All Lives Matter Jadi Sorotan Saat Protes Usung Black Lives Matter, Apa Bedanya?

Sejumlah demonstran atas kematian pria kulit hitam George Floyd mengusung Black Lives Matter, sementara All Lives Matter juga kembali disorot setelah jadi perhatian di media sosial pada Mei. Apa artinya?

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jun 2020, 19:35 WIB
Ilustrasi unjuk rasa Black Lives Matter. (Sumber Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Gerakan "Black Lives Matter" menjadi besar pada tahun 2013, setelah polisi AS bernama George Zimmerman diketahui membunuh pria kulit hitam bernama Trayvon Martin. Dalam beberapa tahun terakhir, gerakan ini semakin mebesar karena bertambahnya kasus kematian orang keturunan Afrika-Amerika di tangan aparat keamanan Negeri Paman Sam, seperti yang dikutip dari Katu, Kamis (4/6/2020).

Slogan Black Lives Matter yang berati 'kehidupan orang kulit hitam itu penting' kemudian menggema kembali setelah kematian George Floyd.

Black Lives Matter bermakna komitmen perjuangan bersama demi menciptakan dunia yang bebas sifat anti-kulit hitam. Dalam situs yayasannya, disebutkan bahwa gerakan itu digagas agar setiap orang kulit hitam punya kekuatan sosial, ekonomi, dan politik untuk maju.

Kini gerakan "Black Lives Matter" ini semakin mendapatkan perhatian dan beberapa bahkan memicu perdebatan, seiring dengan munculnya slogan "All Lives Matter" yang jadi sorotan di media sosial pada bulan Mei.

"Kami percaya bahwa semua orang memang perlu mendapatkan hak yang sama, namun kita tidak hidup dalam dunia yang memperlakukan semua orang adil," kata Alicia Garza pada interviewnya bersama Katu pada tahun 2016.

Alicia Garza dan Opal Tometi adalah dua dari tiga pendiri gerakan "Black Lives Matter", mereka berbicara di Portland State University pada Februari 2016 dan menjelaskan mengapa slogan "All Lives Matter" ini cukup problematik.

Dilansir dari The Guardian, gerakan Black Lives Matter (BLM) dimulai pada 2013 oleh Alicia Garza, Patrisse Cullors, dan Opal Tometi. Saat kasus pembunuhan remaja kulit hitam AS bernama Trayvon Martin oleh George Zimmerman, pada 2012.

Setelahnya pada 2014, terjadi kematian dua orang kulit hitam di AS yakni Michael Brown dan Eric Garner di tangan polisi AS. Lalu gerakan BLM menjelma jadi yayasan di AS, Inggris, dan Kanada.

Menurut sejumlah sumber, slogan All Lives Matter disebutkan muncul sebagai reaksi terhadap Black Lives Matter.

Mengutip CNN, All lives matter disebutkan telah digaungkan oleh mantan Gubernur Maryland, Martin O'Malley pada tahun 2015. Saat itu ia merupakan kandidat presiden dari Partai Demokrat AS. Hal itu menuai banyak kritikan dan akhirnya ia pun meminta maaf.

Frasa itu juga pernah dipakai Hillary Clinton dan menuai kritikan.

Sejumlah media menyebut Black Lives Matter adalah slogan untuk memperjuangkan kehidupan orang kulit hitam. Lalu All Lives Matter muncul, mengusung ide tandingan bahwa bukan hanya hidup orang kulit hitam yang penting, melainkan hidup semua orang juga penting tanpa dibeda-bedakan.


Masih Belum ada Keadilan yang Pasti

Anggota komunitas LGBTQ bersama pengunjuk rasa Black Lives Matter melakukan aksi tiarap di jalan dengan tangan seolah terikat di West Hollywood, California, Rabu (3/6/2020). Aksi menyimbolkan momen terakhir George Floyd saat lehernya ditindih lutut polisi Minneapolis pada 25 Mei. (AP/Richard Vogel)

"Respons All Lives Matter justru membuat isu yang kita coba perjuangkan terlihat," ujar Garza. 

"Ada bagian negara kita yang percaya orang menderita karena kurangnya inisiatif individu mereka sendiri. Lalu ada sejumlah besar orang mengatakan, 'Ya, ini bukan tentang fakta bahwa saya malas. Ini tentang fakta bahwa infrastruktur komunitas saya hancur. Ini tentang fakta bahwa saya tidak dapat berkendara tanpa dilecehkan atau menjadi sasaran penegakan hukum." 

Anggota lokal "Black Lives Matter" Teressa Raiford juga mengatakan bahwa ketidakadilan tersebut masih terasa hingga kini. 

"Bukannya kehidupan lainnya tidak berhak mendapatkan keadilan," ujar Raidford. "Tapi mengatakan trauma dan kekerasan opresif, diskriminasi kepada kami, itu memberikan sebuah keadaan dimana kita diperlakukan sebagai warga kelas kedua di dunia ini dan orang percaya bahwa kita layak tidak diperhatikan," ujarnya. 

 

Reporter: Yohana Belinda

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya