Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya melindungi dunia usaha dari potensi kerugian lebih lanjut akibat dari pandemi Corona Covid-19. Salah satunya melalui restrukturisasi kredit bagi sektor properti.
"Ini isunya (kerugian) bukan hanya di properti saja, hampir semua sektor sama. Tapi masing -masing sudah punya jurus," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso melalui video conference di kanal Zoom, Kamis (4/6/2020).
Advertisement
Maka, OJK selaku regulator akan cermat dalam memberikan restrukturisasi kredit bagi sektor usaha yang telah memenuhi persyaratan. Selain itu, OJK juga akan melakukan koordinasi terlebih dahulu bersama pemerintah sebelum melakukan restrukturisasi kredit.
Lanjut Wimboh, restrukturisasi tidak hanya menyasar sektor properti semata, namun berlaku sama bagi sektor pariwisata, transportasi, manufaktur atau sektor lainnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak.Apalagi perbankan kini lebih fleksibel dalam menyalurkan keringanan kredit bagi pelaku usaha yang terdampak pandemi covid-19.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, penyaluran restrukturisasi kredit harus memenuhi kaidah yang berlaku. Kebijakan restrukturisasi sendiri harus merujuk Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19.
Perbankan Harus Teliti
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Heru Kristiyana, menambahkan bahwa POJK No 11 Tahun 2020 memberikan ruang yang lebih luas bagi perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit. Artinya sektor properti dapat menikmati manfaat kebijakan ini karena mengalami kerugian akibat pandemi covid-19.
Di sisi lain, perbankan diimbau lebih teliti dalam memberikan restrukturisasi kredit bagi debitur. Sehingga, bank terhindarkan dari risiko negatif yang akan timbul dikemudian hari.
"Bank harusnya bisa lihat mana yang pelru di restrukturisasi mana yg tidak. Tapi semua debitur terdampak covid-19 bisa dilakukan restrukturisasi," tegas dia.
Advertisement
Permintaan REI
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Realestate Indonesia (REI), Totok Lusida, menyebut bahwa sektor properti sangat memiliki keterkaitan langsung dengan industri perbankan. Menurutnya, dukungan perbankan amat penting, apalagi dengan kondisi pandemi sekarang ini yang semakin membuat para pengembang tertekan.
"Kami berusaha keras untuk tidak melakukan PHK, namun kalau tidak didukung oleh perbankan, berat bagi industri properti untuk bertahan," tegas Totok dalam diskusi virtual di Jakarta, pada Kamis 14 Mei 2020.
Menurut data BI Maret 2020, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada 17 sektor industri adalah sebesar Rp 5.703 triliun, di mana 17,9 persen-nya disalurkan kepada sektor realestate sebesar Rp 1.024 triliun yang terdiri dari kredit konstruksi (Rp 351 triliun), kredit realestate (Rp 166 triliun) dan KPR KPA (Rp 507 triliun).
Dari Rp 1.024 triliun yang disalurkan ke sektor properti, Rp 62 triliun di antaranya adalah kredit modal kerja jangka pendek. Berdasarkan strukturnya, Rp 51,1 triliun (82 persen) penyalurannya ditujukan untuk modal kerja perusahaan properti terbuka.
Perlu dicermati bahwa 24 persen (Rp12,5 triliun) kredit modal kerja perusahaan properti terbuka tersebut merupakan hutang jangka pendek yang perlu ditangani secara cepat.
"Jelas sekali bahwa porsi kredit di sisi supply dan demand properti hampir berimbang. Kredit modal kerja dan konstruksi amat penting bagi pengembang untuk melakukan pendanaan awal, yang kemudian diteruskan oleh KPR KPA oleh konsumen. Jika salah satu porsi kredit ini terganggu maka pendanaan pengembang pasti akan terpukul," kata dia.
Untuk itu, kata dia, sangat penting untuk menjalankan secara cepat restrukturisasi utang para pengembang dan konsumen properti. Sebab multiplier effect dari stimulus restrukturisasi tersebut dapat menggerakkan industri ikutan properti secara signifikan dan menyelamatkan tenaga kerja yang ada di dalam industri properti dan industri ikutannya serta meredam dampak sistemik jika terjadi NPL di perbankan.