Terus Menguat, Rupiah Sentuh Level 13.872 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.872 per dolar AS hingga 13.921 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Jun 2020, 10:54 WIB
Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Sentimen positif masih akan mendorong penguatan aset-aset berisiko.

Mengutip Bloomberg, Senin (8/6/2020), rupiah dibuka di angka 13.872 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.877 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.872 per dolar AS hingga 13.921 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 0,40 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.956 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.100 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin ini masih melanjutkan tren positif.

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, hari ini kemungkinan sentimen positif masih akan mendorong penguatan aset-aset berisiko, salah satunya rupiah.

"Data tenaga kerja AS, Non-Farm Payrolls dan tingkat pengangguran bulan Mei, yang dirilis Jumat malam, yang hasilnya di luar dugaan lebih bagus dari proyeksi, menjadi faktor pemicu baru pembelian aset-aset berisiko," ujar Ariston dikutip dari Antara.

 


Prediksi Gerak Hari Ini

Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Data NFP AS per Mei menunjukkan, pertambahan jumlah orang yang dipekerjakan di luar sektor pertanian dan pemerintahan sebesar 2,5 juta orang, padahal sebelumnya para analis memperkirakan terjadi pengurangan sebesar 7,7 juta. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 13,3 persen, dari sebelumnya 14,7 persen.

Menurut Ariston, data tenaga kerja AS yang lebih baik tersebut karena kebijakan AS yang sudah mulai membuka perekonomiannya meskipun masih terkena wabah.

"Pasar pun masih berekspektasi positif terhadap upaya pembukaan ekonomi di negara-negara pandemi yang lain," katanya.

Di sisi lain, lanjut Ariston, belum terjadinya eskalasi ketegangan AS dan China kembali yang berpotensi juga membantu sentimen positif hari ini.

"Rupiah kemungkinan masih berpotensi menguat hari ini dengan sentimen positif tersebut," ujar Ariston.

Ariston memperkirakan rupiah hari ini berpotensi bergerak di kisaran 13.700 per dolar AS dan potensi resisten 14.000 per dolar AS.


Rupiah Masih Undervalued

Pegawai tengah menghitung mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (4/3/2020). Rupiah ditutup menguat 170 poin atau 1,19 persen menjadi Rp14.113 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp14.283 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersyukur bahwa nilai tukar rupiah terus menguat. Namun dirinya menilai, rupiah masih berpotensi menguat karena saat ini nilainya masih dianggap terlalu murah (undervalued).

"Alhamdulillah terus menunjukkan penguatan sejalan dengan pandangan kami, bahkan nilai tukar untuk hari ini kami pandang masih undervalued, sehingga ke depannya masih berpotensi menguat," ujar Perry dalam konferensi pers, pada Jumat 5 Juni 2020.

Perry menjelaskan, ada beberapa indikator mengapa rupiah diprediksi bisa terus menguat, yaitu inflasi, defisit transaksi berjalan, perbedaan suku bunga dan Credit Default Swap (CDS).

Dalam Survei Pemantauan Harga pekan pertama Juni, BI memperkirakan inflasi bulan Juni masih akan rendah di kisaran 0,4 persen month to month dan 1,81 persen year on year.

Defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD) juga terpantau semakin membaik. Sepanjang 2020, CAD diperkirakan lebih rendah 2 persen dari PDB.

"Perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri, SBN kita yang 10 tahun itu 7,06 persen, suku bunga US Treasury Bond 10 tahun itu 0,8 persen, bedanya 6,2 persen, itu tinggi kan dan imbal hasil investasi aset keuangan Indonesia ini masih tinggi," jelas Perry.

Kemudian CDS Indonesia juga masih berada di kisaran 126 basis point setelah sebelumnya naik ke level 245 basis point pada Maret lalu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya