video yang viral di media sosial memperlihatkan tindakan kriminal tersebut justru dilakukan oleh warga kulit putih.
Sebuah video sempat mengabadikan momen seorang perempuan kulit putih mencorat-coret pintu gerai Starbucks. Perempuan kulit hitam yang merekam kejadian tersebut terdengar mencoba menghentikannya.
"Nanti kami yang akan disalahkan," kata sang perekam.
Diberitakan sebelumnya, George Floyd meninggal di Minneapolis pada 25 Mei 2020 waktu setempat saat ditangkap oleh polisi karena dicurigai bertransaksi dengan menggunakan uang kertas palsu.
Advertisement