Liputan6.com, Jakarta - Gelombang demonstrasi anti-diskrimansi rasial terus berlangsung di berbagai negara. Raheem Sterling, pemain Manchester City, berharap gerakan tersebut menjadi momentum dalam mengubah tatanan hirarki di dunia olahraga yang selama ini dianggapnya 'belum ramah' bagi warga kulit hitam.
Gelombang protes dipicu oleh tewasnya salah seorang warga Amerika Serikat, George Floyd saat ditangkap polisi di Minneapolis, beberapa waktu lalu. Kejadian ini menambah panjang kekerasan terhadap warga kulit hitam yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan memicu aksi protes anti-diskriminasi rasial di sejumlah daerah di AS dan merembet hingga ke negara lain, termasuk Inggris.
Advertisement
Sterling mendukung protes ini. Bahkan menurutnya, gerakan tersebut titik awal membasmi rasialisme.
"Protes menjadi titik awal yang baik untuk membuat suaramu lebih terdengar. Tapi protes sendirian tidak akan membuat perubahan di negara ini," kata Sterling kepada BBC TV, Senin (9/6/2020).
"Kita bergerak dari sini. Ini tentang menggarisbawahi sesuatu, masyarakat yang butuh perubahan, dan kemudian bertindak berdasarkan itu. Kita sudah banyak bicara dan ini saatnya bergerak," katanya.
"Sekarang waktunya bicara mengenai subjek ini, bicara ketidakadilan, terutama di bidang saya."
Dalam wawancara tersebut, Sterling menuding kalau kaum minoritas belum mendapat tempat di posisi-posisi strategis di sepak bola Inggris. Ini bisa terlihat dari minimnya kehadiran mereka di pos-pos penting manajemen, susunan staf pelatih, dan di bagian administrasi.
"Ada sekitar 500 pemain di Premier League dan sepertiganya adalah kulit hitam dan kami tidak punya perwakilan di hirarki organisasi, tidak ada perwakilan kami di susunan kepelatihan. Tidak banyak orang yang bisa berhubungan dengan kami dan bisa kami ajak bicara," ujar Sterling menambahkan.
Beda Nasib
Dalam wawancara tersebut, Sterling memberi contoh konkret diskriminasi rasial yang terjadi di Liga Inggris. Dia menyoroti kesempatan yang didapat oleh dua mantan pemain tim nasional (timnas) Inggris, Frank Lampard dan Steven Gerrard yang saat ini menangani Chelsea dan Rangers.
Menurut Sterling, nasib mereka sangat kontras dengan dua pemain kulit hitam yang juga pernah memperkuat timnas Inggris bersama Lampard dan Gerrard, yakni Ashley Cole dan Sol Campbell.
"Staf pelatih yang Anda lihat di sekitar klub sepak bola kita. Ada Steven Gerrard, Frank Lampard, Sol Campbell, dan Ashley Cole. Semua pemain hebat dan semua bermain untuk Inggris," katanya.
"Pada saat yang sama, mereka semua berniat jadi pelatih di level tertinggi dan dua yang belum mendapat kesempatan itu adalah pemain berkulit hitam (Cole dan Campbell)," bebernya.
Advertisement
Bukan Hanya untuk Warga Kulit Hitam
Sterling berharap, protes atas kematian George Floyd yang marak terjadi belakangan ini bisa menjadi momentum perubahan bagi kesetaraan di ruang lingkup sepak bola.
"Semoga gerakan ini bisa menyadarkan orang-orang di parlemen, di hirarki klub sepak bola seluruh negeri, orang-orang di tim nasional Inggris agar mengubah dan memberi peluang yang sama bagi tidak hanya pelatih kulit hitam tetapi juga etnis yang berbeda," kata Sterling.
"Aku rasa itulah yang kurang di sini, bukan hanya soal aksi berlutut, ini juga tentang memberi orang kesempatan yang pantas mereka dapatkan," pemain berusia 25 tahun tersebut.