Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Banyuwangi terus mematangkan konsep pariwisata di era new normal. Basis utamanya adalah penerapan protokol kesehatan ketat di berbagai lini pariwisata.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan sambil menunggu intruksi dari pemerintah pusat, Banyuwangi terus melakukan simulasi penerapan new normal di sejumlah sektor termasuk pariwisata. Banyuwangi bahkan telah membuat timeline tahapan pemulihan sektor pariwisata daerah.
Advertisement
“Sambil jalan, aturan kami buat sambil terus simulasi, karena ini kan hal baru yang saat ini kita hadapi. Kami membaginya dengan tahapan emergency, recovery, hingga penerapan new normal. Ini berlaku di berbagai sektor termasuk pariwisata. Terus kami simulasikan untuk penyempurnaannya,” kata Anas, Minggu (7/6/2020).
Sebelumnya, hal tersebut disampaikan Anas saat menjadi panelis dalam webinar pariwisata di era pandemi yang digelar salah satu penerbit nasional kemarin, Sabtu (6/6/2020). Webinar tersebut menghadirkan sejumlah panelis lain yakni mantan Menteri Pariwisata I Gede Ardika, Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra, dan pemerhati pariwisata berkelanjutan Valerina Daniel. Webinar ini juga diikuti para pelaku pariwisata dari berbagai daerah di Indonesia.
Anas melanjutkan tahapan emergency telah dilewati oleh Banyuwangi, dimana hal tersebut dilakukan dengan penutupan lokasi pariwisata, sejak awal merebaknya Pandemi Covid 19 di daerah. Saat ini Banyuwangi memasuki fase pemulihan yang diisi dengan edukasi dan sosialisasi tentang “kebiasaan anyar” yang bakal berlaku di masa “new normal” kepada para stakeholder pariwisata daerah. Fase ini berlangsung dari Juni hingga Agustus 2020.
“Kami terus mengedukasi para pelaku wisata tentang bagaimana SOP protokol kesehatan yang benar, yang harus diterapkan. Seperti kewajban menggunakan masker, face shield dan sarung tangan, menjaga jarak aman, serta menjaga higenitas semua benda yang berpotensi dijangkau oleh pengunjung. Bahkan para penari Gandrung kami edukasi agar tidak lagi menggunakan alat rias yang berbarengan tapi bawa sendiri,” kata Anas.
Banyuwangi juga gencar melakukan sosialisasi tentang standar kesehatan pada pelaku bisnis kuliner.
“Tetunya hal tersebut butuh pembiasaan dan pengawasan yang terus menerus. Karena itu kami memberikan sertifikat bagi warung dan restoran yang telah menerapkan standar protokol Kesehatan dengan baik. Dan akan dievaluasi secara berkala untuk keberlanjutan kelayakannya,” terang Anas.
Sementara itu pemerhati pariwisata berkelanjutan Valeria Daniel mengapresiasi langkah yang dilakukan Banyuwangi. Valeria sendiri mengatakan jika standar kesehatan menjadi acuan utama dalam pariwisata di era new normal. Untuk merespons pandemi Covid-19, ujarnya, pemerintah telah menyusun konsep wisata bersih, sehat, dan aman (clean, healthy, safe/CHS).
“Peraturan dan acuan sudah ada. Tinggal bagaimana ini disosialisasikan dan dipahami. Jika diterapkan dengan benar, maka kita bisa mengantisipasi hantaman terhadap pariwisata (di masa sulit),” ujar Valerina.
Menteri Pariwisata periode 2000-2004 dan penulis buku Kepariwisataan Berkelanjutan, Rintis Jalan Lewat Komunitas, I Gede Ardika, mengatakan, pandemik mendorong semua pemangku kepentingan untuk introspeksi diri. Pariwisata tidak lagi bisa dimaknai hanya dari segi ekonomi, melainkan juga lingkungan, budaya, sosial, budaya, politk, pertahanan dan keamanan.
“Kita perlu melihat pariwisata dari paradigma baru, selain penerapan protocol kesehatan, aspek kuantitas sekarang harus bergeer ke aspek kualitas. Ini penting untuk membangun pariwisata yang berkelanjutan,” ujar Ardika.
(*)
Baca Juga