Kebutuhan Energi Terbarukan Terkoreksi Imbas Pandemi Corona

Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus merosot imbas pandemi Covid-19.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 03 Jun 2020, 19:00 WIB
Energi terbarukan/Pixabay Free-Photo

Liputan6.com, Jakarta - Sesuai dengan PP 79/2014 pasal 11 terkait dengan pemaksimaan penggunaan ET dengan memperhatian tingkat keekonomian, maka menurut model perhitungan, sebanyak 23 persen (NRE mix) dibutuhkan untuk bisa memenuhi kebutuhan energi secara keseluruhan 400 Million tonnes of oil equivalent (MTOE).

"Artinya, kalu kita berbicara 23 persen maka kita berbicara pada tataran 92,2 MTOE, yang terbagi untuk energi listrik sebesar 69,2 MTOE dan dan sisanya 12,0 MTOE mencakup biofuel, biomass, biogas, dan CBM," ujar Board of Director at International Geothermal, Abadi Poernomo dalam webinar Menakar Kembali Transisi Energi di Indonesia, Rabu (3/6/2020).

Abadi menambahkan, jika energi primernya sebesar 23 persen (92,2 MTOE), maka energi listriknya adalah 33,3 persen pada 2025 dan sudah harus memakai energi terbarukan.

Menurutnya, hal ini akan menjadi berat, mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus merosot imbas pandemi Covid-19. Dengan elastisitas energi sekitar 1,1 sampai 1,2 persen, maka pertumbuhan kebutuhan energi hanya 6 persen dalam kondisi normal.

"Begitu ada covid, maka pertumbuhan energi itu menjadi jauh lebih rendah lagi. Sehingga dengan demikian, 92,2 MTOE yang terbarukanm inilah yang perlu dikoreksi bukan 23 persen," ujarnya.

Dengan 23 persen dari 400 MTOE, lanjut Abadi, bisa untuk memenuhi geothermal, hydro & micro hydro, bioenergy, solar, wind, dan lainnya.

"Sehingga total ini (23 persen) yang bisa dipenuhi dari kebutuhan-kebutuhan energi terbarukan," kata dia.


PLN Hasilkan 7.435 MW Listrik dari Energi Baru Terbarukan

Suasana pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3/2016). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi baru terbarukan yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

PT PLN (Persero) membangun pembangkit Energi Baru dan Terbarukan (EBT) berkapasitas 7.435 Mega Watt (MW) hingga oktober 2019.

Vice President Public Relations PLN Dwi Suryo Abdullah mengatakan, per Oktober 2019 PLN telah mengelola kapasitas pembangkit EBT sebesar 12,1 persen dari total bauran seluruh energi pembangkit.

Program CEFIM Bentuk Dukungan Indonesia buat Investasi Energi TerbarukanMenteri ESDM Segera Benahi Proyek Energi Terbarukan yang Mangkrak  

Pembangunan Pembangkit EBT akan terus bertambah untuk memenuhi target porsi EBT dalam bauran energi sebesar 23 persen pada 2025.

"Hingga Oktober 2019 kami telah membangun sekitar 7 ribu MW pembangkit EBT atau sekitar 12 persen lebih dari total bauran energi pembangkit, ini bukti dari komitmen kami menggunakan energi ramah lingkungan," kata Dwi, di Jakarta, Jumat (15/11/2019).

Adapun jumlah 12.1 persen bauran EBT terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 4.711 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 1.979 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 58 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 131 MW, Pembangkit Listik Tenaga Mini Hidro (PLTM) 385 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Bio mass dan Sampah (PLT Bio/Sa) 171 MW.

Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028, direncanakan bauran energi pada tahun 2025 akan menjadi 54,6 persen batubara, 22 persen gas alam termasuk LNG, 23 persen EBT dan 0,4 persen BBM.

"Sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan EBT dan gas, serta mengurangi pemakaian BBM," ujarnya.

Dalam usaha mencapai target bauran energi EBT 23 persem, diperlukan penambahan kapasitas EBT sebesar 16,7 GW yang pengembangannya tersebar di seluruh Indonesia seperti tertuang dalam RUPTL 2019-2028.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya