Lab Penelitian Vaksin Covid-19 Jadi Target Serangan Hacker

Hacker menargetkan serangan ke laboratorium penelitian kesehatan dan vaksin Covid-19, lab kesehatan di Inggris dan Amerika Serikat jadi sasaran.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 06 Jun 2020, 10:00 WIB
Ilustrasi peretasan sistem komputer. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Agensi-agensi intelijen Inggris berupaya keras untuk mencegah peretas dari berbagai negara, untuk mencuri rahasia vaksin potensial untuk mengobati Covid-19.

Informasi ini disampaikan oleh kepala Government Communication Headquarters (GCHQ), Jeremy Fleming, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Sabtu (6/6/2020).

Fleming mengatakan, para hacker tengah menarget infrastruktur kesehatan Inggris beserta sejumlah laboratorium kelas dunia yang kini meneliti virus corona. Fleming menyebut, para hacker kerap kali menggunakan teknik sederhana untuk melakukan aksinya.

"Kami mengetahui, apakah itu ulah negara ataupun kriminal, mereka mencoba mencuri sesuatu yang sensitif bagi kami," katanya.

Untuk itu, agensi intelijen maupun otoritas Inggris kini tengah memprioritaskan perlindungan sektor kesehatan dari ancaman kejahatan siber.

"Terutama adalah terkait masalah vaksin," tutur dia.

Fleming juga menyebut, hacker kerap memburu kerentanan-kerentanan yang bersifat mendasar.

"Misalnya mencoba membujuk agar orang mengeklik sesuatu, saat orang itu tidak sadar, para hacker bisa saja mendapatkan password ataupun data lainnya," katanya.

Ia tak secara langsung menyebut Tiongkok atau negara lainnya sebagai dalang serangan hacker. Namun, seorang sumber orang dalam menyebut, pemerintah Tiongkok terlibat atas hal ini.

Tak hanya Inggris yang dijadikan target serangan siber untuk mendapatkan informasi mengenai vaksin Covid-19.


Lab Kesehatan di AS Jadi Sasaran Hacker

Ilustraasi foto Liputan6

Dalam sebuah pemberitaan, Bloomberg menyebut, kelompok hacker juga menarget lab penelitian Covid-19 di University of California.

Dalam kasus University of California yang terletak di San Francisco ini, para hacker disebut-sebut melancarkan serangan ransomware.

UCSF mengkonfirmasi, mereka jadi target upaya masuk ilegal. Namun, tak menjelaskan bagian mana dari sistem IT yang telah diserang.

Sekadar informasi, para peneliti di universitas tersebut melakukan penelitian terhadap berbagai hal. Misalnya pengujian antibodi orang Amerika, uji klinis perawatan penyakit virus corona, hingga studi terbaru mengenai obat-obatan anti-malaria yang dianggap manjur.

Pihak universitas telah mencoba menghubungi ahli keamanan hingga penegak hukum terkait serangan yang menimpa mereka. Berdasarkan pernyataan, serangan ransomware itu tidak mempengaruhi perawatan pasien.

"Kami melakukan penilaian menyeluruh terkait insiden tersebut, termasuk penentuan jika ada informasi yang telah dikompromikan," kata pihak universitas.


Hacker Malah Pamer

Orang-orang bersantai sembari duduk berjauhan di sejumlah area yang diberi tanda lingkaran guna memastikan dilakukannya jaga jarak sosial (social distancing) di tengah pandemi COVID-19 di sebuah taman di San Francisco, Amerika Serikat (AS), pada 24 Mei 2020. (Xinhua/Li Jianguo)

Hacker yang mengaku bernama Netwalker mengklaim serangan yang ditujukan ke University of California dalam unggahan blog di dark web.

Unggahan ini diikuti dengan lampiran informasi milik UCSF yang disalin, berupa empat screenshot, dua di antaranya diduga merupakan file yang diakses oleh penyerang.

Para hacker memang kerap memamerkan sampel data yang telah dicuri untuk membuktikan mereka berhasil meretas sistem yang disasar.

Hacker juga mengancam, jika hingga 8 Juni mereka tak menerima tebusan, data tak akan dikembalikan.

(Tin/Ysl)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya