Liputan6.com, Jakarta - Letda Pnb Ajeng Tresna Dwi Wijayanti menjadi calon penerbang pesawat tempur atau fighter wanita pertama di Tanah Air dari TNI Angkatan Udara. Prestasinya tersebut membuatnya dijuluki Captain Marvel Indonesia.
Liputan6.com berkesempatan berbincang secara live virtual dengan wanita kelahiran 25 September 1995 itu, meski lintas kota, Jakarta-Madiun.
Advertisement
Perempuan yang akrab disapa Ajeng itu masih menjalani pendidikan di sekolah penerbangan TNI, di Skadron Udara 15 Wing Udara 3 Tempur Lanud Iswahjudi. Usai dilantik menjadi calon penerbang pesawat tempur pada 18 Mei 2020, dia didapuk mengoperasikan pesawat tempur T50i Golden Eagle.
Bukan hal mudah usai menerima amanah tersebut.
"Masih banyak tahapan yang harus saya jalani di Skadron 15. Saya baru dinobatkan sebagai calon. Saya butuh doa semoga dapat mengemban tugas," kata Ajeng saat ngobrol virtual dengan Liputan6.com, Rabu (3/6/2020).
Menurut dia, untuk menjadi female fighter, dia harus menyiapkan sejumlah hal. "Tidak hanya knowledge, jasmani fisik saja, tapi juga mental harus benar-benar dimatangkan. Saya akan tidak hanya fight di bawah, tapi di atas juga," lanjut dia.
Sebagai perempuan pertama yang akan memiloti pesawat tempur, Ajeng merasa wajar adanya pro kontra soal kemampuannya. Ada yang ragu, ada yang percaya. Hal ini membentuk mentalnya untuk mampu bersaing tanpa mengenal gender.
Tidak terkecuali adanya kekhawatiran dari ibu kandungnya. Ajeng pun sangat mengerti rasa takut itu. Berbeda dengan ayahnya yang memang seorang tentara.
"Saya rasa wajar, anaknya menempuh pendidikan jauh dari rumah. Kita meyakinkan ke orang tua ya, kita sudah jadi anak negara. Kapan pun di mana pun ditempatkan harus siap menerima konsekuensi tersebut," jelas Ajeng.
Soal mengawaki pesawat tempur, Ajeng merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Mungkin itu yang namanya rasa takut, tapi debarannya berbeda. Ketakutan dalam tugas menurutnya muncul lantaran belum mencobanya.
Wajar jika takut sebelum terbang karena memang belum pernah melakukannya. Namun jika tetap dibayangi rasa takut dan gagal mencoba, maka tidak akan tahu hasilnya. Setiap mengawali tugasnya, Ajeng selalu berpesan dalam dirinya bahwa ini adalah tugas, tinggal bagaimana cara melampaui limit ketakutan itu.
"Saya bukan orang yang takut ketinggian, jadi ya nggak takut-takut juga. Ya wajar takut, tapi saya lebih ke excited dan wah saya bisa sebenarnya, dan tinggal mau improve atau enggak. Setelah dimprove, kok lama-lama makin asyik," kata Ajeng calon penerbang pesawat tempur asal Indonesia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perempuan Bukan Berarti Lemah
Ajeng pun mengaku selalu membiarkan hidupnya mengalir seperti air sambil terus menikmatinya. Hingga akhirnya menemukan hal yang dirasa cocok menjadi wadah semangatnya. Beragam hal, mulai dari ikut sanggar seni tari, masuk tim paskibraka, hingga akhirnya memilih jalan menjadi anggota militer TNI Angkatan Udara.
Ini bukan soal melankolis atau feminim, tapi kemauan untuk bisa akan sesuatu. Terjun di bidang atau profesi yang identik dengan pria, bukan berarti sebagai wanita tidak bisa lebih mampu. Ajeng pun bangga dengan matra TNI Angkatan Udara yang sangat profesional tanpa memandang gender.
Menjadi pilot pesawat tempur pun menurutnya bukan berarti lebih hebat dari mereka yang mendapat tugas menerbangkan pesawat logistik, pesawat angkut, atau pun helikopter. Dalam proses seleksi, TNI Angkatan Udara memiliki standar di masing-masing kategori, dan Ajeng dinilai memenuhi kriteria sebagai seorang fighter. Artinya, cuma soal kerja sama dalam bertugas.
"Setiap orang dilahirkan punya potensi masing-masing. Tinggal kita mau mempelajarinya atau nggak. Kalau ragu-ragu, minder, takut, akan terkurung di zona itu saja. Jadi kita harus mencoba. Jangan mentang-mentang kita perempuan, kita menganggap diri kita lemah, tidak mampu, tidak sanggup," Ajeng menandaskan.
Advertisement