Liputan6.com, Banjarnegara - Evy Yulianti terkejut ketika menerima telepon dari ajudan Bupati Banjarnegara, Rabu (4/6/2020). Sang ajudan menyampaikan bupati ingin berbicara dengan Evy.
Di tengah rasa penasarannya, Evy tersentak ketika bupati menuduhnya melaporkan persoalan bansos ke Ombudsman. Dalam percakapan telepon itu, Evy menyebut bupati mengaku ditahan di Semarang gara-gara laporannya ke Ombudsman.
"Saya semakin bingung, ini ada persoalan apa," kata Evy, Jumat (5/6/2020).
Baca Juga
Advertisement
Evy yang saat itu berada di Magelang untuk menjemput keponakannya yang yatim piatu mulai mengingat-ingat kapan dia melaporkan bupati ke Ombudsman.
Seingatnya, satu-satunya laporan ke Ombudsman ialah terkait bansos di desanya yang dinilai tidak tepat sasaran. Itu pun bukan bupati yang ia adukan, namun Kepala Desa Mertasari, Kecamatan Purwonegoro.
Beberapa saat kemudian ponselnya berdering kembali. Lagi-lagi nomor ajudan bupati. Kali ini sang ajudan meminta Evy dan belasan warga yang ia laporkan datang ke Pendapa Dipayuda untuk klarifikasi.
Rencana Evy ke Semarang dari Magelang dibatalkan. Dari Magelang, ia langsung ke Banjarnegara.
Rabu malam ia dan 10 orang lainnya datang ke pendapa. Forum yang semula disebut sebagai klarifikasi ini menurut Evy lebih tepat disebut penghakiman.
Sejumlah pejabat, termasuk bupati menyampaikan sambutan. Malam itu bupati menyampaikan kekesalannya kepada pelapor bansos karena merasa dipermalukan di muka publik.
Simak Video Pilihan Berikut ini:
Kenapa Ombudsman Tidak Melindungi Identitas Pelapor?
Sebelumnya Ombudsman mengklarifikasi kepala daerah di Jateng yang diadukan masyarakat. Dalam forum virtual itu, Banjarnegara menjadi salah satu kabupaten yang diklarifikasi.
Klarifikasi sesuai dengan aduan yang masuk, yaitu perihal bantuan sosial yang tidak tepat sasaran, tidak ada layanan aduan bansos, dan desakkan agar sejumlah warga yang terdampak pandemi Covid-19 segera diberi bantuan.
Evy mengaku kecewa dengan Ombudsman karena tidak merahasiakan indentitasnya sebagai pelapor. Akibatnya, niatnya membantu warga berujung konflik dengan bupati.
"Saya telepon ke Ombudsman kenapa kok identitas pelapor tidak dirahasiakan," kata dia.
Ketua Ombudsman Jateng, Siti Farida menjelaskan, Evy melapor melalui tautan bitly. Saat melapor, Evy belum meminta identitasnya dirahasiakan.
Permintaan itu baru diajukan setelah forum klarifikasi dengan terlapor diselenggarakan. Dalam forum klarifikasi inilah terlapor mengetahui siapa yang melaporkannya.
"Karena memang prosedurnya begitu," kata Farida.
Meskipun demikian, ia meminta terlapor dan semua pihak menghormati dan melindungi pelapor.
Advertisement
Beda Hasil Rapid Test Pemerintah dengan PKU Muhammadiyah
Farida menjelaskan, ada sejumlah kriteria perkara yang mengharuskan identitas pelapor. Kriteria itu antara lain perkara yang diadukan membahayakan keselamatan pelapor.
Dalam kasus Evy, Farida menilai masih dalam klasifikasi perkara yang biasa. Sehingga tidak harus merahasiakan identitas pelapor.
"Soal bansos kan biasa ya," kata dia.
Namun, pada kenyataannya tidak sesederhana itu. Setelah hadir di pendapa kabupaten, keesokan harinya Evy dan keluarganya diminta menjalani rapid test. Alasannya baru bepergian ke zona merah.
Seisi rumahnya juga didatangi petugas medis yang akan mengecek anggota keluarganya yang di rumah. Beberapa saat kemudian datang lagi petugas penyemprot disinfektan dari Dinas Kesehatan.
Karena dinyatakan reaktif, Evy dijemput untuk diisolasi. Namun belakangan rapid test di PKU Muhammadiyah menunjukkan hasil nonreaktif.
Namun untuk menghormati bupati, Evy bersedia diisolasi. Evy kini diisolasi di PKU Muhammadiyah sesuai keinginan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara.