Restrukturisasi Kredit Bank Capai Rp 517,2 Triliun untuk 5,33 Juta Debitur

Realisasi restrukturisasi kredit untuk pelaku usaha non-UMKM diberikan kepada 0,78 debitur senilai Rp 265,5 triliun.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana Diperbarui 04 Jun 2020, 12:05 WIB
Teller menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (10/1). Hingga hari ini, US$ 1 dibanderol Rp 14.020. Rupiah menguat 0,71% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan perkembangan terakhir restrukturisasi kredit perbankan di tengah masa pandemi virus Corona (Covid-19). Industri perbankan telah memberikan restrukturisasi kredit senilai Rp 517,2 triliun kepada 5,33 juta debitur.

"Progres per 26 Mei, total outstanding restrukturisasi sebesar Rp 517,2 triliun kepada 5,33 juta debitur," jelas Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam sesi teleconference, Kamis (4/6/2020).

Dari jumlah tersebut, outstanding restrukturisasi diberikan kepada 4,55 juta debitur yang merupakan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan nilai sebesar Rp 250,6 triliun.

Kemudian, realisasi restrukturisasi kredit untuk pelaku usaha non-UMKM diberikan kepada 0,78 debitur senilai Rp 265,5 triliun.

Lebih lanjut, Wimboh mengatakan, realisasi restrukturisasi kredit perusahaan pembiayaan telah mencapai Rp 80,55 triliun.

"Per 2 Juni, total outstanding restrukturisasi di perusahaan pembiayaan sebesar Rp 80,55 triliun. Itu dengan 2,6 juta kontrak disetujui. Terdapat 485 ribu kontrak yang masih dalam proses persetujuan," tuturnya.


Restrukturisasi Kredit Disebut Tak Cukup Bantu UMKM Bertahan dari Corona

Teller menghitung mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang terpuruk, akibat pandemi Covid-19. Wabah ini hampir melumpuhkan roda perekonomian dalam negeri.

Kendati begitu, pemerintah mengeluarkan relaksasi kredit yang diharapkan bisa membantu keberlanjutan usaha pelaku UMKM sehingga mampu bertahan menghadapi kondisi tidakpastian ini.

Namun tetap saja meskipun para pelaku UMKM diberikan bantuan, masih ada ada peluang dan tantangan yang besar yang akan dihadapi oleh UMKM, di tengah wabah yang tidakpasti kapan berakhirnya.

Menanggapi hal itu, Chairman Infobank Institute, Eko B. Supriyanto mengatakan bahwa ke depannya UMKM membutuhkan modal kerja untuk keberlangsungan usahanya.

"Jika pada krisis sebelumnya tahun 1998 dan 2008, UMKM masih punya daya tahan yang kuat, karena pada waktu yang terkena adalah sektor korporasi besar. Tapi, sekarang sektor UMKM yang paling terkena,”kata Eko dalam acara Diskusi Media InfobankTalkNews , pada Selasa 19 Mei 2020.

Selain itu, Eko melihat dari  sisi keuangan UMKM saat ini terkena problem cash atau kehabisan uang tunai untuk menutup kebutuhan pribadi, juga, soal kredit macet. Sementara pemerintah sudah memberi relaksasi untuk penyelesaain kredit macetnya.

Lanjutnya, apabila dilihat dari catatan, total kredit perbankan terdampak Covid-19 yang telah berhasil direstrukturisasi hingga minggu (10/5/2020) mencapai Rp336,97 triliun. Jumlah kredit itu berasal dari 3,88 juta debitur. Sebagian besar merupakan kredit UMKM, yakni sebesar Rp167,1 triliun dari 3,42 juta debitur.


Masih Bisa Bertahan

Seorang perajin menyelesaikan pembuatan sepatu di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Pengamat menilai perlambatan pertumbuhan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berpotensi tidak akan berlanjut pada tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto, menyebut  sebetulnya peluang UMKM di tahun ini masih bisa untuk bertahan, hal itu sejalan dengan keluarnya kebijakan pemerintah, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberikan banyak keringanan, dan kelonggaran kepada pelaku UMKM, terutama yang terdampak Covid-19.

"Bantuan likuiditas, keringanan pajak, penundaan pembayaran kewajiban kepada bank sesuai dengan POJK 11/2020 pasti bisa meringankan beban keuangan mereka," kata Ryan.

Namun, kendati ada bantuan dari pemerintah terkait relaksasi, sangat penting juga bagaimana menangani UMKM ke depan setelah kondisi ekonomi menuju ke The New Normal, supaya mereka nantinya UMKM tidak gagap atau shock ketika terjadi banyak perubahan pasca covid-19.

"Pelatihan teknik produksi, marketing dan akuntasi dengan menggunakan perangkat digital harus sudah dikenalkan kepada mereka (UMKM), karena perilaku konsumen berubah dengan adanya situasi normal yang baru (new normal)," pungkas Ryan.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya